Sudah lama Tira tidak pergi ke pantai, merasakan angin malam seperti ini. Duduk di bawah ayunan dinaungi cahaya bulan ditambah suara debur ombak yang membuat hatinya tenang. Tira menutup matanya mencoba merasakan angin malam yang berhembus membuat pikirannya lebih rileks.

Raga duduk di ayunan sebelah Tira yang sedang menikmati angin pantai. Raga mengamati wajah Tira dalam-dalam, tidak ada yang berubah dari dirinya. Wajahnya tetap memancarkan ketulusan.

"Pak Raga ada di sini?" Tira kaget karena saat membuka mata boss-nya sudah ada di sampingnya..

"Maaf membuatmu kaget, mengapa kamu tidak di dalam?" Raga menyerahkan segelas jus yang sengaja ia bawakan untuk Tira.

"Makasih, Pak. Bapak tau aja kalau saya sedang haus." Tira tertawa renyah mencoba mencairkan suasana. Tira mencoba menguasai dirinya. Tira tidak mau jantungnya berdetak tidak karuan tapi percuma ia tidak bisa melawan, jantungnya sudah berdetak tidak karuan saat ia menyadari kedatangan boss-nya itu.

"Sebenarnya saya tidak suka keramaian."

"Oh, saya juga sama."

"Saya juga tidak suka dengan orang-orang yang berusaha merebut perhatian saya, saya tidak suka orang-orang yang munafik. Yang berwajah baik di depan saya tapi menjelek-jelekan saya di belakang saya." Raga menoleh ke arah Tira tapi yang diajak ngobrol malah tetap memandang lurus ke depan. Raga sebenarnya sudah menyadari kalau ada perubahan sikap Tira. Tira selalu menghindari kontak mata dengannya.

"Mungkin itu hanya perasaan bapak saja, mereka menghargai bapak kok. Mungkin mereka yang berusaha mendapatkan perhatian Bapak, hanya ingin mengenal Bapak dari sisi yang berbeda."

"Saya suka dengan kamu yang selalu berpikiran positif."

Tira melihat jam tangannya, "Sudah malam, Pak saya masuk dulu ke dalam."

Raga meraih tangan Tira sebelum Tira pergi. "Tidak bisakah kamu temani saya sebentar saja di sini?"

Tira sebenarnya ingin menolak permintaan boss-nya itu tapi melihat sorot mata boss-nya membuat Tira tidak tega pergi meninggalkan boss-nya sendiri.

"Tadi saya ketemu Resti di dalam dan Resti menceritakan semuanya."

Apa yang diceritakan Resti pada boss-nya itu?. Huftt, Tira menghela nafas panjang. Semoga Resti tidak menceritakan tentang perasaannya kepada boss-nya itu.

"Memang ada yang salah, Ra jika kamu punya perasaan terhadap saya?"

Tira mengutuk Resti di dalam hati, Resti pasti sudah menceritakan semuanya. "Perasaan sih tidak pernah salah, Pak tapi sayanya yang salah. Saya tidak sadar tempat, saya ini siapa dan bapak itu siapa. Tentang perkataan resti, tolong abaikan saja, Pak." Lebih baik boss-nya itu tidak perlu tahu perasaannya, pasti jadinya akan rumit seperti ini. "Saya sadar diri kok, Pak jadi bapak tidak perlu khawatir. Saya tetap professional kok, Pak jadi saya mohon tetap izinkan saya tetap menjadi seketaris bapak."

Raga meraih tangan Tira kembali karena ia berusaha untuk pergi. "Maafkan saya yang mempersulit posisimu. Tapi kamu harus tahu, saya juga sama sepertimu. Saya selalu ingin di dekatmu, selalu ingin melindungimu tapi perasaan saya ini malah membuat sulit posisimu tapi saya tidak bisa melawannya. Saya ingin berada di dekatmu terus karena itu membuat saya nyaman."

"Maksud bapak?" Tira tidak mengerti mengapa boss-nya berkata seperti itu. Boss-nya memegang tangannya erat sampai Tira sulit untuk melepaskannya.

"Sampai detik ini-pun kamu sulit memanggil nama saya. Mulai minggu depan saya tidak akan menjadi boss-mu lagi. Kita tidak akan dipersulit lagi dengan keadaan, kamu bukan seketaris saya lagi dan saya juga bukan boss-mu lagi. Kamu bisa memangil saya Raga dan kita bisa menjalani hubungan seperti pasangan normal lainnya. Tidak perlu takut saat ada yang melihat kita berdua dan tidak perlu takut mereka akan salah paham melihat kita berdua."

I Love My Boss !Where stories live. Discover now