***
Pagi-pagi sekali, semua murid dikumpulkan di tengah lapangan. Beberapa dari mereka terlihat masih mengantuk, dan beberapa sudah segar karena kebiasaan bangun pagi. Dan beberapa terlihat seperti mayat hidup karena tidak bisa tidur, seperti Glynrie contohnya. Gadis itu tidak bisa tidur semalaman karena Kylan.
Glynrie semalaman penuh terbayang-bayang karena Kylan mencium dan memanggilnya peri hatinya. Ia benar-benar tidak bisa tertidur dan hanya berguling-guling di atas kasurnya. Bahkan saat ada pengumuman untuk kumpul di lapangan, Glynrie masih belum bisa tertidur. Jadinya dia berbaris di lapangan dengan kantong matanya yang menghitam.
"Kau tidak bisa tidur, Glyn? Mengapa kantong matamu terlihat menghitam hari ini?" ucap Erand yang baru saja sampai di lapangan. Glynrie menoleh pelan, membuat gerakannya benar-benar seperti mayat hidup. Erand menatapnya horor, meletakkan tangannya di atas kepala Glynrie, memutar kepala Glynrie kembali menghadap ke depan agar tidak menatapnya. "Kau seperti mayat hidup, Glyn. Mengerikan."
Anna dan Shila tiba di lapangan dan langsung bergabung dengan Glynrie dan Erand di sana. Keduanya tidak bertanya apa-apa saat melihat kondisi Glynrie. Sebenarnya malas saja. Dari kejauhan, Kylan terkekeh di tempatnya saat melihat Glynrie yang tampak tidak bisa tidur. Kylan menggelengkan kepalanya pelan, geli sedikit karena tahu pasti Glynrie tidak bisa tidur karena dirinya.
"Sebenarnya, ada apa sih? Mengapa kita dikumpulkan pagi buta seperti ini? Aku ingin tidur lagi," Anna merengek pelan di pelukan Shila. Shila hanya terkekeh, menepuk kepala Anna yang berada di pelukannya. Tangan Shila melingkar di bahu Glynrie, menggoyangkan pelan tubuh gadis itu. "Mau aku buatkan teh nanti?"
Glynrie mengangguk mendengarnya. "Kalau tidak merepotkanmu, boleh."
Shila mengangguk, memberi tepukan di bahu Glynrie. Beberapa saat kemudian, Norrey didampingi beberapa guru lain, menghadap semua murid yang berdiri di tengah lapangan. Mereka menaiki podium yang ada di depan lapangan, membuat posisi mereka lebih tinggi dari pada semua murid. Norrey mengambil satu langkah ke depan, lalu mulai berbicara.
"Untuk para murid, kami meminta maaf karena mengumpulkan kalian di sini pagi buta seperti ini, namun ada yang harus kami sampaikan. Kami ada berita baik, karena kalian akan mempunyai guru baru."
Mendengar itu, semua murid langsung membuka lebar mata mereka. Mereka berbisik satu sama lain, menerka siapa guru baru mereka. Tak terkecuali Glynrie. Gadis itu langsung menegakkan badannya saat mendengar berita kalau mereka akan mendapat guru baru. Shila, Anna, dan juga Erand sama reaksinya dengan Glynrie. "Kalian pikir, siapa guru baru kita?"
"Aku tidak tahu. Penyihir terkenal dan hebat banyak di luar sana, aku pikir banyak kemungkinan untuk itu."
Norrey tersenyum saat melihat antusiasme dari murid-muridnya. "Tidak ingin membuat kalian menunggu, mari kita sambut guru baru kalian ..."
Semua murid mendongak saat seseorang turun dari atas. Rambutnya yang berwarna merah, membuat Glynrie dan Erand bertatapan. "Liv!"
Glynrie dan Erand kembali bertatapan. Benar apa yang mereka tebak. Liv yang menjadi guru baru di akademi ini. Tapi, mengapa tiba-tiba? Erand waktu itu bilang kalau Liv belum pernah mau menjadi guru di akademi sihir maupun guru pribadi untuk penyihir.
Liv berbalik, menghadap ke para murid yang menatapnya. Wanita itu menunduk anggun, memperkenalkan dirinya sebagai guru baru di Drainsyl. "Mungkin beberapa dari kalian belum mengenalku. Perkenalkan aku Liv, akan menjadi guru baru di akademi ini. Tapi berbeda dengan guru yang lain, aku yang memilih kalian. Aku memilih muridku. Maka dari itu, dari sekarang tunjukkan kemampuan kalian padaku, jika ingin berguru padaku. Kalian tahu, kan? Aku paling berbakat di elemen udara."
YOU ARE READING
Pedang Cahaya
FantasyNamanya Glynrie, seorang penyihir perempuan yang tinggal dan besar di sebuah keluarga manusia biasa. Saat berumur 17 tahun, gadis itu memutuskan untuk pergi ke akademi Drainsyl, sebuah akademi sihir terbesar yang ada di kota Xenopia untuk mencari ke...
