Goyah

7.7K 41 5
                                    

Rana POV

Aku dan Ravi kini duduk berdampingan di pelaminan. Meski konsep acaranya tasyakuran tapi sesi ramah tamah dan berfoto bersama dengan para tamu tetap dimasukkan dalam acara ini. Keluarga kami sebenarnya ingin menggelar acara pernikahan yang intim dan tidak mengundang banyak orang, namun ternyata kolega kedua orang tua kami tetap banyak yang berhadir meski undangannya secara lisan saja, mengingat keterbatasan waktu persiapan pernikahan.

“Na.” Ravi menyapaku pelan. Setengah berbisik. Hampir saja muka kami bertabrakan ketika aku menoleh ke arahnya. Ternyata ia juga memutar sedikit kepalanya ke arahku. Mukaku memerah beberapa saat.

“Ini.” Tangannya menyodorkan sesuatu ke tanganku. Aku menerimanya dengan tatapan bertanya-tanya. “Sebentar lagi kita akan menerima tamu-tamu, pastinya akan sedikit lama dan menguras tenaga. Pakailah sapu tangan itu untuk melap keringatmu." Sambungnya menjelaskan tujuannya.

Aku menganggukkan kepalaku seraya menerima benda pemberiannya itu; sehelai sapu tangan berbahan katun dengan sulaman bunga di pinggirnya, di salah satu sudutnya ada inisial RV dengan gambar hati ditengahnya yang disulam dengan benang warna merah hati. Dua buah huruf serta ikon hati itu terlihat lebih menonjol dari sulaman bunganya.

“Terima kasih.” Balasku pelan tanpa melepaskan pandanganku dari inisial RV itu. Apakah ini kependekan dari Ra-Vi? Atau singkatan dari nama panjangnya? Nama panjang Ravi apa, ya? Lalu kenapa harus ada tanda ‘love’ diantara dua buah huruf itu? Duh, kenapa aku jadi pusing gara-gara inisial misterius itu. Inisial ini benar-benar merusak mood-ku. Aku merutuk dalam hati.

“Rana, Ravi, siap-siap ya. Saatnya salam-salaman dengan tamu-tamu.” Ibu menyentak lamunku yang sedang berkelana ke antah-berantah.

Aku dan Ravi mulai berdiri. Kugenggam erat sapu tangan pemberian Ravi dan berusaha menepis semua fikiran buruk yang tiba-tiba muncul di kepalaku. Sejak kapan aku menjadi sangat insecure seperti ini? Apa yang tengah aku fikirkan? Lagi dan lagi aku merutuki fikiranku.

“Selamat ya, Na. Semoga rumah tangga kalian penuh kebahagiaan dan keceriaan.” Suara itu menghentikan fikiran-fikiran liarku tentang sapu tangan berinisial R Love V. Pemilik suara itu kini berdiri tepat di hadapanku. Dua bola mataku tertuju penuh padanya. Aku tidak tahu apa yang harus kuperbuat. Aku hanya bisa diam membisu.

Tidak! Jangan bilang kalau ini nyata. Ini tidak sesuai dengan cerita cinta yang pernah kutulis dalam diary-diaryku. Pasti orang ini tengah berimprovisasi dan menyalahi skenario. Atau mungkin ia ingin bercanda denganku agar aku menegur kecerobohannya? Dia yang harusnya berdiri di sampingku disini, bukan malah berdiri di depanku, menyalamiku dan mengucapkan selamat menikah.

Aku masih mengikuti jejaknya sampai ia hilang dari pandanganku. Oh, Tuhan, kenapa dia pergi tanpa membawaku bersamanya?

Untuk beberapa saat aku lupa kenapa aku berdiri disini. Kehadirannya telah merebut seluruh perhatianku.

Aku goyah dan kembali seperti Rana yang dulu.

***

Bukan Siti NurbayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang