2

4.1K 416 16
                                    

Keesokan paginya, Mario mendapati es krim yang sama ada di mejanya. Untungnya kelas sedang sepi, jadi dia bisa cepat-cepat menyembunyikan benda itu ke laci mejanya. Tapi, gulungan kecil berwarna merah jambu itu rupanya mampu menarik perhatiannya.

Ini yang kedua. Untuk kamu yang pertama. Jangan dikasih orang!

"Siapa, sih, nih cewek? Lebay banget," katanya, bingung sendiri.

Mario memang suka es krim. Terlebih lagi yang rasa vanila. Jadi, meskipun rada kesal dengan si pengagum rahasia ini, rasa sukanya pada es krim ternyata berhasil menggoyang imannya untuk mencicipi.
Tadinya, dia berniat memberikan es krim itu kepada Jeriyan yang memang doyan gratisan.

Hmmm... manis! Rasa vanilanya kuat dan lembut. Tapi, yang ini berbeda. Apa, ya? Entahlah, Mario nggak tahu pasti, tapi rasanya memang beda dari yang lain.

"Lumayan," katanya lalu membuang cangkir kertas yang masih menyisakan sedikit es krim itu lewat jendela.

"Aw!"

Serta- merta Mario bangkit dan menengok ke luar. Ada seorang gadis berkacamata tebal dengan model rambut dikepang dua berjongkok di sana sambil bersungut-sungut.

"Ngapain lo di situ?"

Cewek itu berdiri sambil membersihkan dahinya dari sisa es krim yang tumpah ke kepalanya.

"Buang sampah pada tempatnya dong!"

Mario mendengus, "Suka-suka gue, dong. Lagian ngapain lo di situ kayak anak kodok?"

"Ng...." Cewek itu tampak kebingungan.

"Vanila... Vanila... emang aneh lo," tukas Mario lantas berlalu.

Vanila memberengut, "Untung gue sayang, kalo enggak, udah gue buang tuh ke laut! Huh, dasar nggak peka!" katanya, keki.

~~~~***~~~~

Malamnya, Mario dikejutkan dengan kemunculan Vanila secara tiba-tiba di bawah jendela kamarnya. Ketika ditanya sedang apa, cewek itu malah lari pontang-panting ke dalam rumah. Mario pun mulai berasumsi : Vanila punya kelainan jiwa.

Kapan tepatnya, Mario tidak tahu pasti. Kalau boleh mengira-ngira, cewek itu kelihatan aneh sejak mereka naik ke kelas 3 SMA.

Meski tinggal berdekatan, nyatanya dari dulu mereka nggak begitu dekat karena Mario memang susah didekati. Cowok itu terang-terangan menolak ajakan Vanila untuk main bersama.

"Nggak, ah! Kamu bau!" Itulah yang sering kali dikatakannya kepada Vanila setiap kali cewek itu datang ke rumahnya.

"Ma, kenapa sih, si Vanila itu ke rumah kita terus? Mario males lihat mukanya."

"Kok males? Memangnya muka Vanila kenapa?" tanya Mamanya.

"Mario nggak mau main sama dia, Ma. Masa Mario main sama cewek, sih!"

"Sesekali kan nggak apa-apa kalau kamu main sama Vanila. Kasihan loh dia nggak punya temen."

"Nggak mau. Masa main masak-masakan sama main boneka, emangnya Mario cewek?"

Mamanya tidak menyela lagi. Meskipun sudah berkali-kali mengingatkan Mario agar mau bermain dengan Vanila, anak sulungnya itu tetap menolak mentah-mentah. Aneh... memangnya apa yang salah dengan Vanila? Selama yang dia tahu, Vanila anak yang baik kok.

Begitu pula ketika keduanya mulai menginjak remaja. Mario tumbuh menjadi anak laki-laki yang mudah bergaul dan punya banyak teman. Sementara, Vanila masih berada di titik yang sama. Punya teman yang sama kuper-nya. Yang kerjaannya hanya membaca, belajar, dan kurang beradaptasi dengan lingkungan anak gaul.

Vanila Love#RemembertheflavorDonde viven las historias. Descúbrelo ahora