10

2.5K 329 1
                                    

"Pada akhirnya kita melanggarnya," ucap Sam.

"Huh? apa maksudmu?" tanyaku.

"Kita sama-sama memperlihatkan diri di hadapan mereka," jawabnya.

Aku tertawa singkat. "Yeah... mau bagaimana lagi." Aku diam sejenak untuk memikirkan Luce ketika dia akan bunuh diri. "Saat itu Luce ingin bunuh diri, jadi aku menghentikannya. Tapi aku malah membuatnya kembali ke istana dan membunuh semua orang," jelasku.

Kulihat dari sudut mataku Sam melihat kakiku. "Kau sudah bisa berjalan kan?" tanyanya. Beberapa saat yang lalu dia menyembuhkan kakiku dengan sihir hitamnya.

"Sam," panggilku.

"Ya?"

"Kau tau kenapa sihir kita bisa menyatu?"

Sam merapatkan bibirnya kemudian menggeleng. "Ayah maupun kakekku tak pernah ada yang memberitahuku soal itu."Kemudian dia tersenyum. "setidaknya aku tau alasan kakek membaca buku tentang penyihir dengan kekuatan langka," lanjutnya.

Aku menghela napas dan menyandarkan kepalaku ke pohon di belakangku. "Aku dan Luce sama. Mungkin di zaman kita kekuatan seperti milik Luce sudah tak ada, tapi aku seperti duplikatnya," kataku. "Memiliki kekuatan besar yang sulit dikendalikan, dan sama-sama jatuh cinta pada seorang iblis." 

Sam tersenyum padaku dan memelukku dengan erat. "Kau tau aku tak bisa meninggalkanmu begitu saja. Meninggalkan seseorang yang benar-benar sudah tertancap di hatimu begitu dalam, entah bagaimana rasanya," kata Sam.

"Aku selalu di pihakmu, Sam. Sampai kau menjadi seorang Raja, aku akan selalu ada di pihakmu," ucapku pelan.

Kurasakan sebuah kehangatan di leherku. Sam menyembunyikan wajahnya ke leherku. Lalu tiba-tiba kurasakan sesuatu yang basah mengalir disana. Sam menangis dalam diam. Namun sesekali isakannya masih bisa kudengar. Dia memelukku semakin erat. Kupikir aku tau apa yang sedang dirasakannya sekarang. Menjadi seorang Raja... tidaklah mudah. Mungkin selama ini dia menyembunyikan identitasnya hanya untuk mengetahui mana orang yang pantas untuk dia percayai. 

"Tetaplah di sampingku, Fallen," ucapnya pelan.

Aku diam sejenak, menghela napas dan mengusap puncak kepalanya. "Tanpa kau minta pun aku akan selalu ada di sampingmu," balasku. Kurasa... kejadian kali ini membuat jarak kita dekat kembali. Kita takkan pernah tahan jika saling menjauh.

Sam melepas pelukannya. Aku menangkup wajahnya dan mengusap sisa air matanya dengan ibu jariku, lalu mengecup bibirnya. "Aku tau kau bisa mengatasi semua masalah ini. Anggap saja itu salah satu latihanmu sebelum kau menjadi Raja. Jika... jika Tuhan tidak mengizinkanku untuk tetap bersamamu, setidaknya ingatlah aku sebagai seseorang yang pernah menjadi sesuatu yang amat penting dalam hidupmu," kataku dan tersenyum. "Pimpinlah rakyatmu sesuai dengan caramu sendiri. Jika terjadi sesuatu padamu, ceritakanlah padaku agar aku bisa membantumu," tambahku.

Semua orang pasti punya keinginan. Entah itu keinginan yang sederhana ataupun yang mustahil untuk diwujudkan. Tapi itu semua bukan tentang sulit mudahnya keinginan itu untuk diwujudkan, tapi cara kita mewujudkannya. Sesulit apapun, jika kita punya niat besar, keinginan itu pasti bisa terwujud. Aku dan Sam punya keinginan besar yang sama. Agar kita masih bisa terus bersama sampai tua nanti. Kami akan terus berusaha dan mencari banyak cara. Takdir memang tak bisa kita ubah namun, masih ada waktu untuk mengubah masa depan.

"Well, sebaiknya kita pergi menemui orang tuamu," kata Sam akhirnya.

"Aku takut pertemuan mereka tak seperti yang kubayangkan," kataku.

"Yaah... kita akan melihatnya nanti." 

Sam mengeluarkan jamnya dari saku jaketnya dan kami mengucapkan mantra yang sama seperti sebelumnya. Sesaat setelah kilauan-kilauan cahaya memenuhi pandangan kami, kami sudah berada di perbatasan kota bangsa iblis dan penyihir. Aku melihat di ujung jalan ada seorang wanita berjalan sendirian. Aku memicingkan mata.

FALLEN (the Fiery Passion)#3Where stories live. Discover now