Babak 2 - Mendekat

154 23 30
                                    

Sometimes we meet a person who just clicked to us

We are comfortable with them, like you have known them in your whole life

We do not have to be anyone or anything

So we choose to be friends.

-=.=-

Ini gila!

Satu kelas dengan Rezvan? Not a chance! Rasanya aku ingin melayangkan petisi untuk memindahkan Rezvan ke kelas lain. Tapi itu adalah hal konyol mengingat alasanku adalah karena aku tidak ingin satu kelas dengan pria aneh tak tahu diri yang aku temui dua hari lalu itu. Aku benar-benar ingin menendangnya keluar.

Rezvan masih berdiri di depan kelas. Melakukan sesi perkenal dirinya dan sesi tanya jawab dari seluruh warga kelas yang terlihat tertarik dengan murid asal Canberra itu. Namun, dari semua orang yang ada, aku menemukan Kirta yang memandang Rezvan dengan tidak biasa. Tatapannya memuja. Apa dia menyukai Rezvan? HAH! Jangan bercanda!

Lagi pula tidak ada yang menarik dari Rezvan. Okay, let me think. Aku memandangi Rezvan lalu menilainya. Dia tergolong tinggi dengan postur tubuh atletik. Rambutnya hitam tebal dibiarkan berantakan. Kulitnya tanned. Entah karena memang bawaan lahir atau dia terlalu sering terpapar panas matahari. Harus aku akui dia memiliki wajah cukup tampan. Suaranya yang dalam cukup menggoda. Yah, setidaknya aku berusaha objektif dengan penilaianku. Tapi itu tidak cukup menghentikanku menilainya sebagai laki-laki pengoceh tak tahu diri itu.

Kepala Sekolahku, yang secara khusus mengatar Rezvan ke kelas, memersilahkan Rezvan duduk di bangku yang sudah kosong selama beberapa bulan ini. Rezvan mengangguk kemudian segera berjalan ke arah kursi di belakangku. Tapi kemudian dia menghentikan langkahnya tepat di sampingku.

"We meet again, Miss."

Demi Tuhan! Aku tidak bisa membayangkan bahwa aku akan menghabiskan dua tahun masa SMA yang berhaga dengan pria aneh tak tahu diri seperti Rezvan. Terlebih dia mengambil bangku milik Kin! Aku tidak menyukainya!

-=.=-

Sudah beberapa hari ini Rezvan menjadi sandera Kirta. Bersama kawanannya –Ailin dan Litta, tentunya. Mereka menawarkan diri menjadi pemandu yang akan menjelaskan detail tentang sekolah ini hingga mengajaknya ke kantin dan memerkenalkan menu andalan yang ada. Tawaran itu hanya bersifat sebelah pihak karena sebelum Rezvan sempat menyetujui, Kirta sudah menyeretnya.

Well, sebenarnya aku cukup berterimakasih karena dengan begitu aku tidak perlu menghadapi Rezvan. Beberapa kali dia terlihat mencoba untuk mendekatiku untuk memberikan ocehannya sebelum akhirnya dia digiring menjauh oleh Kirta.

Belum sempat aku duduk di atas apron, seseorang masuk secara tiba-tiba. Suara dobrakan pintu itu cukup membuatku kaget. Pelakunya berlari ke arahku lalu segera menjatuhkan beban tubuhnya di anak tangga panggung ini. Napasnya memburu. Seragamnya basah oleh keringat.

"Kenapa kamu tidak bilang kalau ada seorang maniak di kelas kita?"

Alisku menyatu. Tidak mengerti apa yang dia bicarakan. Lalu aku menanyakan siapa yang dia maksudkan dan kenapa dia terlihat kacau seperti ini.

"Aku melarikan diri dari Kirta. Dia maniak yang aku bicarakan."

Aku ingin tertawa dan aku tidak bisa menahannya. Tawaku terlepas begitu saja. Sumpah! Ini lucu! Kirta, everyone's lovely girl turns out to a maniac.

"Jangan tertawakan aku! Dua minggu ini aku sudah cukup tersiksa dengan menjadi tawanan Kirta and her pack."

"Mereka tertarik sama kamu."

Pemeran UtamaOnde histórias criam vida. Descubra agora