Ya. Satu-satunya tempat dimana aku bersedia mengambil peran utama adalah disini, di tempat ini – Panti asuhan St. Peter. Masyarakat luas memiliki 'Pemeran Utama' agar mereka bisa mendorong kewajiban mereka pada orang dengan peran tersebut. Namun disini, 'Pemeran Utama' yang kumainkan setiap hari demi anak-anak ini, kugunakan karena mereka membutuhkan sebuah sosok yang bisa mereka jadikan panutan. Aku tidak bisa membiarkan mereka di dunia ini sendiri tanpa keluarga sepertiku. Lagipula, kita tidak mau memenuhi planet ini dengan anak-anak yang sudah dijejalkan sisi buruk dunia, bukan?
Menyibak sedikit poni rambutku, aku melempar sebuah senyum kepada mereka, "Kalau begitu, bersiaplah!"
Anak-anak itu mengangkat piring mereka di atas kepala sementara aku bersiap-siap melakukan atraksi harianku: melempar dan menangkap kembali telur goreng dengan panci penggorengan.
"Baiklah," gumamku penuh antisipasi. Sambil memegang gagang penggorengan dengan posisi memunggungi anak-anak itu, aku kemudian berteriak, "ini dia!!"
Dan aku melempar adonan telur goreng itu keatas, membuat bahan makanan itu melayang dan berputar beberapa kali di udara. Anak-anak itu tertawa dan aku tersenyum penuh percaya diri. Fakta: aku sudah terbiasa melakukan ini setiap harinya di waktu pagi. Fakta lagi: sampai saat ini, aku tidak pernah bisa menangkap telur yang melayang itu.
SPLAT! (suara telur goreng yang jatuh)
Nah, biasanya setelah suara itu, yang terdengar berikutnya adalah tawa cekikikan dan tepukan tang dari anak-anak karena beberapa dari mereka terkena telur goreng itu, meski sebelumnya aku sudah sering mengingatkan mereka untuk menyiapkan piring di atas kepala mereka. Tapi kali ini tidak ada. Kira-kira ada apa?
"Hoi, mana tepuk tangan...buat...ku..."
...baiklah, aku tahu ada apa dan aku berharap aku tidak pernah tahu. Disana, diambang pintu dengan telur goreng di atas kepalanya, seorang wanita berpakaian suster berdiri terdiam. Adonan telur goreng yang berminyak itu perlahan meluncur turun dari kepalanya melewati wajahnya. Sepanjang kejadian itu, suster itu hanya tersenyum.
"Masao, kau mau aku menggunakan pipa besi atau chainsaw?" *still smiling*
"Aku tidak tahu harus takut yang mana. Fakta bahwa aku sudah diputuskan bakal dihukum atau fakta tentang kau yang menyimpan chainsaw di tempat ini."
"Oh? Siapa yang bilang aku akan menggunakannya untuk menghukummu?"
"Benarkah? Syukurlah, itu adalah hal yang paling melegakan yang kudengar selama aku – "
"Aku menggunakannya untuk persiapan membuat peti. Tinggimu 168 cm kan?"
WANITA INI BERNIAT MEMUKULKU MENGGUNAKAN PIPA BESI DAN MEMOTONG KAYU UNTUK MEMBUATKAN PETI MATI UNTUKKU DENGAN CHAINSAW-NYA! MEMANGNYA DIA SIAPA, ORANG YAYASAN PEMAKAMAN DAN PEMBUATAN PETI MATI!?
"...mohon maafkan aku dan kelakuanku di pagi hari ini."
Serentak, anak-anak itu juga ikut menunduk meminta maaf bersamaku. Sungguh mengharukan. Aku bersumpah akan terus menjaga mereka!! Suster itu menghela napasnya sambil memijit pangkal hidungnya.
"Astaga, aku bahkan lupa sudah berapa kali aku memarahi kalian mengenai hal ini. Biarpun aku mengatakan jangan, kalian – khususnya kau (dia menunjukku) pasti akan menemukan cara untuk melakukannya lagi."
Well, aku tidak akan membantah hal itu.
Suster itu kemudian mengecek jam di pergelangan tangannya, "Sudahlah, ayo semuanya cepat ganti baju. Aku akan membuat sarapan selama kalian mandi. Usahakan cepat karena kita akan ada doa pagi."
Anak-anak itu dengan segera turun dari kursi mereka dan berlari menuju kamar mereka masing-masing. Melihat mereka bersemangat meski belum sarapan (well, itu sebenarnya salahku) membuatku tersenyum. Inilah pemandangan pagi yang akan terus kupertahankan kelangsungannya. Mataku kemudian melirik jam dinding.
YOU ARE READING
'Zero' is the 'Hero'!
AdventureSebagai Karakter Sampingan, kita memang melakukan sesuatu yang patut dipuji, tapi tidak membuat orang terlalu bergantung pada kita karena mereka sama sekali tidak tahu siapa kita. Maka dari itu, aku sama sekali tidak keberatan menjadi Karakter Sampi...
Chapter 1:Unexpected Turn of Event Pt. 1
Start from the beginning
