Jealous??

588 26 2
                                    

Seperti kebiasaan Uzma, ia tidak langsung pulang saat pekerjaannya telah selesai. Uzma masih beramah tamah dengan anak-anak. Ia ingin memastikan bahwa anak didiknya memang pulang bersama keluarganya bagi yang dijemput dan bagi yang pulang sendiri Uzma selalu mengingatkan mereka agar langsung pulang ke rumah.

"Sayang," sambut seseorang yang dihampiri oleh Uzma.

"Thanks sudah menjemputku," sahut Uzma lembut.

Sang lelaki yang tidak lain adalah Zein segera membimbing Uzma masuk ke mobil. Setelah basa basi sebentar mereka segera berangkat menuju kantor polisi. Beberapa kali lelaki itu melihat wanita di sampingnya yang lebih banyak diam dengan pandangan tidak fokus.

"Sabar sebentar, Zein. Aku ingin bernafas dulu," pinta Uzma lembut. Ia membuka jendela mobil kemudian menghirup udara dari luar. Uzma berharap cara ini cukup ampuh untuk meringankan gejala pusing dan mual yang ia rasakan. Rasa mual itu begitu tiba-tiba datang saat mereka tiba di kantor polisi.

"Kamu kenapa, Sayang?" tanya Zein. Ia melihat jelas kegugupan pada diri sang kekasih.

Uzma menutup wajahnya dengan kedua tangan namun Zein meraih jemari Uzma dan menggenggamnya. Uzma sangat yakin lelaki itu bisa merasakan dingin pada jemarinya. "Aku... gugup. Jujur saja aku sudah stres duluan memikirkan bagaimana jasad om Soni yang sudah tidak utuh itu. Selain itu aku mikirin apa lagi yang harus ku lakukan sebelum besok, hari H pemakaman. Semua yang ku rencanakan rasanya buyar." Uzma menggigit bibirnya.

Zein menutup kaca mobil. Dengan lembut ia membawa tubuh Uzma dalam pelukannya, membelai rambutnya dan memberikan ketenangan. Bisa dirasakannya jantung Uzma berdentum keras saat ia meletakkan tangannya di dada sang kekasih. Wanitanya pasti deg-degan dan tegang pada apa yang akan dihadapinya nanti.

Zein segera berkoordinasi dengan sang kapten polisi. Ia berbicara cukup lama dan membiarkan Uzma gelisah di dalam mobil. Zein sengaja mengambil langkah itu agar semuanya tidak menjadi beban pikiran buat Uzma lagi. Ia bekerjasama dengan sang kapten agar mempermudah pengurusan segala administrasi dan pengambilan mayat sang paman.

"Halo Uzma, apa kabar?" tanya sang kapten pada Uzma saat mereka bertemu. Ia tersenyum kecil.

Uzma menjawab dengan sopan. Melihat senyum dan sapaan ramah sang kapten, hatinya terasa sedikit ringan. Bersama dengan Zein, sang kapten mengajak mereka ke sebuah ruangan tertutup.

Perbincangan yang terjadi ternyata memang tidak memberatkan Uzma. Para petugas cukup ramah dalam memberikan beberapa petunjuk seputar urusan administrasi dan pengurusan jenazah sang paman. Berkali-kali Uzma mengucapkan terima kasih atas kerjasama pihak kepolisian mengenai kejelasan tentang sang paman. Uzma merasa sudah selayaknya sang paman mendapatkan yang terbaik karena biar bagaimanapun Uzma merupakan satu-satunya keluarga yang diketahui keberadaannya selain Shania yang saat ini masih berada dalam pengobatan dan perawatan atas masalah kejiwaan.

*****

Prosesi pemakaman yang sederhana tanpa iring-iringan mewah atau ribuan pelayat meskipun Uzma atau sang paman merupakan keturunan atau memiliki aliran darah langsung dari pengusaha Sulaiman yang cukup terkenal dulunya. Tampak hadir beberapa kenalan keluarga, juga pak Melky dan sang istri, pasangan Adrien dan Sheila, Detra dan Mika, ibu kepala sekolah tempat Uzma mengajar dan tentunya Zein yang turut direpotkan dengan urusan Uzma.

Kesedihan yang mendalam tentu di rasakan oleh sang gadis. Berita-berita kematian tentang keluarga membuat ia terpukul. Sakit dan pedih. Uzma berusaha menerima kenyataan akan arti kehilangan keluarga sekali lagi. Ungkapan yang paling halus sekalipun tidak bisa mengurangi kesedihan yang dirasakannya.

Zein memaklumi kesedihan yang Uzma rasakan. Ia sadar mencucurkan airmata merupakan cara yang wajar untuk melegakan perasaan. Sejujurnya Zein tidak ingin Uzma merasa kehilangan dan kesepian. Namun ia juga tidak ingin melakukan hal-hal yang nantinya malah membuat kesalah pahaman di antara mereka.

Miss You LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang