Hari sudah malam, dan hujan turun dengan begitu derasnya saat Lana membawakan segelas susu coklat hangat ke kamar sang majikan. Trisha tengah membaca komik di atas kasur.
"Aku bawain kamu susu, nih."
"Gue kan gak minta."
"Cuacanya dingin, Tica. Kamu harus minum yang anget-anget..."
Trisha melirik Lana, dari sudut matanya dia bisa melihat Lana yang menaruh segelas susu serta semangkok cemilan di atas nakas.
"Hmm. Makasih, deh. Maaf udah ngerepotin."
"Gak apa."
"Kok cuman buat satu? Lo beneran gak suka susu, ya?"
"Enggak. Aneh. Kamu aja yang minum, kamu kan masih kecil."
"Oh, pantes aja kamu pendek."
Lana jadi menoleh. Bilang apa tadi Trisha? Lana sampai menyelipkan rambutnya yang terjatuh ke belakang telinga untuk memastikan bahwa indera pendengarannya tidak salah dengar.
"Ngomong apa tadi?"
"Canda, kok. Jangan masang muka galak gitu, dong."
Lana terkekeh pelan lalu duduk di samping Trisha. Jangan heran, kenapa Lana bisa dengan santainya duduk di atas kasur, itu sudah biasa karena nanti Lana harus menemani Trisha tidur. Jangan berpikir kotor, hanya sebatas mengeloni gadis itu sampai terlelap saja. Tidak lebih.
Memang siapa yang mau lebih?
"Mana ada aku galak?"
Trisha tidak menanggapi dan kembali menyibukkan dirinya sendiri. Lana jadi ikut diam, memperhatikan Trisha kembali. Gadis itu benar-benar betah seharian di dalam kamar, memang sih tidak ada yang kurang di kamar ini, hanya saja jika Lana jadi Trisha, dia pasti sudah gila.
"Tica, Tica." Panggil Lana dengan nada gemas. "Aku boleh nanya sesuatu, gak?"
Trisha menatapnya sejenak, "Stop, manggil gue Tica..."
"Kenapa, sih? Lucu tau. Sesuai umur kamuuuu." Lana berujar, masih dengan nada suaranya yang manja.
Trisha jadi menoleh, wajahnya tiba-tiba bersemu merah saat matanya bertemu dengan Lana. Lana tetap memberikan senyumnya walau sama sekali tak dibalas.
"A-Aneh, aja. Udah gak cocok. Terakhir yang manggil gitu juga Kak Liam, itupun waktu masih SD kelas 1."
"Hmm, yaudah. Kalo aku yang manggil gitu lagi, berarti boleh, kan?"
"Enggak."
"Ish!" Lana mendengus. "Padahal lucuuuu. Mau manggil Ticaaaa. Boleh, ya. Boleh, ya. Bolehhhh."
Lihatlah apa yang tengah terjadi, si gadis yang lebih tua malah guling-gulingan di atas kasur, merengek untuk mendapatkan izin memanggil Trisha dengan nama kecilnya. Trisha yang melihatnya jadi heran sendiri, sebenarnya siapa di sini yang berusia 14 tahun, sih?
"Yaudah, serah." Balas Trisha lelah.
Lana langsung kembali duduk dan menatap Trisha dengan wajah berbinar. "Serius? Boleh?"
"Hmm."
"Asikkk!!" Lana bersorak dengan riangnya.
Trisha tidak mau terlalu peduli karena kini ia sedang menenggak susu yang Lana buatkan tadi.
"Panas..."
"Pelan-pelan makanya, Ticaaaaa."
Lana mengambil cepat tisu di nakas dan langsung mengusap susu yang tersisa di sudut bibir Trisha, tapi dia malah terdiam saat kedua bola mata tajam Trisha menatapnya balik. Lirikan mata Lana turun, kembali pada bibir yang tengah diusapnya.
YOU ARE READING
Soft Boundaries [PENDING]
FanfictionAurhel Alana, mahasiswi 19 tahun yang hidup sebatang kara di ibukota, dan membutuhkan pekerjaan. Kehidupannya lalu berubah 180 derajat ketika bertemu Trisha Agatha, gadis 14 tahun yang lalu jatuh cinta padanya. Warning 18+ Adult fanfiction Not for...
![Soft Boundaries [PENDING]](https://img.wattpad.com/cover/396098671-64-k936128.jpg)