(Junkyu, Rora, Junghwan AU)
C O M P L E T E D
Tetap vote yaaa meski udah end
Tentang Jayantaka dan Alkanitra, yang bertemu kala keduanya sama-sama patah ...
Jayantaka yang mati rasa, merasa melanjutkan hidup tanpa 'rumah' adalah takdirnya, hingga so...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Happy Reading . . .
🐨🐨🐨
Alkanitra masih ingat jelas kata-kata Jayantaka tentang menjalani hubungan mereka pelan-pelan. Tapi sekarang yang jadi pertanyaannya adalah: Apa membawa dirinya menemui orang tua pemuda itu termasuk kategori pelan?
Semua bermula seminggu lalu, saat Taka mendapat kabar dari Julian bahwa sang sahabat telah resmi menyandang status Ayah. Alka yang mendengar kabar itu ikut bersorak girang. Dan ketika Taka menawarkan untuk menjenguk si bayi, Alka mengangguk tanpa pikir panjang.
"Minggu depan aja, gimana? Lo bisa ambil cuti hari Sabtunya. Jumat pulang kerja kita berangkat," ujar Taka ringan waktu itu.
Alka ingat menjawab dengan santai juga, "Bisa, kok. Cuma sehari mah gampang."
Dia tahu istri Julian melahirkan di kampung halamannya. Tapi baru sekarang, di tengah perjalanan, Taka mengaku bahwa mereka akan menginap di rumah orang tuanya. Rumah orang tua Taka.
Baru malam ini dia tahu fakta mengejutkan lainnya: Julian, istrinya, dan Taka berasal dari kota yang sama. Alka lemas mendengarnya.
"Emang harus nginep di rumah lo, Ka? Gue bawa duit, kok. Cari hotel atau penginapan aja gimana, sih?"
Taka menoleh sekilas, lantas kembali fokus ke jalanan yang lengang. "Ibu sendiri yang minta lo nginep."
Alka duduk tegak secepat kilat, memandang Taka tak percaya. "Kok bisa?"
"Nggak tahu. Tapi habis gue ngabarin ke Julian kalau lo ikut, besoknya Mbak Maya telepon. Katanya ibu minta lo nginep. Kalau nggak mau gue nggak usah pulang. Berasa anak tiri gue."
Alka menuntut. "Kok nyokap lo tahu gue?"
Mengangkat bahunya santai, Taka lalu menjawab, "Dari Julian kali. Kayak nggak tahu aja gimana bocornya mulut dia."
Alka mengerang frustasi. Ekspresi paniknya membuat Taka terkekeh.
"Udah, santai aja. Ibu nggak galak, kok. Ibu baik, ramah, nggak suka interogasi," sahutnya berusaha menenangkan.
Tapi Alka masih belum tenang. Dia melirik jok belakang, pada kado berukuran besar yang dia siapkan khusus untuk bayi Julian. "Mana gue nggak bawa apa-apa buat nyokap lo," gumamnya.
Namun sedetik kemudian dia membelalak, "Kok kemarin nggak langsung bilang kalau disuruh nginep?"
"Lupa." Taka nyengir. "Kantor lagi hectic banget. Gue juga jadi handle kerjaan Julian karena dia cuti, kan."
"Beneran? Bukan karena lo sengaja nggak ngasih tahu?" selidik Alka curiga.
"Beneran, Al. Astaga! Dosa lo nuduh orang tua," seru Taka dramatis.
"Tahu, ah!" Alka hempaskan punggungnya pada sandaran jok. "Nanti kira-kira gue ditanyain apa, ya?"
"Standar, sih. Paling ditanya 'Alka suka makan apa?' terus 'Kerja dimana?' atau nggak 'Taka nyebelin nggak disana?' gitu-gitu doang."
"Yakin begitu doang?" Lagi-lagi gadis itu tak percaya.
"Terus maunya apa? Mau ditanya kapan siap dilamar?"
"Taka! Jangan becanda!" pekiknya.
Taka tergelak. Melihat Alka yang panik setengah mati benar-benar membuatnya gemas.
"Tenang, ya, Al. Gue siap jadi backingan lo, kok. Mending sekarang lo tidur. Paling tiga jam lagi kita sampai."
Alka hanya mengangguk karena percuma saja mendebat terus. Dia memandang ke depan, jalan tol yang mereka lalui tampak seperti lorong tak berujung. Beberapa menit dalam hening membuat sepasang netranya perlahan mengatup.
