[2]

14.1K 683 17
                                    

1 November, 2015

Nada menuruni tangga dengan tenang, dengan angkuh. Berjalan mendekati meja makan tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada kedua orangtuanya.

Begitu pun orangtuanya. Lebih memilih diam dan sibuk dengan aktivitas masing masing. Nada mengambil roti lalu keluar tanpa berpamitan.

Nada menyalakan mobilnya lalu melaju menuju sekolah yang tinggal tiga menit lagi tertutup gerbangnya. Tapi Nada santai, dia sudah terbiasa telat.

Tin tin

Nada mengklakson mobilnya begitu sampai didepan gerbang sekolah. Jam sudah menunjukkan tujuh lewat lima belas. Tapi satpam itu tetap membukakan pintu untuk Nada.

Tentu, ayah Nada yang memiliki sekolah ini.

Nada memarkirkan mobilnya ditempat khusus pemilik sekolah. Lalu turun dengan angkuhnya. Rambut berwarna abu-abu yang digerai bergerak-gerak karena angin yang kencang.

Nada merangkul tasnya dibahu kanannya dan berjalan masuk. Wajahnya datar dan dingin. Inilah kepribadiannya.

Nada tetap berjalan hingga sampailah didepan kelas bertuliskan,

XII IPA 6

Terdengar suara berat dari dalam kelas, pertanda bahwa pelajaran pertamanya telah dimulai. Saat tangan Nada tinggal bersisa lima centi dari pintu itu, bermaksud mengetuk pintu, seseorang menghentikkannya.

"Tunggu dulu!" Ujar seorang lelaki berbadan tegap menahan Nada yang hendak mengetuk.

Nafas lelaki itu memburu, "sabar, masuknya bareng aja. Gue masih cape habis lari-lari. Bentar."

Nada menatap lelaki itu datar lalu menyelesaikan keinginannya yang tertunda yaitu mengetuk pintu. Sedangkan lelaki itu melotot kesal ke arah Nada.

Tok tok tok

"Kamu telat lagi Nada?! Dan kamu, Marvin! Kenapa telat juga?!"

Bentakkan itu langsung keluar saat pintu terbuka. Nada menatap guru didepannya datar lalu segera masuk tanpa menghiraukan perkataan guru yang kini hanya menghela nafas kasar.

"Sabar pak! Saya cape habis lari-lari," ujar Marvin masih bertumpu pada kedua kakinya.

Nada meletakkan tas dimejanya lalu berjalan keluar.

"Loh kamu ngapain keluar Nada?" Tanya guru itu.

"Saya akan menyelesaikan hukuman karena telat," jawab Nada cuek lalu keluar kelas.

Nada berjalan ke arah tiang bendera lalu menghormat.

"Kamu! Marvin! Ikuti Nada! Sekarang!" Bentak guru itu.

Marvin mendesah kesal lalu mengikuti Nada.

"Bodoh lo! Kenapa coba pake segala ngelaksanain hukuman?! Masih enak disuruh masuk. Lah ini malah keluar ngelaksanain hukuman!" Protes Marvin.

Nada hanya diam. Pandangannya kosong ke atas dengan tangan yang masih dalam keadaan menghormat.

"Woy!" Marvin mulai kesal karena ia tidak ditanggapi.

"Woy! Elo!" Tegur Marvin lagi.

Marvin memang tidak mengetahui nama gadis yang berada disebelahnya. Begitu pula Nada, Nada tidak tahu lelaki yang berada disebelahnya siapa. Jadi Nada lebih memilih diam.
Padahal mereka satu kelas.

"Woy! Lo punya mulut kan?!" Tanya Marvin lagi.

Nada menoleh, sejurus kemudian Nada memutar tubuhnya berjalan menjauhi Marvin.

"Loh elo mau kemana?!" Tanya
Marvin melihat Nada yang berjalan menjauh.

Nada tetap berjalan. Berjalan menuju kantin. Melihat Nada yang berjalan menuju kantin, Marvin tersenyum lebar.

"Jurusnya boleh juga."

[a/n]

HAI GUYS!

Mulmed : rambutnya Nada.

Gimana chapter duanya? Aneh? Atau nggak jelas?

Gue pengen nanya, tulisannya mending ditengah atau rata kiri? Comments yaaa!!

Jangan lupa votes dan commentsss!

Regards,

Dera

Our NadaWhere stories live. Discover now