Kurasakan kepalaku sudah mulai berasap. Segala macam nama-nama penghuni kebun binatang sudah siap di ujung lidahku untuk aku tumpahkan pada cowok kurang ajar ini. Tapi kutelan emosiku bulat-bulat. Lalu beralih menghadap jendela dan memikirkan solusi lain.

Pasti ada. Pasti. Minta bayarin sama ibu yang lagi makan jeruk di depanku? Atau sama bapak yang lagi sibuk ngerokok di ujung pintu? Atau coba bicara baik-baik sama pak supir yang mukanya antagonis banget? Oh aku tau! Apa aku pura-pura ngamen?

"Rumah lo dimana?"

Setengah mati aku berusaha mengabaikan ucapan sok baik dari cowok di sampingku. Tapi gagal. "Komplek Pepaya."

Reja mengangguk-angguk nggak jelas. "Yaudah nanti ikutin gue aja."

Hah?

Maksudnya dia mau bayarin angkot? Tuhkan! Mana tega sih dia? Haha. Aku yang menang!

"Kiri ya bang!"

Seruan Reja membuatku melongo seketika. What? Inikan komplek manggis! Komplek pepaya masih di depan lagi! Dia bego atau gimanasih?

Angkot menepi dan tidak lama kemudian berhenti. Reja mengangguk mengajakku turun. Aku tetap duduk tenang di tempatku. Enak saja, jangan-jangan komplek manggis ini rumahnya! Dasar sok baik!

Ketika tidak ada tanda-tanda aku akan bergerak, Reja langsung menarik tanganku dan memaksaku turun dari angkot. Setelah kami berdua sudah turun, tanpa melepaskan genggamannya pada tanganku, Reja menyerahkan sejumlah uang kepada sang supir. Sebelum sang sopir sempat melihat berapa jumlah uang yang diberikan Reja, Reja sudah menarikku berlari masuk ke dalam komplek manggis.

Aku yang tidak siap, awalnya sempat terseok-seok diajak lari tiba-tiba. Ketika ingin protes kepada Reja, bisa kudengar suara teriakkan sangar sopir angkot dari belakang kami, "Woi bocah! Kurang nih! Main kabur lagi!"

Dan percaya atau tidak, sang sopir angkot saat ini tengah berlari mengejar kami memasuki komplek manggis! Gila!

Reja berlari di depanku, menunjukkan arah. Masih sambil mengenggam tanganku. Kali ini lebih erat. Kalau gini terus sih, aku rela dikejar-kejar sopir angkot sampe ujung komplek.

Reja lalu menarikku masuk ke dalam rumah tempat rental PS3. Bersembunyi. Dari kaca bisa kami lihat sopir angkot tadi yang merasa kehilangan jejak langsung berbalik. Huh, syukurlah. Aku mengelap keringat yang membahasai pelipis dan dahiku. Gila. Capek banget. Aku melirik Reja, cowok itu sama berantakkan denganku. Hanya saja dia kelihatan lebih macho kali ini. Haduh, ingin rasanya aku mencakari mukanya yang menyebalkan!

Satu hal yang baru kusadari, sejak tadi, walaupun sudah berhenti berlari, tapi tangan kami berdua masih tetap bergandengan. Gengsi, kutarik tanganku dengan kasar. Reja tampak kaget dan langsung salah tingkah. "Adek kelas nggak boleh modus ya."

"Udah ditolongin juga, malah marah-marah." cowok itu mencibir. "Kakak kelas nggak tau diri."

Kurang ajar. "Iyadeh, makasih."

Aku lalu mengajak Reja keluar dari rental PS3 karena merasakan tatapan tidak enak dari mbak-mbak penjaga rental. Reja langsung menyetujuinya.

"Terus sekarang pulangnya gimana?" aku membuka suara sambil terus berjalan mengikuti Reja. "Lagian kenapa turun di sini sih? Jangan-jangan ini gang komplek rumah lo ya? Songong banget lo. Sebenernya lo iklas nggak sih nolongin gu-"

"Berisik banget sih lo!" apa aku tidak salah dengar? Barusan dia membentakku? "Yaa lo pikir kek, kalo kita turun persis di depan gang komplek rumah lo, kalo besok-besok tuh tukang angkot nyariin lo di gang situ gimana? Ya okelah kalo cuman nyariin. Kalo dia dendam? Mati aja lo.

Behind Every LaughWhere stories live. Discover now