2. Silly Feeling

26.5K 2.2K 22
                                    

Seharusnya pulang tadi aku langsung terlelap tanpa memikirkan apapun. Tapi saat ini aku malah masih tetap terjaga dan ini sudah dini hari. Aku mengubah posisi tidurku, membalikan tubuhku, begitu terus dari tadi sampai kantukku terasa lenyap.

Seharusnya nggak kubiarkan mas Graha mempermainkan perasaanku seperti ini. Tadi mas Graha tiba-tiba memelukku tepat di depan rumahku pada saat mengantar aku pulang. Tanpa bicara apa-apa, tanpa menjelaskan apa maksudnya. Sebelum sempat bertanya, dia sudah bergegas pulang.

Jujur, aku shock dan berdebar-debar. Aku ingat perasaan seperti ini, seperti perasaan sedang jatuh cinta. Tidak, semoga kali ini aku salah. Aku sampai masih bisa merasakan detak jantungku yang dari tadi tidak berhenti berdetak dengan kencang.

Kupejamkan mataku, sosok mas Graha malah seolah menari-nari di kelopak mataku. Aku benci dengan perasaan ini.

Matanya yang menatap dalam mataku, senyumnya yang misterius. Entah kenapa terbayang-bayang terus. Bahkan hangat tubuhnya saat memelukku masih terasa.

Sepertinya sebentar lagi aku akan gila.

Ini benar-benar terlalu cepat. Aku nggak mau mas Graha cuma sebagai pelarianku, aku nggak bisa membayangkan orang yang bisa mengalihkanku dari Dion adalah mas Graha. Mas Graha terlalu baik jika kuanggap hanya sebagai pelarian.

Jika waktu bisa kuputar, mungkin aku berharap mas Graha lah orang yang aku kenal terlebih dahulu daripada Dion. Dua tahun bersama Dion, yang tertinggal cuma rasa sakit.

Aku berusaha memejamkan mataku lagi. Ini benar-benar gila, kenapa pikiranku dipenuhi oleh mas Graha. Nggak...aku nggak bisa seperti ini terus. Aku harus menolak apapun perasaan itu.

--

Aneh sekali, aku sama sekali tidak merasa mengantuk. Rasanya aku cuma tertidur dua jam, setelah alarm handphone-ku berdering nyaring.

"Mbak May, udah ditunggu mas Graha di bawah tuh. Buruan!" Suara Didi, adikku yang masih SMA terdengar jelas dari luar kamarku. Aku tersentak. Mas Graha???!!!

"Sebentaaaaar!" Teriakku.

Mendadak otakku serasa lumpuh, aku kebingungan apa yang harus aku lakukan. Astagaaaa! Aku bahkan belum mandi!!!

Sepertinya aku menghabiskan waktu setengah jam untuk membereskan semuanya ditambah membereskan perasaanku yang tidak karuan.

Ya ampuuuun! Apa-apaan mas Graha muncul di pagi seperti ini. Dia tidak tahu apa aku sama sekali tidak membutuhkan kehadirannya di pagi ini. Dia benar-benar sudah mengacaukan hariku.

Aku turun dengan hati berdebar. Sudah sepi, Didi pasti sudah dari tadi berangkat ke sekolah, mbak Rere dan mas Beri apalagi, sudah dari subuh tadi pasti berangkat. Kalau mama, jangan ditanya, jam segini dia pasti sudah ada di toko. Kenapa disini seolah-olah aku yang paling pemalas ya?

Semuanya kulakukan dengan terburu-buru. Aku sampai lupa rutinitas yang biasa aku lakukan saat pagi hari. Yang ada di kepalaku hanya mas Graha.

"May nggak terlambat apa jam segini ke kantornya?" Aku menghentikan langkahku saat suara berat itu terdengar.

"Eh...memang biasa jam segini kok, mas," Sahutku gugup.

"Seharusnya mas nggak jemput May, nanti mas yang telat loh," Lanjutku. Mas Graha cuma tersenyum.

"Tenang aja, buat hari ini peraturan perusahaan nggak berlaku," Dia tersenyum lagi. Ya ampun, lama-lama aku bisa meleleh kalau seperti ini terus.

"Enaknya yang punya perusahaan sendiri," Balasku. Mas Graha tertawa pelan.

"Mau langsung berangkat atau kita sarapan dulu?" Tanyanya.

"Langsung ke kantor aja, mas. May lagi nggak pengen sarapan," Jawabku. Aku menolak tawaran mas Graha bukan karena aku tidak lapar, tapi aku tidak tahu apa aku masih bisa bertahan sebentar lagi jika ada mas Graha di dekatku.

"Kenapa? Nggak lagi sakit kan?" Tanyanya.

"Pagi ini ada meeting, May takut telat kalau kita sarapan dulu," Kilahku.

"Tapi nanti sarapan ya, jangan nggak,"

Ini bukan pertama kalinya mas Graha mengantarku ke kantor. Tapi entah kenapa hari ini aku benar-benar grogi dan kehilangan bahan pembicaraan. Sepanjang perjalanan aku cuma diam, begitu juga mas Graha. Kami seperti sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Nanti mas nggak bisa jemput ya, siang ini mau keluar kota lagi. Mungkin pulangnya malam," Katanya setelah memberhentikan mobilnya tepat di depan kantorku.

Padahal aku juga nggak berharap mas Graha jemput kok. Lagipula aku bukan pacar atau istrinya yang harus diberitahu mau kemana dia hari ini.

"Iya, nggak apa-apa kok, mas. May bisa pulang pakai taxi," Jawabku.

Aku baru mau membuka pintu mobil, tiba-tiba mas Graha menarik tanganku pelan.

"Kerja yang benar ya, jangan lupa makan," Mas Graha tiba -tiba mencium keningku. Aku terdiam beberapa saat mencoba mencerna apa yang sedang terjadi. Saat tersadar, aku buru-menarik badanku yang berjarak begitu dekat dengan mas Graha.

"May kerja dulu ya, makasih buat tumpangannya," Kataku buru-buru membuka pintu mobilnya.

Keningku terasa panas. Bukan...bukan cuma kening, seluruh tubuhku terasa memanas.

--

37 (Pindah Ke Dreame/Innovel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang