Part 2

12.2K 904 48
                                    

Zeeva

Mentari yang cerah mengawali hariku. Selesai mandi dan berpakaian. Aku bercermin di meja rias mengoreksi tatanan make up ku. Aku mengedipkan sebelah mata melihat hasil yang sangat memuaskan. Hatiku sedang gembira karna ingin bertemu dengan Gadis mungil yang menggemaskan itu. Aku sudah tidak sabar. Rasanya seperti aku sedang ingin bertemu pacar saja, sungguh aneh kan.

Selama 26 tahun ini aku masih sendiri. Menikah bukanlah target impianku. Kenapa aku berpikiran seperti itu karena setelah menikah nanti mengharuskan untuk berkomitmen seumur hidup dan kebebasanku pun terancam. Suamiku pasti akan melarang dan menyuruhku untuk meninggalkan karir ku sebagai model. Oh! No! Aku tidak mau! Susah payah aku sampai tahap ini. Semuanya akan hancur seketika jika aku menikah, apa lagi mempunyai anak. Sudah ku bayangkan bagimana tubuhku kelak setelah melahirkan.

Namun aku juga bingung dengan diriku ini. Semenjak melihat Aira, aku seolah menginginkan seorang anak. Tapi aku tidak mau menikah dan melahirkan. Apa aku meminta Aira saja pada orangtuanya mungkin saja di beri. Pemikiran gilaku muncul, mungkin suatu saat nanti akan aku cobanya.

Ku kemudikan mobil Audi R8 ku menuju sekolah Aira. Aku bersenandung mengikuti alunan musik dari dvd mobilku. Hari ini aku memakai rok span hitam diatas lutut dan juga blouse putih. Rambut gelombang ku gerai.

Aku memakirkan mobil di pinggir jalan, sekeliling sekolah sudah sepi. Ku lihat dari dalam mobil Aira sedang duduk di post satpam sambil memangku kucing yang kemarin di tolongnya.

Aku tertawa ringan sembari mendekatinya. Memakai high heels setinggi 5 cm tidak membuat langkah ku lambat mungkin sudah terbiasa di catwalk. Aira mengenakan pakaian muslim bergambar Frozen, hijabnya pun pas di kepala kecilnya. Lucu sekali.

"Aira" panggilku.

"Tante!! " sahutnya girang. Satpam itu pun ikut tersenyum.

"Siang, pak." Sapaku pada Satpam.

"Siang, mbak"

"Sekolah sudah sepi ya, pak"

"Iya mbak, sudah pada pulang sekarangkan hari jum'at jadi cuma sampai jam setengah sebelas saja." Aku beroh ria. Ketepatanku masalah waktu patut di acungi jempol. Bisa saja kan Aira sudah pulang kalau aku telat datang sedetik saja.

Aku mencium pipi Aira, gemas. "Aira, cantik sekali pakai kerudung"

"Kata ayah Aila memang cantik, tante" mendengar Aira memanggilku tante, membuatku berpikir apa iya aku sudah tua untuk dipanggil 'kakak' keluhku dalam hati.

"Aira memang cantik, secantik bidadari" Aira tersenyum malu. "Jangan panggil tante ah, kalau kakak bagaimana?"

"Memangnya kenapa?" Jangan kamu pasang wajah polos mu Aira. Huft, aku mati kutu harus menjawab apa. Masa aku jawab itu panggilan terlalu tua untukku. Aku menghela nafas.

Aku jadi salah tingkah apa lagi Pak Satpam memperhatikanku seperti menunggu jawabanku. Aku menghela napas, "Terserah Aira saja mau memanggil apa, tante juga boleh" Aku meringis sendiri.

Aku duduk disebelahnya. "Aira belum di jemput?"

"Belum"

"Oh, itu kucingnya kok dibawa ke sekolah, apa tidak di marahi guru?"

"Aila tidak di izinin membawa pulang si Belang sama ayah." Ia merenggut. "Jadi mang ludi yang melawatnya, tadi Aila juga maksa mang ludi buat bawa kesini. Aila kangen si Belang" ucapnya nyengir.

"Namanya Belang ya." Ku elus kepala si Belang. "Kalau mang Ludi siapa?" Tanyaku.

"Itu nama saya, mbak. Sebenarnya nama saya Rudi, tapi Aira belum bisa ngomong huruf 'R' jadi mang Ludi" celetuk pak Rudi yang sedang duduk di dalam post satpam sambil tertawa.

The LiFe (GOOGLE PLAY BOOK & DREAME/INNOVEL/MARIBACA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang