Page 1

40 0 0
                                    

Mimpi, aku hanya bisa bermimpi sekarang. Memimpikan sesuatu yang tiada, hampa, tak nyata. Ada pepatah yang mengatakan, "di dunia ini tidak ada yang mustahil". Pertama mendengarnya aku sangat percaya dengan kata-kata seperti itu. Tetapi setiap manusia itu berubah. Begitu pun aku. Aku tak lagi percaya dengan perkataan seperti itu lagi, pepatah seperti itu hanya kehampaan belaka. Tak nyata, kosong, tak berarti. Kalian pasti berpikir bahwa aku ini apa, siapa, dan kenapa aku berpikiran seperti itu. Tapi percayalah aku juga hanya seorang manusia seperti kalian. Kita hanya mempunyai perbedaan dalam pendapat. Setiap orang seperti itu. Aku sudah menghapus pikiranku dengan hal yang tak nyata seperti kata-kata manis yang terucap, walaupun aku sering menggunakannya untuk pekerjaanku.
Pertama-tama aku akan memperkenalkan diriku. Aku seorang yang tak layak hidup di dunia ini, pekerjaanku yaitu mengambil hak orang lain untuk bernapas. Apakah kalian berpikir bahwa aku berada di pertengahan 30 an tahun. Ha! Kalian salah besar, aku berusia 16 tahun. Sudah membayangkan apa pekerjaanku di usia yang sangat muda ini. Sekedar pemberitahuan, aku bukan lelaki, aku seorang perempuan, gadis remaja yang masih suka memikirkan tentang kecantikan dan banyak bermain. Bagaimana aku bisa terjerumus dengan pekerjaan seperti itu? Akulah yang memilih sendiri jalan hidupku, tak ada yang dapat menghentikanku. Aku seorang Atheis, tak percaya tentang segala yang berbau tuhan. Aku tak percaya dengan adanya Dia, Dia yang selalu mengawasi setiap langkahmu, Dia yang memberikanmu hidup, Dia segalanya. Kepercayaan tersebut sudah lama berhenti mengalir dari darahku ini. Apa aku berhak mengatakan ini? Oh pasti tidak bagi kalian semua, benar.
Aku tidak berhak dengan semua kehidupan yang aku terima. Tetapi aku mau pendapat kalian jika kalian mendengar kisahku. Bagaimana gadis remaja yang baru berusia 15 tahun sudah menjadi seorang pencabut nyawa berdarah dingin.
Kisahku berawal dari suatu pagi yang cerah, saat itu umurku baru menginjak 8 tahun. Orang tua dan adik laki-lakiku menyiapkan sesuatu untuk hari ulang tahunku, yang jatuh tepat dua hari lagi. Saat itu hari Minggu, hari Minggu yang sangat cerah. Mentari menyebarkan kehangatan untuk pertiwi. Sungguh hari yang sempurna. Ruang keluarga yang berada di tengah rumah, jendela yang mengantarkan hangatnya sang surya. Burung kecil biru bersiul di dahan pohon di halaman rumah kami. Kami sekeluarga bersenda gurau, menambah kehangatan pagi itu.

Tanpa ku ketahui, mereka bertiga berdebat untuk memberi hadiah untukku. Saat hari ulang tahunku tiba, keluargaku mengajak berkeliling kota, karena sekolah kami sedang libur. Papa dan mama mengambil cuti sehari hanya untuk ulang tahunku. Pada hari itu, kami mengunjungi berbagai tempat wisata alam. Setelah sampai di rumah, papa memberi kejutan lain untukku. Sebuah diary, diary yang sangat indah. Sampulnya coklat kayu, kertas tetapi juga menimbulkan kesan bahwa itu kain, sisi kirinya bertuliskan namaku, yang dijahit ke sampul buku tersebut. Pita biru yang menghiasi tepi buku atas kanan. Sangat indah. Pada saat itu aku berpikir 'aku akan terus menulis di buku indah ini tentang hal-hal indah'. Aku sangat bahagia menerima hadiah itu. Aku memeluk papa dan mama serta mencium adikku yang kecil. Adik laki-lakiku berusia 5 tahun. Dia merasa sudah besar dan tak mau untuk dicium, pada saat itu dia terus meronta dan mengambek karena aku terus menciumi dia. Hari ulang tahun yang paling berkesan, karena aku ditemani oleh seluruh anggota keluarga yang paling ku sayangi.

Hari berganti, begitu pula dengan lembaran lembaran buku diaryku. Yang pasti, aku menulis hari ulang tahunku yang ke 8 itu ke dalam lembaran indah itu. Hal yang selalu kuingat. Kejadian-kejadian yang paling berkesan dan maupun tidak aku tuliskan. Diaryku selalu kubawa kapanpun, sekolah sekalipun tanpa rasa malu bila teman-teman mengejekku.
Di sekolah, aku terkenal dengan sikap yang baik hati, rajin dan pintar. Jujur, aku punya banyak teman. Sifatku seperti anak kebanyakan, tetapi yang membuatku beda adalah prestasiku. Sekolahku
Sekolah dasar di pertengahan hiruk pikuk kota. Tempat yang sangat strategis, dikelilingi pusat perbelanjaan, warung makan pinggir jalan, taman kota dan yang pasti jalan raya yang selalu sibuk dengan kendaraan yang berlalu lalang.
"Hei jangan melamun terus!" tegur teman sebangkuku. Dia memakai pita pink di sisi kiri rambut lurus hitam berkilaunya. Dina, teman sebangkuku, teman kecilku, serta sahabat yang paling kusayangi. 'Sayang' dalam artian menghargai sebagai sesama teman sekolah, bermain dan belajar.
"Hemm" jawabku dengan senyum-senyum penuh makna. Jika aku seperti itu, maka Dina pun tahu bahwa hatiku sedang senang dan dia pasti ingin mendengar ceritaku. Di sekolah ini, hanya Dina yang kuanggap teman, karena teman-temanku yang lainnya hanya berteman denganku karena aku pintar, aku rajin dan lain sebagainya yang aku sudah muak dengan itu semua sekarang.

Istirahat siang, kami berdua menghabiskan waktu di kantin dengan bercerita, dan Dina yang memang tidakk sabaran untuk mendengar apa ceritaku pun, dengan menggebu-gebu bertanya apa yang membuatku tersenyum sepanjang pelajaran dikelas. Aku pun bercerita tentang hari ulang tahunku bulan lalu, aku mendapatkan sebuah kotak yang sangat indah dari papa. Kotak coklat kayu yang berukirkan namaku dengan indah dipinggiran depannya, disertai kuncinya yang berwarna perak. Kata papa itu adalah hadiah ulang tahunku yang ke-sembilan ini. Dina mendengarnya dengan sangat antusias, dan dia pun turut senang dengan hadiahku itu. Aku bahagia sekali, aku punya sahabat yang bisa mengerti dan tidak hanya memanfaatkanku seperti temanku yang lainnya. Kuulangi kata-kataku aku sangat 'sayang' temanku ini.

Kenangan di sekolah dasar itu adalah kenangan yang sangat indah, namun tak lama setelah kami sekeluarga merayakan hari ulang tahun adikku yang ke 7 tahunnya, papa Menghilang.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 27, 2015 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Lucifer: The Fallen AngelWhere stories live. Discover now