New Life

890 51 3
                                    

Sabtu pagi yang cerah. Kemilau matahari yang menembus celah jendela mendesakku untuk membuka mata. Kicauan burung sudah ramai terdengar. Sesuatu yang paling kusenangi sejak tinggal di kontrakan mungil di pinggir sawah ini. Memang untuk mencapai halte angkutan umum terdekat aku harus berjalan sekitar 1 km, tetapi aku lebih rela untuk jalan kaki agak jauh demi menikmati pagi sepi polusi di tempat ini.

“Pagi mbak Ellea,” seorang ibu berbaju biru menyapaku begitu aku membuka jendela. Balita yang digendongnya tertawa-tawa riang.

“Pagi Bu Jum,” balasku tersenyum lebar.

“Mawarnya sudah mekar, cantik sekali…,” katanya menunjuk sebuah pot yang berada persis di depan jendela kamarku. Aku mengangguk gembira. Menghirup wanginya dalam-dalam.

“Pagi-pagi mau ke mana, Bu?”

“Ke posyandu, Mbak. Tanggal 15, Intan jadwalnya imunisasi nih,” balas si ibu menunjuk balita dalam gendongannya sembari terus berjalan.

Aku melambai. Perasaanku tiba-tiba terasa campur aduk.

Di satu sisi aku sangat bersyukur. Untuk kemilau pagi, untuk semerbak bunga, untuk kicau burung, untuk keramahan warga di lingkungan baruku ini. Di sisi lain, kehangatan keluarga-keluarga di sekitarku membongkar kembali rindu yang tadinya telah terkubur dalam kalbu, menyodorkan kenyataan bahwa kini aku hidup seorang diri, tanpa ada yang menemani. Tak bisa disangkal, aku kerap merasa kesepian.

Dua tahun yang lalu, aku masih tinggal di kamar pribadi yang lebih seperti istana dibanding kamarku sekarang. Luasnya mungkin tiga kali kontrakanku ini. Bebas nyamuk, semut, dan kecoak. Setiap kali kenangan itu datang, rasa syukurku sangat cepat menguap. Berganti dengan rasa ingin menyerah dari kehidupan yang kini kujalani.

Aku beranjak keluar kamar, meraih handuk di gantungan sebelah pintu, menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Langkahku terhenti sebentar saat melewati kanvas di ruang tengah yang juga berfungsi sebagai ruang makan, dapur, dan ruang tamu. Aku tersenyum lega melihat lukisan yang akhirnya selesai kukerjakan tadi malam. Pesanan Pak Julian. Pengusaha tahu yang baik hati. Lukisan itu akan menjadi hadiah Pak Julian dan teman-teman kelompok kecilnya untuk ulang tahun pernikahan pendeta mereka. Lukisan itu juga menjadi hadiah untukku, karena dengan menyelesaikannya, aku akan bisa membayar uang kontrakanku untuk bulan ini. Lagi-lagi perasaanku jadi campur aduk. Dua tahun lalu, uang jajanku sebulan bisa membayar uang kontrakan ini selama lima bulan. Mengandalkan bakat melukis untuk hidup bukanlah jalan yang mudah. Kalau aku lulusan jurusan seni rupa dari universitas ternama mungkin ceritanya akan berbeda. Aku bahkan tidak sempat menyelesaikan SMA-ku. Jika bukan karena Pak Julian dan kenalan-kenalannya, entah dari mana aku bisa mendapat pesanan lukisan setiap bulan.

***

Jam dinding menunjukkan pukul setengah dua siang ketika aku kembali dari mengantar lukisan ke rumah Pak Julian dan singgah sebentar di warung makan. Matahari sangat terik di sepanjang perjalanan, membuatku merasa sangat gerah dan lelah. Begitu masuk rumah, aku segera menyalakan kipas angin lalu menyandarkan tubuh di sofa. Ahhh enaknya…. Entah sudah berapa lama usia sofa kusam ini, tetapi menurutku masih cukup nyaman untuk dipakai. Saatnya untuk bersantai, pikirku sambil merogoh tas, mencari-cari alat pemutar MP3 kesayanganku. Sepanjang pagi tadi aku sibuk membuat tiga sketsa lukisan baru. Sabtu pagi memang hari yang paling nyaman untuk menyelesaikan pesanan lukisan atau menggarap ide-ide baru. Sudah seminggu ini, dari hari Senin sampai Jumat aku sibuk menjadi asisten guru di sebuah taman bermain—pekerjaan yang baru kuperoleh, lagi-lagi atas rekomendasi Pak Julian.

Banyak perkara yang tak dapat kumengerti
Mengapakah harus terjadi di dalam kehidupan ini
Satu perkara yang kusimpan dalam hati
Tiada sesuatu ‘kan terjadi tanpa Allah peduli

Ternyata tidak mudah bagiku untuk bersantai sepenuhnya. Baru satu bait lagu itu mengalun, lelehan kristal bening sudah berlomba membasahi pipiku. Tuhan, berapa lama lagi aku harus hidup seperti ini?

Jadilah Kehendak-MuWhere stories live. Discover now