PROLOG

70 14 0
                                        

Di sebuah pagi musim panas yang hangat, sinar matahari menembus jendela besar rumah keluarga Parkison. Bagi Ophelia, liburan sebelum memasuki tahun keempat di Hogwarts biasanya berarti waktu istirahat yang menyenangkan, seperti membaca buku di taman belakang, berlatih membuat ramuan di ruang bawah tanah, atau sekadar bergosip dengan Pansy.

Namun pagi itu terasa berbeda. Pelayan rumah di minta untuk memanggilnya ke ruang kerja sang ayah, sebuah ruangan berlapis panel kayu gelap yang jarang ia masuki kecuali untuk urusan penting. Di dalamnya, kedua orang tuanya duduk menunggu, wajah mereka serius. Pansy, kembarannya, berdiri di sisi ibunya dengan tatapan sulit ditebak.

"Ophelia." suara ayahnya berat. "Beberapa waktu lalu, Pansy sudah di jodohkan dengan putra keluarga Nott. Yang itu artinya kau tahu apa.."

Ophelia menelan ludah. Suasana ini bukan lagi tentang nilai ujian atau perilaku sopan santunnya. Ada sesuatu yang jauh lebih besar.

"Ini saat giliranmu," lanjut ibunya lembut tapi tegas. "Kami telah menjodohkanmu dengan putra keluarga Malfoy, Draco Malfoy. Hal ini kami lakukan untuk melanjutkan ikatan lama antara keluarga kita dengan keluarga Malfoy."

Nafas Ophelia seakan terasa terenggut. Nama itu, Draco Malfoy bukan sekadar nama. Itu adalah bocah sombong yang pernah menghinanya saat mereka berusia delapan tahun, seseorang yang wajahnya saja cukup untuk membuat darahnya mendidih.

"Apa?" suaranya pecah, hampir tak terdengar. "A-aku dijodohkan dengan... dia?"

Ayahnya mengangguk pelan. "Ini demi kehormatan keluarga, Ophelia. Kau mengerti, bukan?"

Ophelia hanya berdiri terpaku. Pagi yang semestinya penuh kebebasan musim panas kini berubah menjadi jeruji tak terlihat. Di luar jendela, burung-burung tetap berkicau riang, seolah tak tahu dunia seorang gadis baru saja runtuh.

Ophelia menatap kedua orang tuanya dengan kecewa, kenapa ia harus di jodohkan dengan pria yang tidak dia cintai? Bahkan pria itu adalah pria yang dia benci.

"Kenapa harus dia, ayah? Dan kenapa aku harus di jodohkan! Aku tak mau menerima perjodohan ini, aku tak ingin terjebak dengan orang yang tidak ku cintai!" Bentaknya, badannya gemetar karena menahan emosi yang menyesekkan.

Kedua orang tuanya saling pandang dan kembali menatap Ophelia dengan tatapan sulit dimengerti, disisi lain Pansy hanya bisa menunduk, tak sanggup melihat kembarannya yang menderita karena rencana perjodohan ini.

"Ini bukanlah sebuah diskusi yang membutuhkan pendapatmu, Ophelia. Tetapi, ini merupakan perintahku sebagai kepala keluarga." Ucap ayahnya dengan nada dingin, sembari ibunya berjalan kearahnya.

Ophelia yang mendengar itu hanya bisa menunduk dan meremas ujung gaunnya, seharusnya dari awal dia tau bahwa hidupnya ini telah di atur dan dia tak akan pernah memiliki pilihan.

Perlahan wajah Ophelia terangkat karena ibunya. Dia bisa melihat senyuman penuh arti terpatri di wajah sang ibu, senyuman itu cukup menyeramkan tetapi di satu sisi juga seolah meyakinkan.

"Ophelia, dengarkan ibu" Ucap ibunya dengan nada halus. "Cinta bisa tumbuh seiring berjalannya waktu, yang artinya  dengan siapapun kamu menikah, di waktu yang tepat pasti kamu akan mulai mencintai calon suamimu. Jadi, jangan jadikan cinta sebagai alasan kau tak ingin menikah."

"T-Tapi bu---" Baru ingin membalas, tapi ucapannya lebih dulu di patahkan.

"Tidak ada kata tapi, Ophelia. Lakukanlah ini demi keluarga kita, lagian keluarga Malfoy pasti akan memperlakukan kamu dengan baik dan juga pasti Draco Malfoy bisa menjadi suami yang baik untukmu."

Ophelia menggigit bibirnya. Suara ibunya terdengar begitu meyakinkan, tetapi di hatinya bergolak pertanyaan yang tak bisa ia ucapkan. "Bagaimana mungkin ia bisa mencintai orang lain, jika hatinya sudah dimiliki oleh seseorang yang lain, seorang yang selama ini ia simpan rapat-rapat dari keluarganya?" Bayangan wajah itu muncul sekilas di benaknya, membuat dadanya kian sesak.

DESIRETahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon