Karena Xiang kelihatannya resah dengan jarak mereka, Ling terpaksa menarik diri, tidak mau membuat pria yang baru saja rileks itu tegang lagi. Ia mendesah panjang dan mengunyah sebutir marshmallow.

"Ternyata, setelah semua ini," ucap Ling dengan nada didongkol-dongkolkan, "masih ada kemungkinan aku ditolak?"

"Bukan begitu!" sangkal Xiang cepat. "Zhang Ling, aku juga menyayangimu, hanya saja–hanya saja, aku masih mempersiapkan diri dengan keputusan besar ini. Hubungan kita ke depannya akan membawa konsekuensi bukan hanya pada diri kita sendiri, melainkan keluarga dan karier kita, bahkan Kevin Huo dan koleksi Fenghuang yang Desainer Zhang kelola. Aku tidak bisa gegabah, kan?"

Wah, padahal aku cuma bercanda, tetapi lihat dia 'menyemburkan' semua jawaban yang sepenuh hati itu sampai kehabisan napas, sampai tidak sadar bilang 'sayang' padaku. Ling memperhatikan Xiang yang terengah-engah dengan takjub; hatinya kebat-kebit. Seberapa berartinya hubungan ini hingga ia begitu lama mempersiapkan diri?

Ling menghampiri Xiang yang tertunduk. Diusapnya pipi Xiang dengan lembut, lalu ketika Xiang mendongak, ia tersenyum.

"Aku mengerti. Toh tujuanku bilang suka padamu memang bukan karena ingin dijawab, cuma biar lega saja, tapi kemudian kamu ingin menjawabku dan aku jadi penasaran. Aku bisa menunggu, kok." Ling terkekeh. "Aku hanya heran. Dulu, ketika ada cowok baik dan asyik menyatakan cinta padaku, aku langsung menerimanya tanpa pikir panjang. Kupikir, kamu akan menerimaku sama cepatnya."

"Aku juga bingung." Gelisah, Xiang mengunyah sebutir marshmallow untuk menenangkan diri. "Waktu kamu bilang mencintaiku, aku harusnya bisa membalas 'ya, ayo berkencan' semudah itu. Namun, ketika melihatmu menangis, berbagai pikiran buruk tiba-tiba muncul ....

"Aku gagal melihat penderitaan Lao Xie hingga dia pergi meninggalkanku. Aku tidak berusaha cukup keras untuk menyelamatkan Guan Mingzhu. Aku tidak ada waktu kamu dirundung, menyalahkanmu saat kabur dari lokasi syuting, dan menyerah begitu saja waktu Kak Yang memisahkan kita. Bagaimana kalau aku masih sepayah itu ketika kita sudah menjalin hubungan? Membiarkanmu sakit dan sedih sendirian, bahkan melukaimu, cuma karena aku ingin kau selalu di sisiku?"

Tangan Xiang mengepal di atas meja.

"Zhang Ling, aku tidak mau hubungan ini menyakitimu, selamanya, tapi apa yang menjaminnya?"

Ketika kepalan tangan Xiang melonggar, pria itu menghela napas panjang dan tertawa kecil, malu. Ia menyugar rambut dengan rikuh.

"Ada apa denganku? Malah bicara tak karuan," gumamnya. "Maaf, aku–"

Sebelum Xiang menyelesaikan kalimatnya, Ling sudah merangkulnya duluan. Disandarkannya kepala Xiang ke bahunya, lalu dikecupnya kepala itu di ubun-ubun dan dibelainya dengan sayang. Ling tidak menyangka akan ada pria yang begini mencintainya sampai takut menyakitinya karena cinta itu. Ling juga tidak habis pikir; Xiang sudah melakukan lebih banyak untuknya dari yang mantan-mantannya pernah lakukan, tetapi masih ingin memberinya lebih?

"Feng Xiang, kamu tahu?" ucap Ling, "Tidak ada satu pun mantanku yang peduli bagaimana hubungan kami akan mempengaruhiku di masa depan, bahkan dalam pembicaraan-pembicaraan panjang kami tentang masa depan. Baru kamu yang sebegitu khawatirnya–dan perasaan itu buatku lebih dari cukup."

Selesai merangkul Xiang, Ling lantas duduk di hadapan pemuda itu dan menangkup wajah Xiang dengan kedua tangan.

"Kalau syarat terjalinnya sebuah hubungan adalah jaminan bahwa itu tak akan menyakiti siapa-siapa kelak, maka tak ada orang yang menjalin hubungan di dunia ini. Aku juga masih belajar, tapi sebagaimana hubungan persaudaraan maupun pertemanan, dalam hubungan laki-perempuan pun kedua pihak akan terus belajar. Tentang dirinya, tentang pasangannya. Kita bahkan sudah belajar tentang satu sama lain, lalu jika membandingkan diri kita sekarang dengan dulu, pasti ada perbedaan.

Kevin Huo's Proposal ✅Where stories live. Discover now