Yoshi melangkahkan kakinya di antara tembok-tembok lembab berlumut dua gedung apartemen yang hampir bertubrukan. Hampir, karena sejak 12 tahun lalu dia dilahirkan dan tumbuh disini, bangunan-bangunan di distrik ini selalu berdiri kokoh tidak peduli berapa banyak manusia yang tinggal di dalamnya. Flat Yoshi sendiri ada di bangunan nomor 157, tiga bangunan jaraknya dari tempat dia berada sekarang.
Dia mengeratkan kepalan tangannya di dalam saku jaket; tangan kanan memegang pisau lipat yang senantiasa menemaninya kala harus keluar rumah, tangan kiri menggenggam beberapa lembar uang hasil penjualan hari ini. Uang tersebut tidak boleh hilang karena itu adalah milik bosnya yang harus dia setor besok ketika mengambil barang.
Dia bekerja sebagai pengantar barang di sebuah toko kue kecil di perbatasan antara distrik dan kota. Dia mengirimkan berbagai macam kue yang dibuat sendiri di toko tersebut. Mulai dari cupcake, creamcake, berbagai macam pie, hingga kue ulang tahun.
Tapi ini bukan tentang kue.
Semua jenis kue yang Yoshi antarkan selalu selalu mempunyai kesamaan; hiasan krim tebal di atasnya, untuk menutupi bagian tengah yang telah dikeruk, sebagai tempat menyimpan bungkusan plastik, yang berisi serbuk atau tablet atau kapsul atau kristal atau cairan dalam botol kecil atau...
Intinya, pekerjaan Yoshi adalah menjadi kurir yang mengantarkan zat adiktif yang pastinya ilegal.
Takut? Tidak juga. Bisa dibilang Yoshi cukup berpengalaman di bidangnya. Tiga tahun bukanlah waktu yang singkat, kan? Usianya masih cukup muda, memang, tapi itulah yang membuatnya cocok untuk pekerjaan ini. Polisi tidak akan menaruh curiga pada anak yang membawa kue dalam tasnya.
Yoshi mempercepat langkahnya, hampir berlari, namun tetap hati-hati. Jalan yang dia lalui tidaklah lebar; hanya tiga langkah orang dewasa. Tidaklah terang, cahaya yang ada hanya hanya berasal dari jendela-jendela di atasnya. Tidaklah mulus, dengan sampah yang menumpuk di kanan kirinya.
Yoshi kini berlari. Dia ingin segera mencapai rumahnya karena, demi apapun, badannya terasa panas dan sakit dan lelah dan aroma tidak sedap di sekitarnya sangat mengganggu melebihi biasanya.
Dalam ketergesaannya, Yoshi tersandung sesuatu dan jatuh. Dia lantas menoleh untuk melihat benda yang menghalanginya. Sebuah kaki. Dia lalu memperhatikan bagian dada; tidak ada pergerakan. Mungkin sudah mati. Matanya kemudian merayap ke bagian wajah.
Oh.
Dia mengenali orang itu. Itu adalah paman dari gedung nomor 74 yang selalu membeli cupcake darinya tapi entah kenapa sudah tidak pernah pesan lagi selama beberapa hari terakhir ini. Mungkin kehabisan uang. Serta melihat kondisi si paman, sepertinya penyebab kematiannya adalah karena putus obat secara tiba-tiba.
Yoshi bangkit berdiri, menepuk-nepuk celana dan jaketnya, lalu melanjutkan jalannya tanpa menoleh sedikitpun.
Kondisi paman nomor 74 tergolong cukup baik dibanding tubuh lain yang pernah ditemuinya. Baru saja bulan lalu dia terjatuh seperi ini; tersandung kaki. Hanya saja sialnya waktu itu dia mendarat di genangan darah yang mengalir dari luka-luka di tubuh itu, tampak masih segar dan barbar. Dia terpaksa membuang celananya karena noda darah yang tidak mau hilang padahal itu adalah celana favoritnya.
Setelah melewati beberapa persimpangan akhirnya Yoshi tiba di depan gedung apartemennya. Dia menaiki beberapa anak tangga menuju flatnya yang terletak di lantai 9.
"Ibu, aku pulang," panggilnya sambil menutup pintu lalu menguncinya kembali.
Ibunya, yang dari sejak mendengar kedatangannya sudah berdiri menyambutnya, bergegas menghampiri.
"Kenapa baru pulang? Apa ada banyak pesanan?" Ibu bertanya.
"Tidak. Cuma tadi ada salah kirim jadi aku harus menukarnya lagi."
"Kamu tidak dihukum, kan?"
Yoshi cemberut mendengarnya, dia lalu teringat kejadian di dapur toko tadi. "Bos memukulku dengan loyang sampai loyangnya penyok. Kepalaku sakit."
Yoshi meraba bagian kepalanya yang masih terasa berdenyut. Ibu berjongkok dan menarik pelan kepala Yoshi untuk melihat lebih dekat bagian yang dimaksud.
Raut khawatir Ibu perlahan berubah menjadi bingung.
"Kamu ke redstring tadi?" tanya Ibu. Redstring adalah salah satu gedung apartemen disana, sarang prostitusi yang kebanyakan penghuninya adalah omega dan beta perempuan.
"Tidak," jawab Yoshi dibarengi gelengan.
"Lalu kenapa..." Ibu tidak menyelesaikan kalimatnya tapi malah mencengkeram bahu Yoshi lalu mendekatkan hidungnya pada leher sebelah kiri anaknya.
Mata Ibu membola lalu dia bangkit berdiri dan masuk ke kamarnya. Sebelum Yoshi dapat berkata apapun, Ibu sudah kembali berlutut di depannya.
Dia membawa sebuah bungkusan kecil lalu mengeluarkan isinya; sebuah plester seperti yang biasa Ibu gunakan untk merawatnya saat terluka, hanya saja yang ini berbentuk persegi. Ibu menempelkan plester tersebut di tempat dia mengendus Yoshi tadi.
"Nak, in namanya scent blocker. gunanya untuk membuat feromonmu tidak tercium orang lain. Mulai sekarang kau harus selalu pakai ini. Jangan sampai lupa."
Tanpa penjelasan lebih jauh, Yoshi paham bahwa dia telah presenting menjadi seorang omega.
__________
____________
______________
Cek ombak aja. Ares excied banget sama ide book ini. Might unpub soon
YOU ARE READING
Final Line
FanfictionYoshi hanya ingin bertahan hidup sedikit lebih lama, bagaimanapun caranya. Hanya untuk hiburan, tidak untuk ditiru.
