Wusss wusss wusss

Fitri mengibaskan kipas tangan yang digenggamnya dengan cepat ke wajahku, membuat anak-anak rambutku berterbangan. Surabaya tiap hari makin panas dan semakin panas melihat adegan disebrang sana. Kibasan kipas Fitri semakin kencang menerpa wajahku. Tak lama kemudian saat kulihat pasangan baru itu menjauh pekikan keras berserta hembusan nafas kasar kukeluarkan untuk meredam emosiku.

"Ngeselin!".

"Yah memang nyebelin!". Sambung Fitri. Arrrgghhh Si Fitri bukannya nenangin malah ngomporin. Akhirnya aku menjerit histeris di bangku taman yang ada di belakang fakultasku. Mengabaikan tatapan aneh orang-orang yang melewati taman ini.

"Hiks... Fitrii.. Sakit.. Fit Sakit!". Aku kembali menjerit histeris.

"Naya! Orang kayak gitutuh gak pantes ditangisin Nay?".

Sedangkan aku masih histeris sambil menutup wajahku menggunakan kedua tanganku. Aku menggigit bibir bawahku, pada kenyataannya memang benar. Aku sakit hati. Fitri dengan sabar menepuk-nepuk punggungku.

"Kenapa dia tega banget sih Fit?". Temanku yang satu ini cuma diam tetapi masih setia menepuk-nepuk pelan punggungku.

"Bilang apa gitu Fit nenangin gue?". Ucapku pelan, masih terisak.

"Aku gak bisa bilang apa-apa Nay? Inikan Pilihanmu sendiri, bukankah aku sudah mengingatkan bahwa Arnantha itu Play boy? Terus kalo kayak gini aku harus gimana? Percuma aku nasehatin kamu tapi ujung-ujungnya gak kamu pakek?!". Ujar Fitri.

Benar! Ini semua salahku sendiri. Tapi hatiku selalu saja menang melawan otakku, aku tetap memilih cinta pertamaku ketimbang kebenaran yang ada. Aku tetap mencintai Arnan meskipun aku tahu dia play boy, dua tahun aku menjalin hubungan dengannya dan selama dua tahun tidak sedikit juga air mata yang aku keluarkan. Dan sekarang kami udahan, aku kira dengan begitu hidupku bisa tenang tapi apa? Baru beberapa Minggu kita putus Arnan sudah menggandeng wanita lain?

"Kamu harus Move On Nay? Masih banyak kok cowok diluar sana yang lebih ganteng dan lebih kece dari Arnantha?".

"Tapi aku maunya Arnanthaa?". Rengekku pada Fitri setelah tangisku mulai reda. Kulihat Fitri mulai sebal kemudian mengangkat bahunya acuh, ia berjalan meninggalkanku sendirian.

"Fitriii...".

"Manja banget sih! Ayo cepetan udah telat inii". Ucapnya gemas kemudian menyeretku pergi dari taman.

Beberapa kali aku menguap mendengarkan penjelasan dari Pak Bambang dosen mata kuliah pendidikan pancasila. Aku merutuk dalam hati, bicara politik terus? Kenapa gak masuk parpol aja sih? Kok milih jadi dosen?

Terkadang aku juga bingung, semua bisa mengomentari apa yang terjadi pada negeri ini. Tapi tidak mau berartisipasi dalam menjalankan pemerintahan? Nah loh? Jadi mikirin politik! Duh pak Bambang!

"Aduh!". Aku mengusap kepalaku pelan, sialan ini anak emang selalu bikin ulah. Aku menengok belakang sudah siap dengan berbagai macam semburan yang siap kuluapkan pada cowok resek didepanku ini. Kulihat dia mengangkat bahu.

"Naya!". Aish! Sial! Aku menoleh kembali kedepan dengan pelan, memasang senyuman paling manis dan paling lebar menampakkan gigi putihku yang rapi.

"Iya saya Pak!".

***

Benar benar hari yang menyenangkan! Saking senangnya otakku terasa bobrok untuk mengingat semuanya. Kenapa semenjak aku putus dari Arnantha hidupku jadi gak tenang gini sih? Semuanya serba salah. Setelah tadi aku harus mendapatkan teguran dari pak Bambang yang mengira aku tidak memperatikan materinya-eh emang iya sih. Ini karena ulah Raka yang dengan segaja memukul kepalaku dengan spidol yang membuatku naik pitam dan sekarang aku harus mendapat rentetan kalimat indah dari manajer caffe tempatku bekerja. Karena kebanyakan melamun aku jadi terpeleset dan jus yang aku bawa tumpah mengenai pelanggan.

"Ini peringatan pertama Nay.. Kamu kalo ada masalah diselesaiin jangan kamu bawa sampai ketempat kerja kayak gini....". Dan masih banyak lagi. Yang aku lakukan hanya sesekali mengangguk, seraya berkata 'iya saya mengerti mbak' ,'maaf', 'iya'.

Setelah tigapuluh menit yang mengesankan yang diisi dengan nasehat Mbak Dewi selaku manajer sekaligus pemilik caffe ini akhirnya aku diijinkan... bukan sebenarnya masih diijinkan untuk kembali bekerja disini, karena mbak Dewi dengan tegas menyuruhku pulang untuk menata kembali fikiranku meskipun dengan iming-iming gajiku tidak akan terpotong jika aku libur hari ini. Tapi tidak! Jika aku pulang maka aku semakin kepikiran Arnantha dan pacar barunya.

"Nay.. Meja sepuluh!". Ucap Oka mengembalikanku ke bumi sambil menyerahkan secangkir Hot Americano padaku.

"Hati-hati!". Ucapnya yang kubalas satu jempol padanya. Aku segera berjalan menuju meja sepuluh sesuai perintah Oka tadi. Kulihat disana ada seorang pria yang duduk membelakangi arahku.

"Hot Americano selamat menikmati!". Senyumku seketika luntur secara perlahan melihat siapa yang ada didepanku saat ini. Kulihat dia tersenyum.

"Hai... Shenaya!". Ucapnya yang membuat darahku berdesir.

***

Tbc

Don't Forget to Vote and Coment....

The POLiCE Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt