"Udaah!"
Ian melemaskan jari-jarinya yang terasa agak kaku akibat bermain game semalaman. Ia juga meletakkan headphone yang melingkari lehernya ke tempat semula. "Kenapa, Ma?"
"Kamu dikasih apa tuh sama Iel. Coba lihat."
"Iel?"
"Iya, Iel yang ganteng, lucu, keren, sama pipinya menal-menul."
Ian menyatukan alisnya sebelum memutar bola matanya. Ibunya memang menyukai anak tunggal tetangga sebelah yang menurut beliau mirip maskot beruang lucu dari salah satu merek popok bayi.
"Jangan galak-galak dong, Kak, sama Iel. Kasihan."
Ian menipisnya bibirnya. "Siapa yang galak? Orang kakak biasa aja."
"Ya maksud mama kalau kamu gak suka balik, yang baik nolaknya. Jangan kasar. Kasihan Ielnya. Nanti sedih."
Ian mendengus pelan. Ia jadi bertanya-tanya sebenarnya yang anak kandung ibunya itu dirinya atau Juan? Ia bergumam malas sebagai jawaban.
"Kakak! Dinasehatin juga."
"Astaga. Iya, Maa." Tidak hanya pipi yang menggembung, Ian juga memanyunkan bibirnya. Ia bersedekap sebatas dada. "Kayaknya mama lebih sayang Iel daripada kakak. Yang dibelain Iel terus. Dikit-dikit kasihan Iel. Yang anaknya mama tuh kakak atau Iel?"
Mama hanya tertawa geli. "Ditaruh meja depan sama Iel," ujarnya.
Selepas ibunya melenggang entah ke mana, Ian melangkah ke teras dan segera saja ia menemukan apa yang ibunya maksud. Wah, ia tercengang dibuatnya dan sungguh-sungguh tidak mengerti cara kerja otak Juan. Untuk apa Juan memberinya dua kardus susu kotak dan satu box cokelat? Di tengah kepala yang berdenyut, ia mengambil secarik kertas yang tertempel di atas kardus susu.
𝐊𝐚𝐤 𝐈𝐚𝐧, 𝐦𝐚𝐤𝐚𝐬𝐢𝐡 𝐛𝐮𝐚𝐭 𝐬𝐮𝐬𝐮 𝐬𝐚𝐦𝐚 𝐜𝐨𝐤𝐞𝐥𝐚𝐭𝐧𝐲𝐚 𝐤𝐞𝐦𝐚𝐫𝐢𝐧 ── 𝐃𝐚𝐫𝐢 𝐈𝐞𝐥
Tanpa sadar seulas senyum merekah di paras Ian yang tak jemu dipandang, dan mendadak pusing tak lagi mendera kepalanya. Saat akan mengangkat hadiah yang sangat di luar sangka ini, sebuah kertas biru muda yang ukurannya lebih kecil dan tertempel di atas box cokelat sukses menarik perhatiannya.
𝐊𝐚𝐥𝐚𝐮 𝐦𝐚𝐮 𝐛𝐢𝐥𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚 𝐤𝐚𝐬𝐢𝐡 𝐥𝐞𝐰𝐚𝐭 𝐭𝐞𝐥𝐞𝐩𝐨𝐧 𝐚𝐣𝐚 𝐲𝐚 𝐡𝐞𝐡𝐞𝐡𝐞. 𝐁𝐮𝐚𝐭 𝐊𝐚𝐤 𝐈𝐚𝐧 𝐚𝐤𝐮 𝐠𝐚𝐤 𝐦𝐞𝐧𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚 𝐜𝐡𝐚𝐭 ── 𝐃𝐚𝐫𝐢 𝐈𝐞𝐥 𝐥𝐚𝐠𝐢
Ian terkekeh. Gevariel sangat lucu sehingga ia tidak mau menjadikannya sebagai pacar. Bukankah Iel lebih cocok menjadi adiknya daripada pacarnya? Ia juga merasa lebih cocok menjadi kakaknya Iel.
Ah, entahlah. Yang jelas ia tidak menyukai Juan, atau mungkin belum.
૮ • ﻌ - ა
"Iel, makasih."
Dahi Ian mengernyit seseorang di seberang tidak mengatakan apapun padahal telepon mereka masih terhubung. "Halo?" Jaringan internet di rumahnya stabil-stabil saja kok. "Iel?" panggilnya. Helaan napas lolos dari celah bibirnya tidak mendapat balasan apapun. "Ya udah deh kalau gitu—"
"Sebentar, Kak! Jangan dimatiin!"
Ian membelalakkan matanya kaget. Bisa tidak sih Juan memberi aba-aba dulu jika ingin berteriak? Astaga, jantungnya nyaris turun ke perut. "Iel, kamu lagi ngapain sih? Sinyal kamu jelek?"
01 - Ian dan Iel
Start from the beginning
