Malam itu menjadi saksi pertarungan sengit di tengah desa yang porak-poranda. Humbalang, dengan wujud inyik manusia harimau kumayan, berdiri sejajar dengan Gumara dan Limbubu, yang telah bertransformasi menjadi harimau Sumatera penuh kekuatan. Ketiganya menghadapi Andi, yang dalam wujudnya yang mengerikan—setengah macan kumbang hitam dan setengah harimau Sumatera—tampak kehilangan kendali sepenuhnya.
Andi meraung dengan suara menggelegar, matanya bercahaya kuning terang di satu sisi dan hitam kelam di sisi lain. Tubuhnya yang besar dan penuh otot melompat ke depan, menerjang Gumara dengan kecepatan luar biasa. Gumara, dengan kelincahan harimau Sumatera, berguling ke samping untuk menghindari serangan brutal itu, tetapi Andi terus mengejarnya, mencakar udara dengan kuku yang tajam seperti belati.
Limbubu menyerang dari samping, menggigit bahu Andi dengan rahangnya yang kuat. Namun, Andi membalas dengan cakarannya, mencakar perut Limbubu hingga bulu-bulu cokelat keemasan Limbubu basah oleh darah. Humbalang melompat ke tengah pertempuran, mengayunkan cakar kanannya yang besar ke kepala Andi, memaksa Andi mundur beberapa langkah. Tapi bukannya takut, Andi malah semakin beringas, mencakar tanah hingga debu beterbangan, lalu melompat ke udara, menerjang Humbalang dengan keras.
Gumara dan Limbubu bergerak cepat untuk membantu Humbalang, tetapi Andi mengayunkan ekornya yang panjang dan kuat, menghantam kedua harimau itu hingga terpental beberapa meter. Humbalang, meski sempat terjatuh, bangkit kembali dengan tatapan penuh tekad. Ia menggeram rendah, memusatkan energi dari ilmu kanuragan putih yang ia pelajari, membuat tubuhnya bersinar samar di bawah cahaya bulan.
Andi melompat lagi, kali ini mengincar Humbalang dengan cakar terhunus. Humbalang menangkis serangan itu dengan lengannya yang bersinar, membuat suara dentuman keras terdengar. "Andi, sadar! Ini bukan dirimu!" teriak Humbalang dalam geraman harimau. Namun, Andi tidak menunjukkan tanda-tanda mendengar. Ia hanya terus menyerang dengan kekuatan liar.
Limbubu, meski terluka, bangkit kembali dan menyelinap ke belakang Andi. Ia melompat ke punggung Andi, berusaha menjatuhkannya ke tanah. Gumara memanfaatkan momen itu, menerjang kaki Andi dengan kekuatan penuh, membuat tubuh Andi kehilangan keseimbangan dan roboh ke tanah dengan suara keras.
Namun, Andi bangkit kembali dengan cepat, meraung lebih keras daripada sebelumnya. Cahaya kuning dari matanya semakin terang, tubuhnya semakin besar seolah-olah ia menyerap kekuatan dari tanah Andalas itu sendiri. Ia menyerang ketiganya dengan gerakan liar, mencakar, menggigit, dan mengayunkan ekornya dengan kekuatan destruktif. Humbalang, Gumara, dan Limbubu mulai kewalahan menghadapi kekuatan Andi yang terus meningkat.
Di tengah pertempuran, Pitaloka tiba dengan Datuk Abu dan warga yang mencoba menjaga jarak. Pitaloka, yang masih memusatkan kekuatannya, melihat putranya dengan air mata bercampur amarah. "Andi!" teriaknya, suaranya bergema di antara suara pertempuran. Namun, Andi tidak mengindahkan panggilannya.
Pitaloka tahu ia harus bertindak cepat. Dengan hati yang penuh tekad, ia menutup matanya, memusatkan seluruh kekuatan sebagai ibu dari para inyik, berharap bisa menghentikan amukan putranya tanpa melukainya lebih jauh. Sementara itu, pertempuran di depan matanya semakin brutal, dengan Humbalang, Gumara, dan Limbubu yang terus bertahan meski luka-luka mereka semakin parah.
Di tengah suasana kacau, Rajo—dengan wibawa khasnya—muncul dari arah selatan desa. Matanya tajam menatap Sakti, putra sulungnya, yang tampak ragu di sisi kerumunan warga. Suaranya menggelegar, setengah Indonesia dan Padang, mencerminkan urgensinya.
"Sakti, apo kau ndak lihat uwak, Datuk dan pak cikmu babak belur di tangan Andi? Kau ndak bisa diam sajo! Ingat kau tuh anak Kumayan, seorang inyik, darah inyik mengalir di tubuhmu! Bantu mereka! Kalau kau biarkan, kau bakal sesali seumur hidupmu!"
Sakti menelan ludah, keringat dingin membasahi wajahnya. Dengan berat hati, ia mengangguk pada Rajo. "Iyo, ayah... Sakti akan bantu."
Sakti menutup matanya, memusatkan kekuatan dalam dirinya. Dalam beberapa detik, tubuhnya mulai berubah. Tulang-tulangnya retak dengan suara keras, bulu harimau keemasan muncul di sekujur tubuhnya. Giginya memanjang, dan cakar tajam tumbuh dari ujung jemarinya. Dalam wujud inyik harimau penuh, Sakti melompat masuk ke dalam pertempuran.
YOU ARE READING
7 Manusia Harimau New Generation : Kembali (Fan Fiction)
FanfictionSetelah mengalahkan Ratu Hang Ci Da dan pasukan silumannya, Key, Putra Alam, Alina, Sakti, dan Risa kembali ke Jakarta untuk melanjutkan kuliah. Memasuki semester 6, mereka memutuskan untuk menjalani KKN mandiri di Desa Kumayan, yang terkenal dengan...
