22: Bentou^.^

Mulai dari awal
                                        

Shafa tak sengaja melihat ke arah Lusi. Pandangan mereka bertemu alhasil.

"Ada yang salah ya sama gue? Apa? Apa?" tanya Shafa keburu panik. Lusi tak menggubris, ia hanya menggeleng lemah dan melepaskan tatapannya dari Shafa setelah itu.

Shafa mencoba untuk tidak begitu peduli dengan penampilannya, seperti biasa. Ia pun segera menduduki kursi di samping Lusi. Mata Shafa tak sengaja melirik ke arah luar kelas, air mukanya berubah seketika, batang hidung guru yang kan membina ekstrakulikuler Kelas Kesenian kali ini sudah terlihat.

Namun sebenarnya bukan itu yang Shafa lihat, melainkan ke arah seorang siswa berseragam club basket SMA-nya dengan wajah yang tak asing di mata.

Siswa itu berjalan di belakang guru tersebut, ia tersenyum dan menaikturunkan kedua alisnya menatap Shafa. Shafa hampir terlonjak karena itu.

Siswa itu masih melempar senyum genit-nya pada Shafa. Shafa tak bisa lagi menahan tawa, maka tertawa kecil lah Shafa sekarang. Shafa sedikit menutup mulutnya dengan dasi, takut gurunya itu mengira Shafa menertawainya.

Ketakutan Shafa benar terjadi, guru itu melihat kelakuan Shafa. Bahu Shafa yang naik turun tampak sangat jelas di mata guru berusia 38 tahun itu. Ia pun berhenti dan menatap tajam ke arah Shafa. Di detik yang sama, Shafa menghentikan tawanya, wajahnya mendadak datar.

Guru yang biasa dipanggil murid dengan 'Bu Tari' itu pun menoleh ke balik punggungnya. Lalu mendapati seorang siswa tampan, member ekstrakulikuler basketball, tengah berdiri tegak dengan penuh hormat. Ia pun berbalik lagi menatap ke depan, lebih tepatnya ke arah Shafa yang kini tengah berusaha tidak ingin terlibat. Shafa takut guru yang dikenal kurang bersahabat dengan murid itu menariknya ke ruang BK hanya karena kesalahpahaman semata.

Bu Tari kini melepas tatapannya kepada Shafa, ia berjalan memasuki kelas dengan langkah yang terkesan ellegant. Shafa menghembuskan nafas lega, kemudian menyempatkan diri untuk melihat siswa yang mengundang tawaan tadi. Shafa masih memperhatikan siswa itu, dan sebaliknya siswa itu juga memperhatikannya, langkahnya tak diteruskan. Shafa tertawa lagi akhirnya, siswa itu berlagak seperti kera untuk meledek Bu Tari. Tidak berlangsung lama, tingkahnya itu keburu diketahui Bu Tari.

Siswa itu langsung saja terkesiap. Ia mengambil langkah secepat peluru meninggalkan area tersebut. Shafa sedikit menarik kepalanya ke belakang, siswa itu sempat memberinya satu kedipan sebelum lari. Shafa tersenyum geli seraya menggeleng.

"Willy.. Willy." decaknya.

•••

      Kelas Kesenian hari ini sudah berakhir. Materi hari ini adalah menari. Shafa keluar dari toilet siswi, dia baru selesai membersihkan wajahnya dengan air keran. Ikat rambutnya dibuka, poninya basah, bentuknya tak karuan. Namun tidak menghilangkan aura cantik Shafa. Tidak sama sekali.

Shafa terhenti di ambang pintu toilet. Shafa memanjangkan lehernya melihat ke sisi kiri dan kanan, hari Sabtu selalu sepi, tak seramai hari biasa. Sebab tak semua murid SMAN 77 Jakarta mau mengikuti kegiatan tambahan seperti dia. Shafa melangkah sekali, pandangannya kembali diedarkan. Penglihatannya sengaja dipertajam melihat ke arah lapangan basket. Sepi. Tidak ada yang berlatih basket disana.

Shafa melepas tatapannya dari lapangan. Kaki jenjangnya mulai melangkah menuju suatu tempat, kemana pun kakinya ingin pergi. Seperti biasa, Shafa berjalan sembari memegang erat tali tas gendongnya. Langkahnya ditendang-tendang malas, wajahnya tak seceria biasanya. Shafa tengah kelaparan.

Shafa melirik ke sisi kirinya. Pagar kantin terbuka, banyak siswa-siswi lain di dalam sana. Shafa menunduk lesu, tidak ada Gea untuk digandeng ke kantin. Shafa tidak pernah mau pergi ke tempat ramai tanpa Gea. Shafa tidak ingin wajahnya terlihat banyak orang. Oh, iya, kemana Gea?

The WorstTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang