Part. 3

149 15 6
                                        

Tak ada yang bisa Jaemin lakukan selain marah kepada Renjun. Menurutnya, tuduhan itu tak berdasar dan berpotensi menyakiti hati seseorang. Renjun saja yang jelas-jelas banci tidak dituduh banci oleh Jaemin, seharusnya Renjun pun tidak mengatakan hal seperti itu.

"Aku tersinggung, Jun kamu bilang begitu," kata Jaemin, memberanikan diri. Dia merapikan lagi ranselnya.

"Ya I’m sorry. Bukan maksud aku nuduh kamu banci. I just think you is banci from the first sight. Mungkin aku salah," balas Renjun, tampak menyesal.

Jaemin ingin sekali luluh pada permintaan maaf yang tulus itu. Namun dia harus menjalankan misi kedua, yaitu meng-unfriend Renjun dari hidupnya. Sebagai cowok, dia harus macho. Salah satunya memutus silaturahmi kalau memang temanmu itu kurang ajar. Menyebut dirinya banci bagi Jaemin adalah kurang ajar. Renjun kan nggak tahu apa-apa soal hidup Jaemin atau masa lalunya. 'Renjun nggak berhak menjudge aku,' batin Jaemin.

Meski secara teknis yang Renjun bilang benar, sih. Tapi kan nggak perlu ada yang tahu.

"Aku pindah. Maaf, ya," kata Jaemin, sambil berdiri dari kursinya.

Renjun mengangguk. "Ya udah, I am alright. Berarti aku duduk sama temanku."

"Hah?"

"My SMP friends. Namanya Haechan. Dia masuk kelas IBB juga. Tapi belum dateng. Kami janjian buat duduk bareng di SMA."

Jaemin mengerutkan alisnya. "Terus kenapa kamu minta duduk sama aku?"

"Ya nggak usah sewot, kali!" sahut Renjun tersinggung. Beberapa orang menoleh, termasuk Matheus Song. "Aku, kan cuma just wants to have new friends. Siapa tau kita bisa duduk bertiga."

'MANA BISA!' jerit Jaemin dalam hati. 'Satu meja aja kursinya untuk dua orang. Emangnya kita lagi naik angkot duduk empet-empetan?!'

Jaemin mendengus kesal dan berbalik meninggalkan Renjun. Beberapa orang sudah ramai berdatangan ke dalam kelas dan mengambil setiap meja yang kosong. Mungkin karena tidak saling mengenal, setiap satu orang akan duduk di satu meja saja. Orang berikutnya yang muncullah yang terpaksa duduk dengan yang sudah datang duluan.

Nah, masalahnya, meja yang kosong sekarang tinggal meja di belakang si Matheus Song. Sisanya terisi murid cowok atau cewek yang masih canggung dengan kelas baru, sibuk dengan ponsel masing-masing. Ada sekitar empat meja berisi satu cowok yang sudah duduk (tidak termasuk Matheus Song). Apa Jaemin perlu menghampiri salah satu dari mereka?

'Nggak,' jawab Jaemin dalam hati. Mereka duduk terlalu jauh dari si Matheus Song. Bisa-bisa Jaemin kehilangan kesempatan mengagumi cowok berjas SMP swasta itu dari dekat.

Apa Jaemin duduk semeja dengan Matheus Song saja?

'Gila, ya?' balas Jaemin dalam hati. Bisa mimisan setiap hari atau tremor pas pegang pulpen saking deg-degannya duduk sama yang ganteng. Seumur hidup Jaemin nggak pernah berinteraksi dengan orang yang ganteng banget kayak si Matheus Song. Rasanya nggak pantas, gitu. Apalagi dulu Jaemin sering diejek bencong, jadinya mungkin semua yang ganteng bakal menjauh. Jaemin juga nggak merasa cakep-cakep amat untuk berada dalam radius dua meter di sekitar cowok ganteng. Takutnya virus muka jelek Jaemin menginfeksi para cowok ganteng ini, membuat mereka jadi kehilangan ketampanan.

'Tapi aku pengen duduk deket si Matheus Song itu!' jerit Jaemin dalam hati.

Akhirnya, Jaemin memberanikan diri menduduki kursi di meja yang berada tepat di belakang si Matheus Song. Nggak apa-apa, lah meski jantung agak berdebar sedikit. Yang penting bisa berlagak macho, siapa tahu bisa berteman baik dengan si Matheus Song.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 12 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

IdentityWhere stories live. Discover now