Pagi itu, udara masih dingin setelah hujan semalaman
Soobin lagi tiduran di kasur, selimutan sampai leher. Wajahnya pucat, keringat dingin ngucur dari dahinya. Napasnya pelan, tapi berat.
Yeonjun duduk di sampingnya, sesekali gantiin kompres di dahi Soobin. “Bin… kamu yakin gak mau ke klinik?”
Soobin cuma geleng lemah. “Gak ada uangnya, Jun… kita simpan buat bayar kos bulan ini aja dulu…”
Yeonjun ngehela napas panjang. Dia bangkit, ambil dompet tipisnya. “Aku beliin kamu obat warung dulu ya. Tunggu aku sebentar.”
Soobin megang tangan Yeonjun sebentar. “Hati-hati… jangan lari-lari, hujan semalem licin…”
Yeonjun senyum kecil. “Iya, Suamiku,” candanya. Soobin ketawa pelan sebelum akhirnya merem lagi.
Di jalanan kecil dekat kosan
Yeonjun jalan cepat-cepat ke warung terdekat. Tapi langkahnya melambat waktu dia dengar dua ibu-ibu tetangga ngobrol di depan rumah.
“Aku bilang juga apa, kamar yang paling pojok itu aneh. Laki dua-duanya tinggal bareng, gak pernah ada cewek dateng…”
“Iya, aku pernah liat yang rambut panjang itu mijetin yang tinggi, lho. Malem-malem! Aneh banget, ih…”
Yeonjun langsung berhenti di tempat. Tubuhnya kaku. Matanya ngeliat mereka dari jauh, tapi dia gak sanggup maju.
“Paling ya itu tuh… yang satu cowok ‘normal’, yang satu—ya kamu tahulah. Sekarang tuh dunia makin gila. Bisa aja mereka... ya gitu.”
“Ih, amit-amit. Pantes diem-diem banget. Gak pernah ngajak ngobrol. Bikin risih aja.”
Yeonjun nunduk, pelan-pelan ngebalik arah. Tapi air matanya udah mulai ngumpul. Dia jalan cepat ke warung, beli obat penurun panas, lalu balik ke kosan sambil nahan tangis.
---
Di dalam kamar
Soobin masih tidur. Yeonjun duduk pelan di sebelahnya, naruh obat dan air minum di meja. Tangannya gemetar sedikit pas ngelus rambut Soobin.
“Bin…”
Dia bisik pelan. Air matanya akhirnya jatuh, satu tetes, dua tetes, lalu deras.
“Maaf ya… dunia kita belum sebaik yang kamu harap…”
Soobin gerak sedikit, matanya buka setengah. “Jun… kamu kenapa?”
Yeonjun buru-buru senyum, ngelap air matanya. “Enggak… aku cuman… lega kamu masih hangat. Aku takut kamu tambah parah.”
Soobin nyengir kecil walau lemah. “Kamu yang harus kuat. Dunia boleh jahat, tapi asal kamu masih sama aku… aku gak takut.”
Yeonjun peluk Soobin pelan, hati-hati. “Aku selalu sama kamu. Gak akan pergi, walau satu dunia lawan kita.”
---
Kehidupan di kosan makin terasa aneh. Tetangga-tetangga mulai tatap mereka dengan pandangan gak nyaman. Ibu-ibu yang biasanya ramah, sekarang mendadak diam atau bisik-bisik tiap mereka lewat. Bahkan anak-anak pun mulai dijauhkan dari lorong kamar mereka.
Pagi itu, Yeonjun baru aja pulang kuliah, bawa kantong isi roti tawar dan susu kotak murah. Waktu dia mau buka pintu kamar, ada suara lirih di belakangnya.
“Eh, itu tuh. Yang mukanya mirip artis Korea itu. Tapi... kebanci-bancian gitu ya.”
Yeonjun berhenti sebentar. Matanya merah, tapi dia pura-pura gak dengar. Dia masuk dan langsung kunci pintu. Di dalam, Soobin lagi duduk sambil nyortir kertas, nyari-nyari lowongan kerja baru.
YOU ARE READING
Rain Of Tears +Soobjun
Fanfiction"Cerita tentang kehidupan, konflik, keluarga dan kebahagian Soobin dan Yeonjun" +Soobjun
