Bagian 3

110 11 9
                                    

Happy Reading!!!
.

.

.

Sayup angin musim dingin bersimfoni menerobos celah-celah ranting pohon di depan rumah milik Yeon Hee. Jemarinya kini meremas lengan bajunya. Juntai remanya yang melambai lantaran disapu angin memperlihatkan leher seputih susunya yang jenjang. Kemudian lehernya terasa ngilu. Memorinya mengakar ke dalam suatu titik. Ia ingat betul apa yang terjadi selama ratusan sekon yang lalu. Napasnya kemudian terengah menahan isaknya. Ya, dia masih tetap duduk meringkuk di halaman depan rumahnya.

Sosok pria yang berhasil menerobos pintu hatinya kini menjelma laksana 2 orang asing di dalam simpul-simpul sel otaknya. Kemudian, sayup-sayup suara terdengar bergema di dalam rongga telinganya. Pandangannya kabur tatkala ibunya membuka pintu rumahnya. Orang tua itu mendelik, terkesiap dengan apa yang dilihatnya sekarang. Putri semata wayangnya kini tergeletak menindih bumi. Tungkainya secara otomatis berlari ke arahnya, kemudian berhambur memeluk tubuh putrinya yang terkulai lemah. Kondisi putrinya memang rentan. Pernapasannya terganggu. Ia tidak boleh terlalu stres sehingga berakibat terhadap kondisinya.

..::..

Pria itu berlari menerobos dan menerjang apa pun yang menghalangi jalannya. Berlari bak anak panah yang dilontarkan dalam sekelebat. Menerobos membelah hutan balantara yang konon kediaman manusia serigala itu. Bongkahan hatinya hancur membentuk beberapa kepingan, sedang berjuta neuron yang terdapat pada simpul-simpul sel otaknya hancur lebur. Saat ini mungkin kewarasannya raib ditelan amarahnya. Maniknya hanya terbias tatapan sendu nan berkaca-kaca milik sang gadis yang baru saja dicintainya. Ada kekesalan yang luar biasa membuncah dari dalam diri pria itu. Ia ingin menyalahkan langit yang menganugerahkan nasib terkutuk ini kepadanya, menyalahkan kakeknya ketika melakukan percobaan sinting nan gila terhadap ayahnya tanpa mempertimbangkan konsekuensinya, hingga menyalahkan ayah dan ibunya yang jatuh cinta sehingga lahirlah dirinya. Ini terkutuk! Ia muak dengan semuanya.

Dan pada akhirnya, ia berhenti di tengah belantara hutan. Napasnya kian memburu. Tangannya kemudian dikepal siap berjibaku dengan sesuatu. Paralel dengan itu, matanya yang nampak berkilat merah membuat status ambigu yang dimilikinya. Orang-orang banyak menyebutnya werewolf.

Ia melolong panjang di tengah heningnya malam. Di bawah larik-larik sinar rembulan yang pongah menampakkan sinarnya. Ia bahkan jengah di bawah bulan. Merasa dirinya tak memiliki apa-apa serta alasan untuk hidup. Keberadaannya sungguh tak berarti. Sayup-sayup kepakan burung nokturnal yang mendadak menjajah langit pekat yang memenuhi cakrawala lantaran suara lolongan dari suatu makhluk hunian hutan ini. Ia melolong beberapa kali mengeluarkan sebagian amarahnya yang membuncah dan tak muat lagi untuk ditampung di dalam sanubarinya. Garis nasibnya mungkin memang seperti ini. Terlantar, dan terasing.

Kemudian, secercah kilatan bening mengalir dari netranya. Manik yang belasan tahun tidak pernah mau keluar dari singgasananya kini mulai mengucur dari lekukan indah di matanya. Ia berteriak melampiaskan seluruh amarahnya. Sangat nyaring. Tungkainya ambruk menindih kulit bumi yang menua. Wajahnya kini menengadah menatap langit. Bulan bahkan tidak sendiri. Ribuan bintang bertaburan memenuhi cakrawala membuatnya jengkel. Ia tersenyum getir. Kenyataannya adalah... ia sendiri!

Oh Tuhan! Mana keadilanmu?

..::..

Rembulan yang kembali ke dalam peraduannya digantikan oleh sang surya yang mulai bangun dari singgasananya. Bersinar pongah menerangi lekuk bumi menyisir celah celah selaput hijaunya-julangan pohon yang tak terhitung jumlahnya melindungi sebuah tubuh yang masih terlelap dalam dunia mimpinya. Ia menumpukan tubuhnya pada sebuah pohon rimbun yang menghalanginya dari larikan sinar-sinar mentari yang perlahan menyembul dari ufuk timur.

A WEREWOLF BOYWhere stories live. Discover now