5

1.1K 103 14
                                        

Brak!

Lana memukul meja di depannya dengan keras. Trisha cukup kaget melihat reaksi Lana yang seperti itu.

"Jangan gila kamu! Emangnya kamu pikir aku ini apa?!"

"Dengerin dulu, Alana...."

"Apa?!" Lana menatap Trisha dengan tajamnya. "Jangan mentang-mentang kamu anak orang kaya dan aku miskin, kamu jadi ngerasa bisa beli semua hal termasuk tubuh aku, ya!! Kamu pikir aku cewek murahan!" Lana menghardik gadis di depannya dengan suara yang begitu keras, emosi campur kecewa.

Trisha kira, Lana ini perempuan macam apa? Dia bukan Erine, yang main terima saja diposisikan seperti itu, jadi cewek bayaran hanya untuk jadi pemuas nafsu anak-anak orang kaya seperti ini.

Bukannya Lana tidak suka pada Trisha, perasaan tidak wajar pada si gadis belia di hadapannya itu terasa di dadanya. Jika tidak memiliki rasa, untuk apa Lana menikmati ciumannya dengan Trisha. Tapi, bukan hubungan seperti ini yang Lana mau.

Kenapa anak kecil ini malah bersikap kurang ajar karena merasa bisa membeli Lana?

"Makanya aku bilang dengerin dulu, Alana..." Trisha terlihat begitu memohon, namun gadis yang lebih tua enggan menatapnya.

"Jangan mikir negatif dulu. Aku gak ada maksud menghina kamu, dan nyamain kamu kaya cewek bayaran di luar sana, sayangg..."

Lana masih berdiri di tempatnya. Ekspresi wajahnya masih terlihat kesal, marah, kecewa, semuanya campur aduk jadi satu. Trisha masih menggenggam tangannya.

"Aku tau, gaji kamu di sini gak bakal cukup buat semuanya. Kuliah kamu itu mahal, belum lagi keperluan sehari-hari kamu, dan kamu juga bahkan masih ngasih ke orang tua kamu di kampung. Aku tau hidup kamu gak mudah."

"Maka dari itu, izinin aku bantuin kamu. Niat aku baik, kok. Ya, aku tau ini bukan uang aku, uang Papa sama Mama buat aku, tapi aku rasa aku udah cukup punya semua yang aku mau, cuman satu hal yang aku gak punya selama ini."

"Apa?" Tanya Lana sedikit melunak mendengar kata-kata Trisha. Dia pikir memang Trisha tidak peduli, lebih tepatnya tidak pernah memperhatikan dirinya. Lana bahkan masih ingat bagaimana Trisha meledek kosannya yang memang nyatanya busuk itu.

"Seseorang yang bisa ngerti dan selalu ada buat aku, yaitu kamu."

Lana mendengus. "Belajar dari mana ngegombal kaya gitu?"

"Aku gak ngegombal. Please, Alana. Jangan marah. Aku beneran mau bantu kamu, karena aku peduli sama kamu segimana kamu peduli sama aku selama ini. Maaf kalo selama ini aku terkesan cuek."

Luluh sudah pertahanan hati Lana, rayuan sederhana itu melunakkan dinding pertahanan yang Lana bangun selama ini. Lana kembali duduk di hadapan Trisha, ditatapnya wajah polos si gadis wibu ini.

"Oke, aku pegang kartu kredit kamu. Tapi, aku akan pake ini hanya untuk keperluan sehari-hari dan ngerawat diri aku seperti yang kamu mau."

"Oke, it's up to you."

"Aku akan lakuin yang kamu minta tadi. Tapi, ini pertama dan terakhir kalinya. Setelah itu kita gak lebih dari majikan dan pembantu."

"No, no. Aku gak mau. Status kamu di luar emang pembantu aku. Tapi di sini. Di kamar ini, beda cerita."

"Apanya yang beda?"

"Aku maunya kamu jadi pacar aku."

"Gak bisa, Trisha Agathaaa...."

"Kenapa gak bisa?"

"Kamu sadar perbedaan umur kita gak, sih? Sadar umur kamu, gak?"

Trisha berdecak, pandangannya beralih dari Lana. "Selalu masalah umur. Si Liam aja bisa pacaran sama tante-tante itu. Kok aku enggak?"

Soft Boundaries [PENDING]Where stories live. Discover now