"Apa-apaan sih lo?!" Gio langsung menarik tangannya dari tangan Egi dan langsung melirik Egi dengan kesal.

"Lo yang apa-apaan?" Egi berkata kalem. Bisa-bisanya dia kalem begitu? Apa dia nggak tau kalau sekarang itu Gio sedang marah banget? "Banci ya beraninya sama cewek?"

"Suka-suka gue lah. Dia kan pacar gue." Deg. Hatiku hancur mendengarnya. Seakan kehadiranku tidak berarti sama sekali untuknya. "Mau gue apain aja, itu urusan gue."

Bug!

Dengan tiba-tiba Egi langsung melayangkan tinjunya kepada Gio yang langsung ambruk seketika. Aku menjerit melihatnya. Tapi kelihatannya Egi tidak peduli.

"Sekali lagi lo ngomong kayak gitu, gue bikin lo langsung masuk kuburan!" Egi berkata sambil menunjuk Gio. Kata-katanya terdengar lucu di telingaku. Egi memang jarang sekali marah. Memang benar kata orang, tidak ada yang lebih menakutkan daripada marahnya orang yang suka bercanda. Tatapan Egi langsung beralih padaku. "Kita pulang sekarang."

Egi langsung mengambil tasnya dan menggandengku berjalan keluar kelas. Meninggalkan Gio yang masih shock dengan kejadian barusan.

↑↓↑

Hari ini aku menemukan amplop berwarna pink itu lagi. Diam-diam aku tersenyum, membukanya lalu membaca isinya.

Dan, ketika dunia tak lagi berpihak padamu, kumohon janganlah menangis, karena cukup aku saja yang menangis melihat kamu yang tersakiti, tapi jangan kamu. Air matamu terlalu berhaga untuk menangisi manusia brengsek sepertinya.
Have a nice day, Gita!
-ur admirer-

Air mata sudah menggenang di sudut mataku setelah menyelesaikan membaca surat tadi. Tapi aku menahannya mati-matian karena teringat isi surat itu.

Siapasih yang mengirimnya? Aku ingin menemuinya! Aku harus menemuinya! Tapi bagaimana caranya?

↑↓↑

Aku datang pagi-pagi sekali ke sekolah. Tujuanku jelas, ingin menemui pengirim surat yang misterius itu.

Kalau bertemu dengannya, apa yang yang akan kukatakan? Terimakasih atau apa? Tapi bagaimana kalau ternyata pengirimnya tidak sesuai harapanku? Ah, memangnya apa yang aku harapkan?

Benar. Akulah orang pertama yang sampai di kelas ini. Belum ada amplop pink di atas mejaku. Jadi, pengirimnya belum datang ya? Aduh, kok tiba-tiba jadi kebelet pipis gini, ya?

Aku langsung melangkahkan kakiku ke toilet. Dan, ketika aku kembali lagi ke kelas, kelas itu sudah ramai dan amplop pink itu juga sudah ada di mejaku! Sial! Kecolongan deh.

Aku langsung membuka dan membaca surat itu.

Selamat pagi, cantik. Pagi itu baik sekali ya? Dia membangunkanku untuk mencintaimu satu hari lagi.
Have a nice day, Git.
-ur admirer-

Aku harus menemui orang itu! Aku sangat ingin menemuinya!!!!

↑↓↑

Hari ini aku datang pagi lagi seperti kemarin. Kali ini aku sudah pipis terlebih dahulu supaya tidak kecolongan seperti kemarin. Aku harus menemui pengirim itu surat itu pokoknya.

Benar. Hari ini, aku juga yang datang paling pertama dan amplop pink itu juga belum ada di atas mejaku. Baik. Aku akan tetap di sini.

Sambil menunggu pengirim surat itu, omong-omong soal hubunganku dengan Gio, aku sudah memutuskan hubungan kami dari kemarin-kemarin. Masa bodo dia ngamuk-ngamuk. Aku tidak takut. Aku juga tidak sedih sama sekali saat memutuskan hubungan kami, walaupun sedikit banyak aku masih mencintainya. Benar kata pengirim surat itu, air mataku terlalu berharga untuk menangisi cowok brengsek seperti dia.

Tiba-tiba seseorang muncul dari balik pintu kelas. Orang itu... Egi! Eh, kenapa aku jadi deg-degan gini?

Egi masuk dan melirikku heran. "Tumben dateng pagi. Mau nyontek pr apaan?"

Sialan. "Emang ada pr?" Aku tiba-tiba jadi panik mengingat semalam aku hanya nonton DVD.

Egi terkekeh sebentar lalu duduk di tempatnya. "Nggak ada kok."

Huh. Lega.

"Git?" Aku berbalik. Egi tersenyum lebar. Aku baru sadar Egi manis juga. "Lo putus ya sama Gio?"

Aku mengangguk lalu tersenyum bahagia. Menunjukkan kepada Egi kalau aku tidak apa-apa dan aku bahagia sekarang.

"Bagus deh." Egi ikut mengangguk. "Nggak nangis kan?"

"Ngapain amat. Air mata gue terlalu berharga buat cowok brengsek kayak dia." Aku membeo kata-kata di surat itu.

Egi tampak tertegun sebentar lalu secepat mungkin menyembunyikannya. Egi lalu merogoh sesuatu dari dalam tasnya, mengeluarkannya, lalu menaruhnya di atas meja. Aku tersentak. Itukan... amplop pink!

Jadi, Egi? Aduh kenapa aku jadi semakin deg-degan? Kenapa aku baru menyadari Egi bisa merakit kata-kata yang begitu indah?

"Have a nice day, Gita!" Katanya sambil menyodorkan surat itu padaku lalu mengacak-acak rambutku dengan sayang.

Aku membuka dan membaca surat di dalam amplop pink itu.

Ketika perasaaan sayang berubah menjadi cinta, itulah saatnya untuk mengatakannya. Maaf karena aku yang begitu pengecutnya sehingga belum bisa mengatakannya. Jangan dipaksakan. Kalau jawabannya memang tidak, kita akan terus menjadi sahabat, kan? Perasaan cinta yang sesungguhnya tak melulu soal keinginan untuk saling memiliki, namun soal merelakannya memilih kebahagiaannya sendiri.
I love you, Git.
-Egi-

Aku menatap Egi dalam-dalam. Melihat mata Egi yang selalu bersinar-sinar jail kali ini menatapku serius. Sial, aku jadi ingin menangis karena tidak menyadari Egi selama ini begitu mencintaiku, tapi aku malah memilih cowok brengsek seperti Gio untuk aku jadikan pacar. Aku memang bodoh.

Aku langsung mengambil pulpen dan menulis di balik kertas dengan kata-kata indah tadi. Egi hanya mengamatiku dengan raut muka penasaran, tapi tetap lucu. Khas Egi. Aku berusaha menulis. Berusaha agar kata-kataku seindah kata-kata orang di depanku ini.

Setelah selesai, aku langsung menyerahkan kertas itu pada Egi. Dia menerima kertas itu dengan, aku tahu dia sebenarnya deg-degan banget. Sama denganku.

Dia menerima kertas itu dan membacanya.

Jawabannya emang nggak.

Egi melirikku sambil tersenyum, lalu melanjutkan membaca.

Karena gue harus milih kebahagiaan gue, makasih buat semua surat dengan kata-kata yang, serius keren banget.
Sekali lagi, jawabannya nggak. Nggak salah lagi. Soalnya kebahagiaan gue ya, cuman elo wkwkwkwkwk.
-Gita: ur girlfriend-

ヘ( ^o^)ノTHE END\(^_^ )

Behind Every LaughWhere stories live. Discover now