***

63 4 2
                                    

Ah, senja kembali menyapa. Namun, kali ini sedikit berbeda. Senja kali ini ditemani rintik-rintik hujan yang membasahi atap rumah para pecandu rindu. Menghadirkan desir rintihan pilu yang menjadikan –aku- sebagai sosok pria lemah tak berdaya yang luluh serta ikut terbuai dalam lantunan merdu hujan di senja ini.

'Indah sekali senja kali ini, tak seperti senja yang biasanya,' gumamku dalam hati sembari terpana memandangi langit senja yang begitu jingga bercampur mendung kelabu serta jemariku yang menari di atas keyboard laptop dan sibuk mencari kata demi kata yang akan di ukir menjadi sebuah kalimat yang mungkin tidak semua orang akan memahaminya. Dengan pikiran yang melanglang buana, sambil sesekali menyesap kopi dengan perlahan yang baru saja aku buat dan masih begitu panas.

Seketika semua pikiran dan imajinasi yang sedari tadi aku kumpulkan perlahan sirna begitu saja."Bangsat!! Kenapa semuanya menjadi hilang? Aku lupa dengan apa yang aku pikirkan sedari tadi, sialan!!."Sontak aku mencaci diri sambil mengacak-acak rambutku dan sibuk memikirkan hal tersebut. Semua lenyap seiring senja yang hampir mengakhiri keindahannya, namun hujan masih tetap menghadirkan suara merdunya. Dan lagi, aku terdiam, merenung dan mencoba menerka apa gerangan hal yang bisa melenyapkan segala hal yang aku pikirkan sedari tadi.

Tetiba sepintas kilatan cahaya terbesit di langit senja yang mendung, 'ohh, sepertinya akan turun hujan deras,' kataku dalam hati, memperingati diri sendiri agar tidak keluar rumah. Kemudian aku mengambil handphone yang berada tepat disampingku, sekedar mengecek aplikasi LINE yang mungkin akan menemukan sesuatu yang aku cari-cari. Menggerak-gerakan jariku keatas yang memperlihatkan beberapa nama, dan akhirnya berhenti sesaat di nama Dia. 'Aku ingat!! Hal yang membuatku lupa tadi adalah Dia, teringat tentang Dia. Iya, Dia. Dia yang aku rindu!!' ucapku dalam hati sembari mempertegas diri bahwa hal itulah yang tadi membuyarkan pikiranku.

Hampir selalu dan sering kali rindu membuyarkan segala pikirku. Seolah-olah rindu ini selalu bersemayam dalam pikiranku. Tumbuh subur tanpa perlu di pupuk dan tak pernah menunjukkan pertanda rindu itu akan mati dalam waktu dekat. Terkadang rindu ini menyiksa, tapi aku selalu menikmatinya, setiap gejolak rindu yang menghampiri selalu aku terima. Menjalar, menelusuri disetiap aliran darahku, seolah rindu ialah darah yang menjadi penopang hidupku.

Dan akhirnya senja pun perlahan di selubungi cahaya gelap. Pekat malam kian menghitam, tersamar sepi yang kemudian pecah di sapa adzan. "Aku lelah, mengantuk dan ingin tidur," ujarku memecah suara adzan sambil beranjak dari posisi yang teramat membuatku nyaman sedari tadi serta mengambil koran yang membuatku penasaran dengan isinya. "Seorang Wanita Tewas Akibat Kecelakaan", begitulah judul didalam koran yang membuatku sangat tertarik untuk membacanya.

Seketika aku tersentak mendapati berita yang tertera, "Dia meninggal? Wanita yang selama ini aku rindukan meninggal? Anjing, ini berita ngaco," aku terduduk, murka, segala caci terlontar, menistakan isi berita tersebut dan bergegas menghubungi temannya untuk mencari tahu atas kebenaran berita di koran. Dan benar saja, semua yang dikatakan koran itu benar adanya. Aku pun tertunduk lesu, merana, meneteskan air mata yang mungkin sudah lama tak pernah membasahi pipi ini. Jiwa terasa hampa, bermurung, bercinta dengan kesedihan yang teramat dalam, yang entah kapan akan berakhir.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 27, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Hilangnya SenjaWhere stories live. Discover now