Part 2

7.7K 553 16
                                    

      Setya hampir putus asa. Sudah empat hari berlalu, namun tidak ada kemungkinan untuk dia dan Hara bertemu lagi. Besok ia dan keluarganya pulang, dan rasanya gadis itu hanya satu dari sekian banyak wanita yang hanya lewat begitu saja dalam hidupnya. Sayang sekali, padahal tak banyak wanita yang bisa membuat dia merasa tertarik.

"Ada apa? Rasanya kamu yang paling malas ketika kita akan pergi ke sini. Kamu bilang bosan, Bali lagi, Bali lagi. Tapi kenapa sekarang kamu yang nampak enggan untuk pergi dari sini, hm?" tanya Nila, Ibunya, ketika wanita itu membantu Setya dan Tathia mengemas barang.

Nila tidak banyak berubah. Bukan hanya fisiknya yang masih terlihat menawan, bahkan di usia yang sedikit lagi menyentuh kepala lima. Tapi perhatiannya juga. Setya dan Tathia sudah cukup dewasa untuk mengurus diri mereka sendiri, bahkan hanya untuk urusan sepele seperti mengemas barang. Tapi Nila tidak pernah mau berpangku tangan dan melihat. Dia ingin selalu terlibat dengan kehidupan seharai-hari anak-anaknya.

"Dia masih penasaran sama cewek misteriunya, Bu!" sahut Tathia dari sebrang ruangan.

"Tathia!" Setya menatap Adiknya dengan memperingatkan, tapi gadis itu hanya menjulurkan lidahnya, mengejek.

"Cewek misterius?"

"Iya, Bu, kata cewek itu, kalau mereka bertemu lagi, dia baru akan kasih nomer telopon sama Setya. Hebat bukan cewek itu? Setya yang malang!"

"Tathia! Ingatkan aku untuk tidak menceritakan apapun lagi sama kamu! Lagi pula, bukan begitu ceritaku!"

"Iya, cewek itu bilang, jika kalian bertemu lagi, kalian akan bertemu lagi bukan karena takdir kan? Tapi karena keinginan kalian! Itu berarti dia akan kasih kamu nomer telepon yang kamu minta, tapi gak dikasih sebelumnya!" ada nada senang yang sangat mengejek di dalam suara Thia, membuat Setya berang dan melempar pakaian yang sedang dia pegang. Tathia menghindar dan kembali menjulurkan lidahnya, lantas berjalan menuju kamar mandi.

Nila tersenyum melihat tingkah kedua anaknya. "Jadi intinya, gadis itu menolak saat Setya meminta nomernya? Sungguh mengagumkan."

"Benarkan, Bu! Cewek itu hebat!" teriak Thia dari dalam kamar mandi.

"Terus saja kalian berdua ngeledek aku. Dasar wanita!"

"Bukan begitu maksud Ibu, sayang. Bukan berniat mengejekmu, hanya memuji wanita itu. Bisa menolak anak Ibu yang tidak pernah di tolak ini."

"Dia bukan nolak aku, Bu, dia hanya bertaruh. Jika kita ketemu lagi, dia gak akan nolak aku kok. Dia udah janji."

"Tapi sampai kamu ngemas barang-barang kamu saat ini, kalian gak ketemu lagi kan?" Tathia yang baru keluar dari kamar mandi berdiri di samping Setya, menyanggol pundak kakaknya itu dengan pundaknya sendiri.

Setya diam, tidak mau mengakui jika menag mereka tidak akan pernah bertemu lagi.

Nila tersenyum penuh pengertian saat melihat raut Setya yang tertekuk. Menghampiri anak lelakinya itu, lantas mengelus punggungnya dengan sayang. "Jangan hawatir, sayang, jika kalian memang ditakdirkan bersama, kalian akan bertemu lagi, entah di manapun itu."

"Ngga sampai sejauh itu, Bu... Setya hanya penasaran. Itu aja."

"Jangan remehkan rasa penasaran. Penasaran itu karena kamu tertarik, dan tertarik adalah awal kamu bisa mencintai."

"Ibu nih, ngomonginnya cinta-cintaan terus. Setya belum tertarik, Bu."

Tathia yang yakin jika obrolan ini akan beralih pada dirinya, sudah beringsut menuju pintu keluar. Lebih baik dia bergabung dengan Ayahnya di kamar sebelah. Tapi gerakannya tidak secepat kata-kata Setya.

Memories In BaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang