chapter 11 : A Hint of Jealousy

3.4K 33 1
                                        

"Makasih, ya, udah nganterin gue."

Lili turun dari motor dengan langkah ringan. Di hadapannya, Ryo Prayoga—ketua kelas sekaligus salah satu dari sedikit orang yang berhasil menembus benteng kesendiriannya.

Aura ramah Ryo selalu mampu mencairkan suasana, dan itu pula yang perlahan membuat Lili membuka sedikit ruang dalam dirinya.

Ryo hanya tersenyum tipis, kepalanya sedikit mengangguk, isyarat tanpa kata.

"Santai aja kali, Li. Kayak sama siapa aja."

Ryo melepas helm, menyandarkannya di jok motor sport miliknya, lalu ikut turun.

Pandangannya menyapu rumah Lili yang sunyi, begitu hening hingga nyaris seperti tak berpenghuni.

"Sepi banget rumah lo. Pak Arya masih di sekolah?"

Lili mengangguk pelan. Ada semburat sedih yang terselip dalam sorot matanya.

"Iya… Makanya gue minta bareng lo."

Kening Ryo berkerut, raut wajahnya berubah cemas. "Mending tadi kita jalan-jalan dulu. Lo yakin mau sendirian di rumah?"

Lili mengangkat bahu. Suaranya terdengar tenang, tapi hampa. "Udah biasa…"

"Serem, Li. Perempuan sendirian. Gue temenin deh, ya, sampai Pak Arya pulang."

Langkah Ryo sudah menuju pintu tanpa menunggu persetujuan.

Lili menghela napas, seolah menimbang. 
"Ryo, enggak usah. Lo pulang aja. Serius, gue enggak apa-apa." Tapi, nadanya lebih seperti bisikan yang nyaris tak terdengar.

Ryo tak mengindahkan. Ia terus melangkah, seolah tak mendengar penolakan Lili.

"Buka aja pintunya, Li. Gue enggak tenang ninggalin lo sendiri."

Lili mendengus pelan, matanya memutar.

"Haaa… keras kepala banget sih lo!"

Senyum Ryo melebar, penuh percaya diri. "Emang. Makanya gue bisa jadi ketua kelas."

Akhirnya Lili menyerah. Ia mendorong pintu perlahan dan mempersilakan Ryo masuk.

"Masuk deh. Kasihan lo berdiri terus."

Tawa Ryo langsung memenuhi ruangan yang sunyi. "Li, cuek banget sih. Gue jadi makin suka."

Lili memalingkan wajah, menyembunyikan rona merah yang muncul di pipinya. Bukan karena kata-kata Ryo, tapi karena canggung.

Perasaannya pada Ryo tak pernah lebih dari sekadar teman. Tapi, keberadaan Ryo… sedikit menghangatkan.

Ia berbalik menuju kamarnya, tapi sebelum menghilang di balik pintu, ia menoleh lagi. "Oh ya, lo mau minum apa?"

"Enggak usah repot-repot, Li. Jus kalau ada." Suara Ryo terdengar enteng, santai.

"Ngelunjak!" desis Lili, meskipun senyum tipis tersungging di bibirnya.

Saat ia kembali, Lili membawa segelas jus dan sepiring camilan. Diletakkannya di meja, lalu duduk di seberang Ryo.

Kening Ryo berkerut. "Lo enggak makan siang, Li?"

Lili menggeleng pelan. "Nanti nunggu Dad—Pak Arya pulang. Ini juga udah sore."

Tatapan Ryo melembut. "Li, kalau lo kesepian, tinggal bilang ke gue atau ke Raya. Lo enggak sendiri, tahu."

Lili menghela napas, terdengar sinis tapi ada kelembutan juga. "Gue udah biasa. Jangan lebay, Yo."

"Gue tahu rasanya sendirian itu enggak enak," balas Ryo serius. "Lo bisa hubungi gue kapan pun. Gue bukan cuma teman sekolah lo, Li. Gue peduli."

The Unwritten Rule [21+]Where stories live. Discover now