2. Red Strings Theory

Start from the beginning
                                        

"Ingatan tentangku buruk banget ya?Anyway, jangan pakai saya dong ngomongnya. Kayak sama siapa aja."

"Kakak bukannya gak suka sama yang gak sopan?" tanya Hana, sedikit tertawa. Ucapannya mengandung sindiran, meski tidak dengan gamblang ia ucapkan.

Jeno menyipitkan matanya dalam senyuman yang indah. "Kalo sama kamu mah gimana pun juga suka."

Hana tertawa kaku.

Di sisi lain perpustakaan, Jaemin menatap nyalang dua sejoli itu. Memperhatikan dengan fokus dua orang yang saling bertukar senyuman dan canda tawa. Kontras dengan dirinya yang dikuasai amarah.

"Hana! Eh, ada Kak Jeno..." kata Karina. "Aku dan Giselle join yaa, Kak. Gak ganggu 'kan nih?"

"What do you mean by ganggu, Kar?" Hana mencubit pelan lengan Karina. Langsung menarik gadis itu untuk duduk di sampingnya. "You should come before him, it's fucking awkward." Hana berbisik pelan.

"Of course nggak ganggu. Justru gue seneng, bisa kenal sama teman-temannya Hana." Jeno berkata santai, sekadar basa-basi.

Giselle yang sejak tadi diam lebih memilih fokus ke handphone nya. Ia mengetikkan chat di group yang berisi dirinya, Karina, dan Hana.

'What is he doing? Flirting?' tanya Giselle.

'It seems like one of us will get a boyfriend soon,' respons Karina.

***

Langit sore ini terlihat kelewat mendung. Membuat suasana di kampus menjadi lebih kelam.

Jaemin berjalan pelan, beberapa meter di belakang Kim Hana. Wajah lelaki itu muram. Mata yang kelewat gelap, dan tak ada lagi senyum di bibir tipisnya.

Na Jaemin marah. Tapi kalau kalian pikir Jaemin akan langsung menyerah, kalian salah. Ia masih terus mengikuti sang dara. Menatap lamat punggung Hana, berharap dapat mengetahui isi hatinya.

Zrrrssss...

Hujan mendadak turun. Membuat Hana mempercepat langkahnya. Ia hanya perlu menyeberang untuk tiba di stasiun dekat kampusnya. Terlalu panik dengan turunnya hujan yang mendadak deras, Hana langsung berlari untuk menyeberang.

Di saat yang bersamaan, sebuah mobil mini bus berwarna hitam melaju cepat. Tidak mampu menghentikan pergerakannya. Tidak menyangka akan ada Hana yang berada di hadapannya.

"Bahaya!" Jaemin berujar kencang.

Maka Na Jaemin dengan sigap merengkuh tubuh Kim Hana. Menjadikan dirinya pelindung, dan terhempas cukup keras. Kepala dan sekujur tubuhnya terantup aspal, tetapi untungnya Kim Hana berhasil ia selamatkan dalam pelukannya.

"K-kamu ... Jaemin?" Hana bertanya dengan terkaget. Ia tidak menyangka semua terjadi begitu tiba-tiba. Ia menyeberang jalan, hampir tertabrak, kemudian diselamatkan. Semuanya terlalu cepat.

Dari posisinya yang berada dalam dekapan Jaemin, dapat Hana lihat darah mulai mengalir dari dahi sang pemuda. Disusul dengan kedua mata Jaemin yang mulai tertutup tanpa suara.

"Jaemin!"

Suara yang syarat akan kekhawatiran itu menjadi satu-satunya hal yang Jaemin ingat. Setelahnya, ia jatuh pingsan dan sama sekali tidak merasakan apa pun. Rasa sakit itu memudar. Pendengarannya juga semakin menghilang.

***

Tepat saat Jaemin kembali dapat membuka mata, yang bisa ia lihat hanyalah lampu yang berada di atap sana. Tubuhnya kaku. Kepalanya terasa pusing.

"Sudah bangun?"

Suara lembut itu membuat Jaemin membuka mata lebih lebar, kemudian mendapati seorang suster di sana. Sedang mengecek infus di tangan Jaemin.

Jaemin mengangguk lemas.

"Gadis itu pasti senang melihat kamu sudah sadar. Tadi dia histeris sekali."

Suster itu terus berbicara, tetapi Jaemin tidak terlalu mendengarkannya. Ia justru terfokus untuk memperjelas pandangannya yang masih sedikit kabur.

Aneh. Ia melihat sesuatu berwarna merah. Tipis. Berada di jemari sang suster.

Benang berwarna merah. Yang menjuntai ke tempat yang jauh.

Jaemin mengedarkan pandangannya. Melihat bahwa di IGD ini, ada sepasang paruh baya dengan benang merah yang mengikat kelingking mereka.

Jaemin ... dapat melihat red string.

"Kamu sudah sadar, Na Jaemin?" tanya suatu suara yang jernih. Yang tanpa Jaemin menoleh, ia jelas telah tahu siapa sumber suara itu.

Kim Hana.

"Syukurlah kamu sudah sadar. Tadi darahmu banyak sekali keluarnya." Hana berkata penuh rasa lega. Ia kemudian mendekat ke ranjang Jaemin. Memberikan sebuah bungkusan berisi makanan. "Aku beli bubur. Mungkin kamu lapar," kata Hana.

Alih-alih berfokus pada ucapan Hana, kini Jaemin justru terpaku. Menunduk melihat bubur yang diberikan Hana. Lebih tepatnya, jemari Hana yang sedang memegang bubur itu.

"Kok diam? Mau aku suapin?" tanya Hana lembut.

Jaemin masih terhenyak.

Hana memiliki benang merah di kelingkingnya. Terjuntai dan mengarah ke tempat yang jauh. Bukan mengarah pada dirinya.

Bukan ... pada kelingking Na Jaemin.

Bersambung...

The Broken Red StringWhere stories live. Discover now