“Kami tidak punya pilihan lain...” jawab Jeon appa, suaranya berat.
Tuan Kim berjalan mendekat, menatap tajam.
“Mulai hari ini... tidak ada lagi hubungan antara keluarga Jeon dan keluarga Kim. Kalian... tidak pernah ada dalam hidup kami. Soal media silahkan urus sendiri karena kalian yang mempermalukan diri kalian sendiri!”
Nyonya Kim berdiri, tangannya mengepal,
“Betul! Tidak ada lagi keluarga! Tidak ada lagi pertemanan! Tidak ada lagi kepercayaan!”
Jeon appa menunduk dalam.
“Kami... kami paham.”
Dengan langkah berat, mereka berdiri, mengambil map, lalu berjalan keluar tanpa menoleh sedikit pun. Pintu utama tertutup keras, menyisakan keheningan yang mencekam.
Nafas Tuan Kim memburu. Tangannya mencengkeram sandaran sofa, nyaris mematahkannya.
“ASTAGA... ASTAGA!!!” teriaknya, menendang meja yang masih tersisa hingga terpental ke sisi ruangan.
Nyonya Kim berdiri di sampingnya, tubuhnya bergetar.
“Ini... ini tidak bisa diterima...”
Suara langkah tergesa-gesa terdengar dari tangga.
“Apa yang terjadi?” Taehyung berdiri di puncak tangga.
Mengenakan kemeja satin hitam yang longgar dan celana bahan. Wajahnya tampak tenang, tapi matanya... penuh kecurigaan dan firasat buruk.
Tuan Kim menatap anaknya tajam. “Taehyung... pertunanganmu... DIBATALKAN.”
Taehyung menuruni anak tangga dengan lambat. Wajahnya tetap datar. “Kenapa?”
Nyonya Kim menghampiri,
“Mereka... mereka datang ke sini... dan bilang... Jungkook... tidak pantas untukmu...”
Taehyung hanya diam.
Tuan Kim menambahkan, nadanya penuh racun. “Karena mereka memergoki Jungkook... tidur... dengan pria lain. Kim Seokjin.”
Mata Taehyung tidak berkedip. Tidak ada air mata. Tidak ada wajah sedih. Tidak ada suara retakan emosi.
Hanya tatapan kosong yang berubah menjadi... tajam.
Dingin.
Mematikan.
Taehyung memasukkan tangannya ke dalam saku celana. Bibirnya sedikit melengkung... tapi itu bukan senyuman. Lebih seperti garis tipis dari kemarahan yang tertahan dengan sangat rapat.
“Jadi begitu...” gumamnya.
Dia berjalan melewati kedua orang tuanya tanpa mengatakan apapun. Kakinya menuju bar kecil di sudut ruangan. Dia mengambil botol wine merah tua, membuka tutupnya tanpa bicara, menuang satu gelas penuh.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Tangannya gemetar... bukan karena sedih.
Tapi karena amarah.
Taehyung meneguk wine itu sekali jalan. Habis.
Menuang lagi.
Kepalanya menunduk, menatap permukaan wine dalam gelas.
“Jadi... Jungkook lebih memilih... pria itu...” gumamnya lirih. Nadanya sangat tenang... terlalu tenang hingga terdengar menyeramkan.
Tuan Kim menatap putranya, hendak bicara... tapi terdiam. Ada sesuatu dalam sorot mata Taehyung yang membuat siapa pun tahu: ini bukan kesedihan. Ini adalah awal dari sesuatu yang jauh lebih berbahaya.
Taehyung meneguk lagi wine-nya, lalu meletakkan gelas itu pelan di atas meja. Tatapannya kosong menatap lantai, namun sudut bibirnya perlahan terangkat.
“Baiklah...” katanya pelan. “Baiklah... kalau itu pilihan mereka... kalau itu keputusan mereka...”
Dia berdiri, berjalan menuju jendela, menatap langit kelabu di luar.
“Ternyata... aku bodoh... terlalu baik... terlalu percaya...” suaranya berubah dingin. “Mereka pikir... mereka bisa mempermalukan aku... dan pergi begitu saja...”
Tangan Taehyung mengepal.
“Kalau mereka memilih menginjak harga diriku... dan harga diri keluarga Kim... maka mereka harus bersiap... untuk menerima balasan.”
Nafasnya berat. Dadanya naik turun.
“Kamu memilih dia, Jungkook...” gumamnya lirih. “Baik. Kita lihat... sampai sejauh mana kamu bisa bahagia dengannya...”
Taehyung membalikkan badan, menatap ke arah luar, lalu mendecakkan lidah.
“Kim Seokjin... CEO besar itu... kau pikir kamu bisa mengambil sesuatu yang menjadi milikku... tanpa konsekuensi?”
Senyumnya semakin melebar... dingin... licin... penuh bahaya.
“Baiklah... aku akan buat kalian menyesal.”
Sore itu... adalah hari di mana Kim Taehyung mengubur sisi lembut dalam dirinya. Yang tersisa... hanya kemarahan. Luka. Harga diri yang tercabik. Dan sebuah rencana... balas dendam.