Sementara di sampingnya Taka masih fokus. Matanya awas menatap jalanan, tapi pikirannya tak sepenuhnya ada disana. Dia akhirnya pulang setelah berbulan-bulan menghindar, kembali ke tempat dimana segalanya runtuh juga kesakitannya bermula.
Tapi dia kembali tidak sendirian. Menoleh sekilas pada Alka yang tertidur tenang, Taka tahu segalanya membaik sekarang.
🐨🐨🐨
Pukul tiga pagi mobil berhenti di sebuah rumah sederhana dengan pekarangan luas. Alkanitra turun dan disambut dengan udara yang dingin hingga menusuk tulang. Suasana sekitar benar-benar sunyi, bahkan suara jangkrik pun tak terdengar.
Jayantaka memimpin di depan dengan menggendong ranselnya, juga menenteng tas jinjing berukuran besar milik Alka. Sampai di depan pintu kayu dia mengetuk pelan, namun terdengar cukup nyaring saking sunyinya sekitar.
Tak lama pintu terbuka, menampilkan sosok wanita cantik yang tersenyum hangat. Arumaya, kakak perempuan Taka satu-satunya.
"Akhirnya kamu pulang juga," ujarnya lega lantas merengkuh Taka yang sudah merentangkan tangannya.
"Alka, ya?"
Alka yang sejak tadi berdiri setengah bersembunyi di belakang Taka langsung menegakkan tubuh. Udara dingin tak seberapa dibandingkan detak jantungnya yang semakin tak karuan. Meski wajah di hadapannya terlihat ramah, tetap saja ini momen pertemuan pertama yang bikin gugup setengah mati.
"I-iya. Alkanitra," sahutnya sambil menunduk sopan, lalu sedikit ragu mengulurkan tangan.
Maya tersenyum, lalu tanpa banyak basa-basi langsung memeluk Alka singkat namun hangat. "Nama kamu cantik," pujinya tulus. "Makasih udah mau direpotin Taka, ya. Aku udah nyangka dia bakal nggak keurus. Tahunya lebih seger gini ketimbang pas minggat dulu."
Alka tersenyum canggung, tak tahu harus membalas apa. Sementara Taka hanya merotasikan matanya. Ayolah, dirinya tak semenyedihkan itu.
"Masuk dulu, yuk!"
Ketiganya memasuki ruang tamu yang lebih hangat. Kegugupan Alka mereda karena sambutan kakak perempuan Taka yang begitu ramah dan tak dibuat-buat. Maya berjalan lebih dulu, menyalakan lampu-lampu kecil di sisi ruangan.
"Ibu sama Bapak udah tidur. Tapi tadi sempat bilang kalau kalian datang langsung masuk kamar aja. Alka, kamu di kamar Taka, ya? Taka tidur di ruang TV."
Alka hendak protes. Namun baru sempat membuka mulut, Maya sudah menatapnya penuh arti.
"Nggak usah sungkan. Kamar tamu lagi renovasi buat kamar Fiola nanti. Lagian kamar Taka udah bersih, kok. Kamu nggak bakalan nemu aneh-aneh."
"Aneh-aneh?" Alka bertanya polos. Meski dia bisa menduga aneh-aneh yang Maya maksud, tapi tetap saja rasanya canggung.
"Biasalah, cowok," kekeh Maya seraya mengibaskan tangan. "Kamu emang selalu sepolos ini, ya?" lanjutnya gemas.
Taka yang sedari tadi diam menyahut, "Polos casingnya doang dia. Aslinya ... beuhhh!!!"
Maya langsung tergelak, lantas buru-buru menutup mulut karena takut membangunkan orang serumah. Sementara Alka sudah memukul lengan Taka, kentara sekali sebal dengan celetukan pemuda itu.
"Gue baru datang, loh. Udah dibikin malu," sungutnya.
Taka hanya tertawa, mengusak rambut si gadis yang sudah mengerucutkan bibirnya.
Melihat interaksi dua anak muda itu, Maya tersenyum lebar. Pandangannya bergantian menatap adiknya, lalu Alka yang kini menunduk, entah menahan tawa atau menahan malu.
"Kalian cocok banget," gumamnya pelan.
Taka menyeringai, sementara Alka makin menyembunyikan wajahnya. Tapi dari rona pipi yang bersemu, jelas gadis itu senang. Dan Maya? Diam-diam merasa lega telah membiarkan Taka menjauh sejenak dari luka lamanya, sampai akhirnya bisa kembali pulang... dengan hati yang lebih utuh.