All This Time, Only You

534 87 34
                                        

(One-shot | Jaeyi's POV)

Banyak hal yang dapat jatuh dari langit—hujan, cahaya, atau bahkan luka yang tak sempat disuarakan.

Namun yang paling sunyi adalah perasaan yang jatuh perlahan.

Tanpa aba-aba.

Tanpa suara. Tanpa sempat ditolak.

Aku dan dirinya hanya terlihat sebagai dua orang teman.

Itulah yang dunia kira—bahwa kami berjalan beriringan tanpa pernah menyebutkan nama yang tepat untuk kedekatan ini.

Bukan sahabat, bukan kekasih.

Hanya dua manusia yang terlalu sering muncul dalam lingkaran yang sama, hingga kehadiran satu sama lain terasa seperti kewajaran.

Namanya Woo Seulgi.

Ia datang dengan langkah yang ringan, kadang terburu-buru, tapi tidak pernah terbebani.

Seolah dunia tak pernah benar-benar berhasil menyentuh punggungnya.

Namun sebelum langkah itu terdengar, selalu ada satu hal yang lebih dulu hadir—suaranya.

Sebuah suara yang hangat.

Nyaring dalam batas yang tak mengganggu.

Dan anehnya, suara itu seperti tahu caranya mengisi ruang di antara kebisingan.

Aku menyukai suaranya.

Bahkan ketika malam terlalu panjang dan dunia terasa terlalu sunyi, aku tetap mendengarkan suaranya—melalui rekaman-rekaman yang ia kirim secara acak.

Kadang hanya gumaman, kadang nyanyian pelan dalam bahasa yang sedang ia pelajari, dan kadang hanya satu kalimat tanpa maksud apa-apa.

“Aku tidak bisa berhenti tertawa karena kamu,” ujarnya suatu kali.

Lalu tertawa.

Tawa yang tak pernah sengaja ia kirim sebagai pesan, tapi bagiku, itu adalah bentuk paling jujur dari kehadirannya.

Dan aku? Aku memutarnya berkali-kali.

Bukan karena aku tidak paham, tapi karena aku ingin mendengarnya lebih lama.

Seperti menahan seseorang agar tak pergi terlalu cepat.

Ia tidak tahu, bahwa dalam ruang kosong yang kupunya, suaranya adalah satu-satunya gema yang tak kutolak.

Ia tidak tahu, bahwa meskipun aku tidak pernah memintanya datang, aku selalu menunggu.

Bukan karena aku kesepian.

Tapi karena dirinya membuat semua hal terasa lebih hidup—tanpa harus melakukan apa-apa.

Dan dalam diamku, aku menyimpan banyak hal yang tak sempat kutanyakan.

Seperti, apakah ia sadar bahwa ia sedang mengetuk pintu yang selama ini sengaja kukunci?

Apakah ia tahu bahwa kehadirannya perlahan mengubah arah ruang yang semula hanya untukku sendiri?

Tapi aku tetap diam.

Karena kadang, yang paling menakutkan bukanlah kehilangan, tapi kemungkinan bahwa semua ini hanya satu arah.

Dan aku tidak cukup berani untuk memastikan.

Jadi aku mendengarkan suaranya.

Aku mencatat hal-hal kecil yang ia lakukan.

Aku mengingat warna favoritnya, cara ia menata barang, dan bagaimana ia selalu menggaruk tengkuk saat bingung menjawab pertanyaan.

Semuanya kusimpan baik-baik.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 10 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Half of Everything - Jaeyi SeulgiWhere stories live. Discover now