• Mandu - 14

341 97 40
                                    

Sekali lagi Jerella melihat ke luar dan hujan masih saja mengguyur kota ini. Meski perbedaannya, hujan tidak lagi sederas diawal. Tapi tetap saja, mau deras ataupun tidak, Jerella tidak bisa pulang. Prince di rumah juga tidak mengiriminya pesan. Entah karena memang tidak ada atau cuaca membuat sinyal menjadi buruk.

"Daripada melamun seperti itu, lebih baik kau bantu aku," ujar Victor yang diam-diam memperhatikan.

Jerella menatapnya. "Boleh. Mau kubantu apa Tuan?"

Victor bangkit dari kursinya dengan memegang berkas yang sedang ia kerjakan. Pria itu berpindah tempat ke samping Jerella, yang mana itu artinya mereka sama-sama duduk di sofa sekarang.

"Bagian ini terasa pegal. Tolong kau pijat."

Jerella dibuat melongo mendengarnya saat Victor menunjuk bahu. Dia sungguh memintanya untuk melakukan itu? Matanya mengedip dan tidak ada yang berubah. Itu artinya ia memang tidak salah mendengar. Ia kira bukan bantuan seperti ini yang pria itu akan pinta.

"Pi-pijat di sini?"

Victor menoleh tanpa beban. "Iya. Kau keberatan? Aku tidak akan memaksa jika memang kau tidak mau."

"Ti-tidak, bukan begitu."

Setelah dipandang cukup lama bahu pria itu olehnya, kedua tangan Jerella pun perlahan menyentuhnya. Padahal baru sentuhan biasa, tapi Victor sudah dibuat menahan nafas. Untung saja dia membelakangi Jerella, jadi dia bisa menutupi itu. Menutupi segala yang dia rasakan sekarang dari gadis itu.

"Apa terasa sakit?" Jerella memijat dengan sepenuh tenaga.

"Tidak terasa apapun," jawab Victor fokus menatap kertasnya.

"Sungguh? Aku sudah berusaha sekuat mungkin Tuan."

Memang pada dasarnya bahu pria itu terlalu gagah untuk bertarung dengan tangan lentik Jerella. Sehingga baginya, pijatan Jerella malah terasa seperti kelitikan yang begitu geli. Bahkan meski dia menambah kekuatannya.

"Jerella!"

"Hm?"

Jika aku mengatakannya sekarang, pasti terdengar aneh.

Mendadak pijatan Jerella terhenti karena dia ingin fokus mendengar perkataan tuannya. Tetapi diperhatikan, dia masih saja diam. Sampai dirinya berpikir, apa ada masalah dengan pijatannya tadi?

Padahal bukan itu yang sedang Victor pikirkan. Dia memikirkan soal kapan waktu yang tepat untuk jujur. Dan dia mengurungkan pikirannya yang menimang, mungkin saat ini waktunya. Karena hatinya merasa tidak tepat. Terlalu mendadak baginya dan juga Jerella. Karena itu ia mendadak tidak jadi bicara.

"Tidak, lanjutkan lagi saja pijatannya. Di sebelah sini."

Victor menyentuh sekilas lengan kanannya.

"Baik Tuan."

Pijatan Jerella pun berpindah ke sana. Padahal ia sangat menunggu apa yang akan pria itu katakan. Tapi ya sudahlah.

Tiba-tiba Victor tertawa membuat Jerella heran.

"Ada apa, Tuan?"

Ia khawatir sesuatu telah terjadi tanpa ia sadari karena tadi ia sempat melamun.

Victor menaruh berkas di tangannya ke meja hingga pijatan Jerella terlepas. Kemudian bergerak menghadap padanya dengan tersenyum tipis, sebelum akhirnya menggelengkan kepala. "Tidak ada apapun. Terimakasih ya."

"Maaf jika pijatanku tidak enak," ringis Jerella khawatir.

"Tidak sama sekali. Pijatanmu sudah lebih dari cukup."

Jerella ; endWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu