Journal : (8) Baru Dimulai

Start from the beginning
                                    

Oh, ya, maksudku 'kami' pulang adalah, kita bertiga SEMOBIL, aku, Kurt, dan RICO, karena DIPAKSA oleh si CURUT. Okesip.

Hillary, terakhir dari kelima bersaudara. Emosinya sering meledak dan dia juga maniak permen. Baru-baru ini masuk TK dan baru kutahu juga Bibi Greeta ternyata pengasuhnya. Ck, wanita lemper itu ternyata bisa mengasuh anak kecil ya?

"Tibby lama!" teriak Hillary dari balik pintu ketika aku sampai di mansion mereka.

"Cie nungguin," godaku sambil menyeringai.

Anak ini memang benar-benar manis jika kau tahu bagaimana cara memperlakukannya. Dan aku setiap hari melakukan itu; mengajaknya bermain, karaoke di ruang keluarga, digendong di pundak, dan banyak lagi. Bibi Greeta mana bisa melakukan hal itu, dia terlalu tua dan gendut sementara pekerjaan mengasuh anak kecil sangat sulit.

"Tibby, Hill mau dibikinin es krim."

"Masih pagi, Hilly, gak bagus buat lambung kamu."

"Ah! Pokoknya mau!"

"Oke," aku mendesah, berjongkok seperti biasa. "Nanti siang kita main, oke? Just you, and me."

"Benarkah?" Hillary terlihat tertarik, dia menyentuh pipiku, "Tibby gak boong kan?"

"Engga."

"Bener?"

"Iyaaa."

"Boong kaliii."

"Ya ampun," kataku sambil tertawa.

Hillary benar-benar hilarious!

*

"Hm."

"Apa?"

"Gak."

Aku menggerutu sesaat, berusaha tidak mengacuhkan Landon yang sekarang mengirimkan tatapan setannya dari meja dapur. Sejak kejadian beberapa hari yang lalu aku jadi menjauhinya. Aku bisa gila jika spesies seperti dia ada di dekatku. Atau aku bisa mati jika meladeninya.

"Apapun yang ada di otak udang lo. Gue harap gak seburuk itu imej gue di pikiran lo," kata Landon, dengan gerakan ringan dia menghempaskan tubuhnya di salah satu tempat duduk pantry yang terhubung ke ruang makan.

"Jadi lo mikirin gimana pendapat gue tentang lo?" tanyaku iseng, jarang sekali ada orang yang memikirkan baik buruknya dia dalam pikiranku.

"Hm? Intinya seperti itu."

Damn. Aku tidak menyangka jawabannya seperti itu.

"O ... oh," aku mengaduk cairan sarden dengan susah payah.

"Lo dateng ke pesta Diska?" tanya Landon lagi-lagi tidak kuduga.

Bagaimana dia tahu Diska? Landon kan anak Nusa Bangsa kelas 12 yang sedikit lagi lulus.

"Semua orang tahu itu meski gue udah kelas 12," suara Landon terasa semakin dekat dari punggungku, aku hampir menjatuhkan sarden saat tiba-tiba dia menepuk pundakku.

"Jangan datang ke sana, Tibs."

Tenang Tibby, tenang. Itu hanya suara Landon yang ada di belakangmu dan menepuk pundakmu. Oh ya, hanya wangi parfumnya, bukan berarti jantungmu mulai berfungsi lebih cepat dari biasanya.

Aku harus bisa menguasai diri.

"Ke ... na ... pa?" tanyaku susah payah karena sekarang Landon berdiri di sebelahku, masih sibuk dengan bacaannya sementara lengan lainnya bertumpu di bahuku. "LO BERAT, SANA."

"Oups, lupa."

Landon nyengir. Dia nyengir. Cowok salju yang biasanya bertampang datar itu NYE-NGIR.

ST [4] - Tibby's JournalWhere stories live. Discover now