Ada sesuatu dari perempuan itu yang menarik Harry untuk membantunya, entahlah, sebuah magnet, mungkin?

Ia mulai beradu dengan otaknya sendiri; harus kah ia menghampiri perempuan itu, dan membantunya membawa belanjaan, atau malah melanjutkan perjalanannya yang entah kemana?

Carol. Ingat Carol, Harry. Walaupun ingatannya belum pulih, ia pasti sedang menunggu kehadiranmu sekarang. ucap suara disebelah kanan otakku.

Sudahlah, bantu saja perempuan itu. Lalu ambil hatinya. Aku yakin kau merindukan rasanya dicintai, bukan? ucap suara disebelah kiri otakku.

God damn it. Aku hanya ingin membantu perempuan itu, batin Harry. Ia mulai meluruskan niatnya yang sempet membelok, and being the gentleman he is, Harry pun menghampiri perempuan itu, dengan niat baik; untuk membantunya.

"Um, hai." ucap Harry dengan awkward, disambut dengan tatapan perempuan itu yang tak kalah awkwardnya, membuat Harry sempat menyesali keputusan yang telah ia buat beberapa detik yang lalu.

"Do I know you?" tanya perempuan itu dengan tatapan yang berkata 'hari ku telah buruk dan kau memperburuk segalanya dengan menghampiriku dan ku harap kau enyah sekarang' namun ia seolah menutupinya sambil menyunggingkan sedikit senyuman. Sedikit. Setidaknya agar lelaki itu tidak merasa terancam.

"Hm, no, um-- actually aku tadi berada di seberang jalan sana," Harry menunjuk ke tempatnya berdiri beberapa menit yang lalu, "dan aku tak sengaja melihatmu yang kelihatannya sedang kesulitan membawa kantung-kantung belanjaan itu. Jadi aku memutuskan untuk membantumu." Harry berusaha menahan malu karena ia telah memperburuk keadaan.

Sangat aneh, jarang sekali aku menemukan lelaki yang mau membantu perempuan tanpa ada maunya, gumam perempuan itu dalam hati; namun ternyata ia mengucapkan kalimat itu dengan keras, karena 2 detik setelahnya, Harry tertawa kencang mendengar perempuan itu menggumamkan dirinya dan lagi-lagi perempuan itu menatap tajam kearah Harry. Sialan, lagi-lagi aku menggumam terlalu kencang. Bodoh. Kau sangat bodoh, batin perempuan itu.

"Whatever," katanya berusaha membela diri, "aku tidak butuh bantuanmu. Terima kasih sebelumnya. Selamat tinggal." ucapnya seraya berusaha berjalan meninggalkan lelaki yang tak dikenalnya itu sambil mengangkat barang belanjaannya.

Namun, takdir berkata lain, ia tersandung oleh batu didepannya, dan akhirnya jatuh tersungkur ke tanah. Ada apa sih dengan hari ini? Kenapa dewi fortuna lagi-lagi tidak berpihak pada ku?, lagi lagi perempuan itu mengumpat dalam hati.

Harry yang belum sempat memberikan respond apa-apa pada pernyataan perempuan itu sebelumnya, kaget dan langsung menghampiri perempuan itu.

"Tuhkan, kau itu butuh bantuan ku. Baru saja ku tawarkan, kau langsung jatuh begitu." goda Harry pada perempuan yang sampai sekarang belum ia ketahui namanya. Belum. Karena setelah itu, ia menanyakan "Nama ku Harry. Siapa nama mu?" sambil mengulurkan tangannya untuk perempuan itu. Disambut dengan nya yang menjawab,

"Leigh. Nama ku Leigh."

●●●

Sudah 1 bulan sejak Harry dan Leigh berkenalan, dan sejak saat itulah mereka tidak berhenti saling mengabari, entah itu chat atau telepon, kontak itu tak pernah putus.

Sudah 1 bulan pula sejak ia melanjutkan latihan boxing, yang niat pada awalnya untuk membantu ingatan Carol pulih. Namun, sampai detik ini pun ia belum mengabari Carol sama sekali. Ya walaupun Carol pun tidak akan mengingatnya, namun Harry pun juga tidak-- ya mungkin belum melakukan usaha apa-apa.

