Hallo or Good Bye?

11 0 0
                                    


"Holla, Maret!"



Tidak ada yang special di awal bulan maret ini, tapi..



"Pagi, Fela", isi BBM Edo.



Kelihatannya biasa, namun rasanya sangat indah. Ini bukan kali pertama ia mengucapkan selamat pagi padaku, tapi bukan berarti ia selalu mengucapkan ini padaku.



"Pagi juga, Edo", balasku.



Satu bulan yang lalu, Edo bukanlah laki-laki yang selalu di rundung sepi, hari-harinya selalu di warnai oleh canda tawa Karin yang kini sudah menjadi mendung di hari-harinya. Hingga suatu ketika ia datang ke rumahku dan menceritakan apa yang sedang terjadi padanya.



"Aku harus bagaimana?"


"Aku masih sangat mencintainya"


"Tapi...", putusnya.



Mendengar ia memutuskan pembicaraannya, tenggorokanku rasanya seperti tercekik, aku pun tak tau mengapa.



"Dia sudah bosan denganku", lanjutnya.



Aku tau, aku sangat paham dengan apa yang tergambar di matanya, dengan apa yang ingin ia katakan namun itu sangat menyakitkan untuk ia katakan.



"Sudah putuskah hubunganmu?", tanyaku perlahan.



Sejak saat itu kami sering sekali bertemu, terkadang jika kami tidak bisa bersama kami saling memberi kabar satu sama lain.



Kini kami jarang bertemu, namun ada saja caranya untuk membuatku merasa aman dan nyaman meskipun ia tak di sisiku.



"Maaf, aku baru bisa memberikan kado ini padamu, aku sibuk", katanya.



12 Februari adalah ulang tahunku, tapi ia baru saja memberiku kado pada tanggal 25 Februari.



Aku ingat, saat itu ia mengajakku berjalan-jalan di perkampungan kecil di tengah kota, aku tak mengerti apa maksud ia mengajakku ke tempat itu.



"Malam ini, aku ingin mengajakmu untuk berMaretWish bersamaku", katanya.



"Huh?"


"Tapi ini masih 28 Februari", jawabku.



"Sudahlah", katanya.



Matanya terpejam, ia seakan mengajakku untuk melakukan hal yang sama tanpa ia berkata apa-apa kepadaku. Di dalam lubuk hati yang paling dalam, aku selalu berharap "Tuhan, bahagiakan aku dan juga orang-orang yang aku sayangi bahagia, apapun yang terjadi".



Aku membuka mata, sontak terkejut ketika melihat Edo yang entah dari kapan ia memandangiku.



"Curang!", gerutuku.



Edo tertawa.



"Ayo pulang!"


"Ini sudah malam", kataku.



"Jangan marah dong", pintanya.



"Enggak"



Ia berdiri dan berjalan menghampiri motornya, tak sedikitpun ia menolehku yang berada tepat di belakangnya.



"Malam ini kamu pulang sendiri, ya"


"Bye!", katanya-melaju kencang



Aku tercengang melihat Edo yang pergi tanpa mengajak dan bertanggung jawab.

Hallo or Good Bye?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang