Bab 1 - Taman Rahasia

5.7K 331 8
                                    

10 Tahun yang lalu...


Customer satisfaction  :

"Negosiasi dan berikan venue alternatif jika venue yang dipilih klien sudah penuh"

"Memberikan variasi menu makanan sesuai konsep acara"

"Memastikan klien puas disetiap pilihannya"

Perempuan itu mengerutkan dahi seraya memainkan alat tulis ditangannya. Belum ada lagi yang bisa ia tuliskan walaupun telah berusaha keras mengingat setiap details yang kemarin ia perhatikan diam-diam. Usaha Ibu dan Tantenya yang berkembang pesat membuatnya harus belajar giat agar bisa meneruskan usaha tersebut kelak dikemudian hari.

Mengapa harus dia? jawabannya karena Kakak laki-laki dan Dua Kakak sepupunya tidak punya niat untuk melanjutkan usaha yang dibuat oleh Ibu dan tantenya dari nol. Kakaknya selalu mengatakan jika kelak ialah satu-satunya harapan Ibu dan tantenya. Dan ia pun setuju setelah melihat sikap acuh Kakak dan sepupunya.

"PENTING!! Komunikasi dan koordinasi dengan staf di lapangan dan perhatikan setiap details permintaan klien dengan seksama"  

Kembali ia menulis catatan hariannya hasil dari ingatan saat ia membantu Sang Ibu dan tante di acara klien beberapa hari yang lalu. Saat itu Ibunya pertama kali mengajaknya untuk menjadi karyawan traine yang sengaja dibawa berkeliling di lokasi pesta dimana klien perusahaan memakai jasa VE- Event Organizer sebagai jasa yang disewa untuk mengatur terlaksananya acara.

Untuk pertama kalinya ia merasakan menjadi Ibu dan tantenya yang selama ini terlihat total mengerjakan setiap proyek. Ia selalu kagum dengan sikap profesional keduanya. Baginya sosok sang Ibu dan tante adalah panutannya.

"Sabar Day.. Lo tahu kan Ibu nggak pernah ngajarin untuk balas dendam, sabar.. "

Ia melirik terkejut saat mendapati bahwa ada orang lain selain dirinya di taman itu. Selama ini ia tak pernah bertemu orang lain di taman belakang sekolah yang justru jadi momok banyak siswa karena keangkerannya. Tapi sejak menjadi siswi di sebuah SMA negeri yang punya peringkat terbaik di Jakarta. Ia sama sekali tidak takut dan ngeri mendatangi taman ini. ia justru bahagia karena ia punya tempat persembunyian yang akan ia singgahi jika merasa butuh sendiri.

Taman di belakang sekolah itu memang sebuah taman yang luas dan indah beberapa tahun sebelum terdengar gosip adanya siswi yang meninggal di sana. Tapi saat ia menemukannya taman itu justru dalam keadaan baik dan nyaman. ada beberapa bangku dan 1 pohon tua yang banyak sekali tertempel kertas. Dulu sekali beberapa orang mengatakan pohon itu adalan pohon permohonan dan banyak orang yang mencoba menaruh harapannya pada pohon itu dan entah disengaja atau tidak permohonan itu selaku terkabul. entah karena pohon itu yang sakti atau sang pemohonlah yang sungguh-sungguh memohon.

"Kamu siapa?" 

Ia berjengit kaget saat melihat siswa itu kini sedang menatapnya lekat-lekat. setelah berhasil menguasai rasa terkejutnya ia pun mencoba tersenyum.

"Aku Althisa."

****

Usai mengeluarkan keluh kesahnya setelah peristiwa penyitaan handphone miliknya oleh wali kelas –karena terlalu asik bermain game di kelas– beberapa saat sebelumnya ia cukup terkejut ketika menyadari bahwa keluhannya telah didengar –tanpa sengaja– oleh seseorang. dengan rasa gugup bercampur ngeri karena sempat mengira tidak akan ada yg pernah masuk ke taman rahasianya yang selama 3 Tahun menimba Ilmu di SMA-nya. tapi ternyata dugaannya salah. dari balik kacamatanya ia mencoba menguatkan pandangannya dan memastikan orang yang tengah duduk dua bangku darinya adalah manusia ia berusaha untuk bersikap setenang mungkin -walau hatinya tidak.

"Kamu siapa?" tanyanya dengan pandangannya menelusuri gadis itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. Walau terkesan tidka sopan tapi ia harus berjaga-jaga jika yang ia temui adalah makhluk lain selain manusia.

"Aku Althisa."

Jawaban gadis itu membuat dahinya berkerut. Ia seperti pernah mendengar nama itu disebut-sebut. Bahkan terlalu sering sehingga nama itu seperti melekat erat di dalam otaknya tanpa diminta.

Althisa..

Ia kembali memandang gadis itu. diperbaikinya posisi kacamatanya yang bertengger di atas hidung mancungnya.

"Kamu.." serunya sambil menunjuk ke arah gadis itu.

"Anak kelas satu kan?"tanyanya menebak-nebak. Ia mulai sedikit mengingat dimana ia pernah mendengar nama itu digaumkan.

"Iya Kak, nama aku Althisa biasa dipanggil Tisha, kelas Satu-Dua."

Senyum tipis mampir di wajah tampannya yang tertutupi oleh kacamata tebal dan rambut potongan model lama. ingatannya tak salah. Althisa yang kini ada dihadapannya adalah siswi kelas satu yang punya banyak penggemar. Hampir semua pria menyukai sosok islami Althisa. Gadis itu mengenakan jilbab syar'I dengan wajah blesteran yang membuat beberapa orang sering bertanya padanya.

"Kamu bule?" atau "Bapakmu Bule ya?" atau yang paling frontal "Kamu anaknya bule yang masuk islam ya?"

Tapi ia yakin bahwa tidak ada darah bule di tubuh Althisa. Gadis itu memang terlihat memukau dengan kulit putih bersih dan mata bulat sempurna.

"Kakak?"tanya gadis itu gantian. Ia memperbaiki letak kacamatanya sebelum mencoba tersenyum ramah.

"Dayola."

****

Deep In HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang