Kini Sabiya dan Januar tengah berjalan menuju ke tempat dimana mobil Januar diparkirkan. Sebetulnya si laki-laki ingin sekali menggenggam tangan si gadis yang menggantung begitu saja. Ia memperhatikan dari bayangan mereka yang sedikit berjarak. Tentu saja Januar ragu, karena yang ada di pikirannya takut jika Sabiya tidak nyaman dan merasa ia terlalu cepat melangkah.
Kepalanya tiba-tiba terpikirkan pesan dari bundanya tadi sore. "Hm ... Biya, kalo aku ajak ke rumah mau gak? Bunda ngajakin dinner bareng," kata Januar menoleh pada Sabiya yang turut melihatnya juga.
"Hah serius, Kak?" tanya Sabiya terkejut. Berarti orang tua Januar sudah mengenalnya, kah? Apa Januar menceritakan tentangnya?
Melihat Januar mengangguk dengan antusias, tiba-tiba jantung Sabiya berdebar lebih kencang lagi. "Aku sebenernya mau ... tapi kayaknya baju yang aku pake kurang cocok buat dateng dinner, apalagi pertama kali ketemu sama bundanya Kakak." Jawaban Sabiya membuat Januar tersenyum.
"Kalo kamu mau, beli dulu baju juga boleh!" Sabiya terkekeh mendengar jawaban itu, berarti Januar berharap ia bisa ikut.
"Boleh, yuk!"
Dengan antusias Januar sedikit meloncat. Ia tertawa setelahnya disusul Sabiya yang turut senang melihatnya. "Kalo mau pegang tangan kamu, boleh gak?" tanyanya.
Tanpa kata, Sabiya menadahkan tangan meminta Januar untuk menggenggam tangannya. Hal yang sedari tadi ia harapkan tapi ragu ia sampaikan. Ternyata Januar memiliki kemauan serupa, mungkin ke depannya ia bisa seperti Januar, bertanya tentang kenyamanannya.
Tangan itu kini saling bertaut, dengan senyum yang mengembang, hari yang menggelap membuat rona di wajah masing-masing cukup tersamarkan. Meskipun panas hawa salah tingkah tidak bisa dihindarkan.
"Biya mau beli baju dimana?" tanya Januar, kini langkah keduanya cukup berdekatan.
"Hm ... kayaknya kalo buat beli baju yang lebih rapih ke Yoas Looks aja," jawab Sabiya menatap Januar, dengan tangan bertaut seperti ini, ia dapat merasakan hangatnya suhu Januar lalu ia mendekatkan diri.
Saat keduanya telah sampai di mobil, Januar melakukan kebiasaannya dengan membukakan pintu untuk Sabiya lalu masuk ke kursi kemudi. Ia memberikan jaketnya yang ada di dalam mobil untuk Sabiya gunakan, karena nampaknya gadis itu sedikit kedinginan karena jenis baju yang digunakan. "Kalo malem suhu mobilnya beda atau nggak, Biya?" tanya Januar.
Sabiya melihat ke arah petunjuk air conditioner mobil Januar, tersenyum saat mengetahui jika suhu mobil ini memang sama dengan beberapa waktu lalu ia pulang menaiki mobil laki-laki itu. Pantas saja siang tadi ia merasa pas dengan suhunya. "Sama aja kok, Kak. Kan aku pake jaket Kakak juga."
"Oke kalo gitu, kita berangkat ya." Sabiya mengangguk setelah selesai memakai jaket besar milik Januar. Hangat langsung menyelimuti, disertai wangi khas dari laki-laki itu.
"Kak Janu, aku mau tanya sesuatu."
"Tanya aja, Biya."
Sabiya menatap ragu. Ia menoleh pada jalanan lengang. Lalu kembali menatap Januar, sedikit memiringkan tubuhnya. "Aku gak tau ini topik sensitif atau bukan buat cowok, kalo Kakak gak nyaman, bilang ya."
Januar mengangguk sesekali menoleh pada gadis itu. "Iya, Biya."
"Hm ... Kak Janu ngerokok gak?" tanya Sabiya pelan dengan sedikit ragu.
Januar terkekeh mendengar itu. Ia memelankan laju kendaraannya dan berjalan di jalur aman. "Aku ngerokok, tapi bukan yang aktif, sesekali aja kalo misal lagi ngantuk tapi kerjaan aku belum beres. Nggak semua jenis rokok masuk juga, lebih sering pake roko elektrik. Buka aja laci itu, di situ ada pod aku sama liquidnya," jelas Januar.
DU LIEST GERADE
Lay Your Head on Me (Revision)
RomantikJatuh cinta itu membuat bahagia. Kalimat itu selalu menjadi patokan dalam ingatan Januar agar ia bisa menjalani hari-harinya dengan pemikiran yang baik. Berada di lingkungan yang baik, keluarga yang baik dan mendukungnya penuh adalah sebuah kebahagi...
