#19 Kotak Cokelat

Start from the beginning
                                    

Aku bangkit dan berlari ke arah Sharin. Dengan mudah Sharin mengoper tasku pada Kania. Aku berlari ke arah Kania. Dan dengan mudah juga, Kania mengoper tasku pada Miranda.

Miranda bersiap akan membuka tasku. Jangan! Jangan dibuka! Apa yang harus aku lakukan?

"Lain kalo lo harus ngelawan kalo dibully. Jangan takut sama mereka."

Kata-kata Rio yang tiba-tiba datang ke kepalaku langsung memberiku semangat. Sesaat sebelum Miranda membuka tasku, aku mendorong cewek itu hingga jatuh ke belakang

"Sialan lo cupu!" Dengan satu teriakkan tadi, tangan kanan dan kiriku langsung dipegang oleh Sharin dan Kania. Miranda langsung membuka tasku, dan saat menemukan kotak bekal berisi cokelat untuk Rio, ia membaca sekilas surat yang ada di sana, dan langsung tersenyum penuh kemenangan ke arahku. Oh tidak! Tidak!

Miranda menghela nafas sebelum mulai membaca surat di kotak bekalku. Tapi, tepat sebelum Miranda benar-benar membacanya, suara Rio memanggil namaku dari jauh dan makin lama makin mendekat "Indri!"

Aku menengok ke arahnya yang baru keluar menembus kerumunan yang ada. Begitu juga Miranda. Ia langsung menengok ke arah Rio.

"Pagi, Rio." Miranda berkata ramah.

"Apa-apaan lo!" Rio mendesis penuh amarah pada Miranda. "Kalian semua juga apa-apaan?" Sekarang dia berkata pada kerumunan yang ada. "Temen kalian dibully, terus kalian malah nonton gitu aja? Otak kalian dimana? Ha?!"

Aku tersentuh. Ah, tiba-tiba saja aku jadi ingin menangis.

"Ng, Rio denger dulu. Jadi, ng, ini semua nggak kayak yang lo bayangin." Miranda berkata gelagapan. Sharin dan Kania langsung mengangguk menyetujui. "Gini Rio, jadi kayaknya, fans lo nambah satu lagi deh."

"Maksud lo?" Kata Rio heran.

"Nih." Miranda mengacungkan kotak bekalku kepada Rio. "Cewek cupu itu, bikin ini buat lo. Sweet banget. Ada suratnya lho."

Kerumunan yang ada langsung cekikikan. Aku malu sekali.

"Gue bacain ya."

Sungguh aku ingin sekali Rio langsung membantah Miranda. Tapi kenyataannya, dia tetap diam di tempatnya. Tampak berfikir.

"Dear Rio." Miranda mulai membaca. "Kamu itu penyelamatku. Satu-satunya alasanku kenapa aku masih terus semangat pergi ke sekolah." Miranda memberi jeda. Sorak-sorai langsung terdengar. Rio masih tetap diam. "Kamu itu pelangiku. Satu-satunya alasan kenapa aku bisa tersenyum di antara badai dalam hidupku."

Aku ingin menangis.

"Wuuu dalem."

"Badai pasti berlalu."

"Copas dari mana?"

"Hahahahaha. Dasar cupu!"

Hinaan-hinaan terus berdatangan. Membuat air mataku akhirnya tumpah. Rio tetap diam.

"Dan seperti cokelat yang kubuat khusus untukmu." Miranda melanjutkan membaca. "Maukah kamu membuat akhir cerita kita berujung manis?"

Dengan sengaja, Miranda membuka tutup kotak bekal makananku lalu membuang cokelat buatanku ke lantai begitu saja. Air mataku semakin deras. Hatiku sakit. Apalagi ditambah para kerumunan yang memertawakanku. Sakit sekali.

"Apanya yang lucu?" Tiba-tiba saja suara Rio menyela dingin, namun jelas. Membuat kerumunan yang sibuk tertawa langsung bungkam. "Hati lo dimana, Miranda?"

Miranda tampak kaget. Tapi dia lebih kaget lagi saat Rio merebut dengan kasar kotak bekalku yang masih berada di tangannya, lalu berjongkok dan memunguti cokelat buatanku yang sudah jatuh ke lantai. Sungguh. Aku tidak bisa lebih terharu lagi.

Behind Every LaughWhere stories live. Discover now