54

1.4K 190 20
                                    

EMERALD'S POV

Sejak pagi tadi aku mencoba untuk mengalihkan pikiranku dengan mengurus peternakan milik mendiang orang tua Mama singkatnya milik kakek dan nenekku. Mulai dari memberi makan sapi, memerah susu hingga membersihkan kandang sapi.

Aku tidak pernah serajin ini sebelumnya karena memang ada beberapa orang yang membantu untuk mengurus peternakan ini. Namun saat ini aku memang benar-benar membutuhkan suatu pengalihan.

Semakin aku mencoba mencari cara untuk mendistraksi pikiranku, semakin sulit pula aku menghilangkan bayangan Olivia dari pikiranku.

"Aaaahhhhh" aku berteriak sekencang-kencangnya dan itu mengakibatkan beberapa sapi disini terkejut lalu melihat kearahku "Apa? Mau aku peras sampai habis?" ancamku pada sapi-sapi itu

"Sapi-sapi itu mana ngerti sama apa yang kamu bilang" aku terperanjat ketika Aurora tiba-tiba saja ada di sebelahku "Mungkin kalau kamu bilang mooo mooo, sapi-sapi itu akan paham"

Aku hanya mendengus kesal mendengar ucapan Aurora. Jujur saja untuk saat ini aku sedang tidak ingin bercanda.

"Kamu kenapa? Dari kemarin aku perhatiin kamu kayaknya banyak pikiran. Apa karena kemarin..."

"Bukan apa-apa" potongku sebelum Aurora mengatakan sesuatu tentang Olivia

Aurora tidak lagi melanjutkan ucapannya dan kini malah membantuku membersihkan kandang sapi.

"Kamu ngapain?"

"Bantuin kamu"

"Ini kotor, Ra"

"Ya gak papa, aku bisa mandi setelah ini"

Selama satu hari ini aku mencari kesibukan untuk mengalihkan pikiranku. Namun tetap saja Olivia masih berlarian dipikiranku seolah tidak mengenal lelah.

Aku benar-benar putus asa dengan semua ini. Apa aku harus mencari Olivia dan meninggalkan Aurora. Baiklah, aku tahu ini bukanlah hal yang benar. Bagaimanapun juga Olivia sudah menikah dan memiliki anak sedangkan akupun sudah bersama dengan Aurora.

*****

Setelah berpikir semalaman, aku memutuskan untuk mengunjungi tempat dimana aku bertemu dengan Olivia kemarin. Aku hanya berharap Olivia kembali mengunjungi tempat itu sehingga aku bisa melihatnya lagi.

Tapi aku tidak tahu apa yang harus aku katakan pada Aurora. Kalau aku katakan aku akan ke tempat kemarin, Aurora pasti tahu tujuanku mendatangi tempat itu.

Selama ini hubunganku dengan Aurora bisa dibilang baik-baik saja. Aku bisa merasakan kalau dia begitu mencintaiku dan aku juga bisa merasakan kalau dia tahu aku belum bisa mencintainya sepenuh hatiku.

Jujur saja aku merasa bersalah ketika aku menyatakan perasaanku kepadanya dan dia menerimaku dengan baik. Saat itu yang aku pikirkan hanyalah untuk melanjutkan hidup. Mungkin itu terdengar egois, tapi begitulah kenyataannya dan aku mengakui kalau aku memang manusia egois.

Sampai saat ini aku belum menemukan alasan yang tepat untuk aku katakan pada Aurora kalau siang nanti aku akan pergi ke tempat dimana aku bertemu dengan Olivia. Disaat aku sedang bergelut dengan pikiranku, aku melihat Aurora membawa dua buah koper besar ditangannya.

"Kamu mau kemana?" tanyaku ketika melihat Aurora keluar dari kamarku

"Sorry sayang, aku lupa bilang sama kamu. Habis kemarin kamu diemin aku terus sih" mendengar itu aku benar-benar merasa bersalah sekarang. Sepertinya aku memang pantas mendapatkan penghargaan sebagai manusia paling jahat di muka bumi ini.

"Jadi kamu mau kemana?"

"Aku ada kerjaan mendadak dan harus balik ke Jakarta. Gak lama kok, satu minggu aja. Kamu gak papa kan?" satu minggu dan ini berarti aku tidak harus mencari alasan untuk pergi ke tempat itu "Ral, kalau kamu keberatan aku bisa kok minta orang untuk gantiin aku"

Last Love (COMPLETED)Where stories live. Discover now