part 2-Tutor

16.4K 531 13
                                    

Shabrina membeku di tempat ketika melihat senyuman itu. Senyuman dari bibir Arsyad yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Senyuman yang tidak pernah satu kalipun diberikan laki-laki itu, untuknya. Selama ini yang diberikan Arsyad padanya hanyalah sebuah tatapan sinis dan bibir yang mencibir ketika bertemu atau berpapasan dengannya. Maka dari itu, Shabrina tengah berpikir keras saat ini. Apakah mungkin, saat sedang menyusuri jalan disekitar sini, Arsyad membuang sampah sembarangan, sehingga dia dirasuki oleh arwah penunggu jalan sekitar? Atau… Arsyad….

            Shabrina menggeleng tegas ketika memikirkan gagasan tersebut. Dalam hati, gadis itu tersenyum geli. Kalau apa yang baru saja dipikirkannya diketahui oleh Arsyad, bisa-bisa laki-laki itu akan mengomelinya.

            “Shab, gue nggak tau apa yang lagi lo pikirin tentang gue sekarang sampai-sampai lo ngeliatin gue dengan tatapan aneh begitu! Biar semua jelas dan lo nggak berasumsi yang aneh-aneh, gue nggak lagi kerasukan setan manapun karena buang air kecil sembarangan!” gerutu Arsyad langsung. Senyuman itupun menghilang dari bibirnya, berganti dengan tatapan mata yang tajam dan sinis. Shabrina kontan melongo mendengar gerutuan Arsyad tersebut.

            Eeeh, buseeet! Nih orang bisa baca pikiran gue! Kok dia bisa nebak sih kalau gue lagi nuduh dia abis buang air kecil sembarangan?

            Arsyad mendengus ketika melihat cengiran aneh Shabrina dan kembali menatap ketiga berandalan di depannya, yang sudah berdiri dengan tegak, meskipun di wajah mereka terdapat luka akibat pukulan keras Arsyad.

            “Pergi lo semua sebelum gue bunuh!” desis laki-laki itu dingin.

            Ketiga berandalan itu menatap Arsyad dengan pandangan takut, kemudian mereka langsung meninggalkan tempat tersebut sambil berlari.

            Arsyad mencibir, kemudian membalikkan tubuhnya. Terkejut, Shabrina langsung mengambil langkah mundur hingga punggungnya kembali membentur dinding di belakangnya. Arsyad yang melihat itu hanya menahan senyum sambil mendekati Shabrina. Jarak keduanya sudah sangat dekat sekarang. Shabrina menelan ludah. Dia bisa merasakan ujung sepatunya bersentuhan dengan ujung sepatu Arsyad.

            Arsyad merentangkan kedua tangannya dan mengurung Shabrina diantara rentangan kedua tangannya. Laki-laki itu memajukan wajahnya hingga dia bisa merasakan hangat napas gadis di depannya itu. Wajah Shabrina sudah pucat, namun Arsyad masih bisa merasakan hawa dan tatapan menantang dan membunuh dari Shabrina. Kalau saja saat ini Victor kebetulan melewati tempat ini dan memergokinya sedang ‘menyandera’ sahabatnya, Arsyad sudah bisa menebak bahwa umurnya mungkin hanya akan bertahan sampai hati ini saja.

            “Dulu, waktu kita masih kelas satu, gue masih berpikiran polos dan belum terlalu memusingkan tingkah laku lo yang menurut gue menyebalkan itu, Shab….”

            Shabrina menatap tajam mata Arsyad sebisanya. Kalau bukan karena dinding di belakangnya, yang membantu tubuhnya untuk tetap berdiri tegak dan mendongakkan kepalanya dengan angkuh kepada Arsyad, Shabrina pasti akan terlihat sangat lemah dan ketakutan saat ini.

            “Sekarang situasinya berbeda. Lo dan gue sama-sama udah kelas tiga, udah berumur delapan belas tahun, udah dewasa! Gue nggak akan menerapkan pikiran yang sama seperti yang gue terapkan waktu gue masih kelas satu dulu yang nggak terlalu ambil pusing sama sikap lo. Gue akan bikin lo tau bahwa lo telah mengibarkan bendera perang kepada orang yang salah, dari dulu sampai detik ini!”

            Shabrina terperangah tetapi gadis itu tidak menunjukkannya. Dia tetap menatap Arsyad dengan tatapan sinis dan tidak mengeluarkan sepatah katapun. Tiba-tiba, Arsyad meniup pelan wajah Shabrina, membuat gadis itu refleks memundurkan kepalanya kebelakang dan terbentur dinding. Shabrina mengaduh dan mengusap kepalanya pelan. Matanya menatap jengkel Arsyad yang sedang tersenyum miring kepadanya.

BESTFRIEND AND ENEMYWhere stories live. Discover now