Entahlah, ada sesuatu dari diri Leigh yang seakan membuatnya dapat melupakan segala masalah yang tengah dihadapinya sekarang. Melupakan Carol, untuk sejenak.

"Maybe we are meant to be together," jawab Harry dengan santai saat James menanyakan mengenai kedekatannya dengan Leigh. "Tuhan sudah merencanakan semuanya mate, aku hanya menjalaninya saja." lanjut nya.

"Setidak nya kau harus mencoba dulu," James tak habis pikir dengan sikap Harry yang sangat amat bipolar. "Kau harusnya memperjuangkan Carol agar ingatannya kembali pulih. Ingat Harry, you've been waiting for this moment for almost 2 years."

Harry telah membuka mulutnya untuk memulai argumen mereka, namun bel apartemen nya berbunyi, menandakan ada orang yang datang berkunjung-- atau mungkin petugas listrik karena aku sudah lupa untuk membayarnya hampir 5 bulan.

"Aku akan membukakan pintunya," ucap Harry sambil berjalan menuju ke pintu apartemennya. Ia sedikit mengintip dari dalam lubang pintu, dan terlihat lah Patricia dengan lipstick merah muda yang merona dan rambutnya yang dikuncir dua, membawa satu bucket bunga dan satu Cheesecake kesukaan Harry berdiri di depan. Sialan, kutuk Harry.

Namun ia tetap membukakan pintu dan menyambut Patricia dengan ucapan, "Mau apa kau kesini?" ekspresi muka nya pun ia ubah menjadi ketus, seakan tak peduli. Aku memang tidak peduli.

"Aku hanya ingin memberikan ini untukmu, hari ini kau ulang tahun Harry," ucap Patricia lalu ia memberikan bucket itu pada Harry dan menyalakan lilin di atas cake. "Selamat ulang tahun. Make a wish." senyuman centilnya pun ia pasang, dalam hati ia berdoa semoga Harry mau menerima apa yang ia beri. Setidaknya dengan tulus.

"Terima kasih," ucap Harry dengan singkat. "you may leave now," sambung nya.

"Um, setidaknya makan lah cheesecake yang telah ku buatkan khusus untuk mu ini." Patricia merasa bodoh, lagi-lagi karena terlalu percaya diri kalau apa yang ia bawakan akan di terima oleh Harry.

"Aku tidak lapar, but thank you. I'll save it for later." hanya dengan ucapan itu, bulu kuduk Patricia naik dan ia tak henti-hentinya tersenyum. Setidaknya ia mau menerima kue ini, batinnya.

"Harry, who's that?" teriak James dari dalam apartemen.

"It's Patsy, dia datang dan memberikan kue untukku," Patricia masih memasang senyuman bahagianya "You may leave, now." lanjut Harry untuk yang kedua kalinya.

"O-o-oh okay, good bye Harry. Sekali lagi, selamat ulang tahun." ucap Patricia seraya keluar dari apartemen crush nya itu dan berjalan menuju lift diiringi dengan tarian-tarian kecil karena kebahagiaannya. Rasanya ia ingin cepat-cepat kembali ke toko dan menceritakan semuanya pada ibunya.

"Kue apa yang dibawanya?" tanya James saat Harry memasukkan kue itu ke dalam freezer kulkasnya, "Hanya cheesecake biasa." balas Harry.

"Well, i'm hungry. Apa boleh aku meminta satu slice cake itu?", tanya James dengan hati-hati.

"Of course, ambil saja semuanya. Aku tidak tertarik." Jawab Harry sambil mengambil botol wine dari lemari dapurnya, dan dengan segera meneguknya, "This tastes so good" ucapnya pada diri sendiri.

Drrrrt. Terdengar getaran suara handphone nya, tanda ada pesan yang masuk. Ugh, siapa lagi. Dengan langkah malas, Harry pun mengambil telepon genggamnya di atas meja makan dan segera melihat pesan yang telah masuk.

From : Carol baby

um, Harry?

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 13, 2015 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Marry Your Daughter // h.sWhere stories live. Discover now