Worst Pain

362 26 2
                                    

Uzma melihat jam tangannya, ia sudah menunggu sekitar lima belas menit, tapi sang lelaki tercinta belum muncul juga. Uzma memerhatikan meja di depannya, berisi para wanita cantik dan seksi. Beberapa berpakaian kantor dan beberapa wanita lagi memakai gaun malam, sama seperti Uzma.

Masih saja para wanita beradu keunggulan akan profesinya masing-masing. Cibiran merendahkan status sosial juga terdengar dari bibir merah dan seksi mereka. Uzma terus mendengarkan cerita kemewahan alias pamer ini-itu yang keluar dari lima wanita cantik di sana. Sesungguhnya tak perlu mencibir orang lain karena kemudahan yang kita dapati. Update status meeting sana sini, sibuk kerjaan tak tertangani dan hampir modar karena harus menangani klien yang berganti-ganti. Uzma menghela napas panjang dan tertunduk.

"Sayang..." Tiba-tiba suara berat seseorang membuyarkan lamunan Uzma.

"Ooh..." Uzma tercekat.

"Let's go from here." Zein segera menggamit lengan Uzma dan mengajaknya keluar dari restoran. "Kita cari tempat lain," sambung Zein cepat begitu melihat gelagat Uzma yang ingin berkata.

Uzma terdiam. Ia hanya mengikuti langkah Zein menuju kasir dan memberikan beberapa lembar uang lalu segera beranjak pergi.

Zein menoleh pada Uzma dan segera mengancingkan seat belt begitu melihat Uzma hanya terdiam. Tangan Zein terulur dan meraih wajah sang kekasih. Ia menatap Uzma dan mencium bibirnya singkat.

Uzma tentu terkejut dengan serangan itu dan Zein dengan cueknya segera menghidupkan mesin mobil lalu menjalankannya menuju sebuah restoran taman.

"Kita dinner di sini. Kamu tidak akan mendengarkan suara-suara kesombongan. Mungkin akan terdengar tawa dari pengunjung yang sedang merayakan pesta namun pasti tidak akan mengganggu." Zein tersenyum.

Uzma tersipu. Sebagai jawaban atas perkataan Zein, Uzma mengeratkan gengaman jemari mereka.

Tempat makan di taman ini sungguh sejuk dengan pendingin alam, suara gemericik air dari kolam-kolam buatan menambah kenyamanan. Jarak antara satu gubuk makan dengan gubuk lainnya sekitar empat sampai lima meter dan jarak yang kosong itu diisi oleh kolam buatan atau taman kecil.

"Aku suka. Tempatnya bagus," ujar Uzma.

"Aku tahu," bisik Zein. Ia membelai lembut rambut sang wanita lalu menyuapkan irisan kecil tempe goreng ke mulut Uzma.

Beberapa kali Uzma menyeka keringat yang hadir di wajah tampan sang lelaki. Zein kepedasan, ia memang suka makanan pedas, menurun dari sang papa.

"Full, aku kekenyangan," ucap Zein. Ia meluruskan kakinya dan bersandar pada dinding bambu lesehan.

Uzma terkikik kecil melihat Zein. Lelaki itu memegang perut sambil mengelap peluhnya. Uzma memerhatikan Zein yang masih sibuk dengan wajahnya. Bulu halus sekitar wajahnya mulai menghitam, Zein memang termasuk lelaki yang malas bercukur. Usapan itu beralih ke leher lalu ke dada. Zein membuka dua kancing bagian atas kemejanya sambil beberapa kali mengipas.

"Masih kepedasan? Aku minta air hangat, ya..." ucap Uzma.

Zein mengangguk, ia menggigit bibir bawahnya yang memerah. "Masakan nusantara memang membuatku ketagihan. Sayangnya Mama kurang bisa memasak makanan nusantara. Aku ingin kamu bisa memasak rendang, gulai, sambal ijo atau merah, tumis dan lain-lain. Tapi aku kurang suka santan, membuatku ngantuk. Hahaha... padahal rendang dan gulai memakai santan. Ckckck..." Zein tertawa dan menggelengkan kepalanya.

Uzma tersenyum dan mengangguk, hatinya berbunga-bunga.

Setelah dirasa cukup lama mereka berada di restoran dan dilanjutkan dengan berjalan-jalan di taman, mereka segera menuju mobil karena malam semakin larut dan dingin.

Miss You LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang