7.Mangsa

34 1 0
                                    



Tiara mantan janda kembang itu baru saja beranjak dari ranjangnya. Bukan karna bangun siang , perempuan itu enggan untuk menemui sang ibu mertua yang suka mengomel itu, hampir tiap hari menanyakan kiriman uang yang di berikan ibuk Tiara.

"Sudah bangun juga kamu!" Timpal Ratna berkacak pinggang rambutnya acak-acakan dan matanya melotot.

"Ibu...bisa gak gak berisik!"

"Heh, kamu kira tinggal di sini numpang aja kalian bantu bayar air,bayar listrik juga!" Teriaknya, "kalian itu bikin ibu frustasi!"

"Kan mas Joni juga kerja Bu,nanti dia juga bakalan bantuin Tiara!"

Merasa tak mau berdebat lagi Ratna terpaksa kembali ke dapur menyelesaikan pekerjaannya. Berbeda dengan Tiara yang malah kembali ke kamarnya Menganti baju lantas keluar untuk mencari suaminya.

Hari itu desa juga sepi, seperti biasah orang-orang banyak yang pergi Kesawah atau buruh di kebun kelapa pak Juna suami Ijah.

Toko Ratih pun tutup kata para pelanggannya. Perempuan itu pergi ke kota untuk membeli beberapa bahan gulai. Hidupnya mujur sekarang berbeda dengan Tiara yang terlunta-lunta sekarang. Dulu ia menjadikan Joni sebagai batu lompatan agar ia tak perlu bekerja dengan tono lelaki bertubuh gempal dengan kumis tebal salah satu orang kaya di desa sebelah. Ia hanya terpaksa melayani lelaki bejat itu demi uang, tapi menikah dengan Joni pun tak ada bedanya. Covernya saja yang seperti orang kaya dalamnya kosong bagaikan tong.

"Wahh...selamat ya atas pernikahan mu!" Ucap lelaki tua dengan motor matic hitam.

Tiara menoleh ke sekeliling memastikan tidak ada siapapun yang melihat mereka berdua. Beruntung daerah itu sepi hanya ada sekitar dua rumah yang di kelilingi kebun kelapa.

"Pak Tono, jangan ganggu saya lagi. Samean juga punya istri kan!"

"Emang apa masalahnya saya udah punya istri. Toh...dulu ada isri saya kamu tetap melayani saya," kekehnya menunjukan sederet gigi putihnya.

"Sepertinya,muka kamu lesu banget ya...apa si Joni itu gak punya uang mendingan kamu jadi istri ketiga saya!"

"Jangan kurang ajar pak!"cercanya menampik tangan lengam yang ingin meraih wajahnya itu.

Jijik rasanya melihat sosok itu kembali, Tiara melengang pergi masih bersikukuh untuk menemukan suaminya itu dan melaporkan ibu mertuanya.

"Tiara...kamu pasti bakalan balik sama saya!" Teriak Tono sambil terkekeh.










****


Ijah menghentikan mobilnya tepat di sebuah sekolah SMA. Ratih sesekali melongok keluar memperhatikan beberapa anak perempuan yang mungkin saja bisa menjadi mangsa empuk mereka.ijah hari ini bersedia mengantarkan perempuan itu ke kota mendengar hilangnya Dina membuat Ijah bergidik karna Ratih tak pandai mencari mangsa jika orang jauh yang di culik mungkin saja polisi tak akan mengendus mereka sampai ke desa.

"Lihat yang di sana,"Ijah menunjuk sosok perempuan berambut lurus yang tengah melamun di halte bus. Sesekali ia menangis.

"Dia sendirian,mangsa yang pas.apa harus ku lakukan sekarang?" Tanya Ratih.

Ijah mengeleng, kemudian menunjuk beberapa CCTV yang terpasang di tembok pembatas sekolahan bahkan di halte bus yang sudah di lengkapi CCTV.

"Di kota kita harus waspada dengan benda yang satu itu, bisa-bisa kita ketauan.selagi dia belum pergi ayo kita cari mangsa yang lai!"

Setelah mencari di beberapa tempat akhirnya keduanya memutuskan untuk beristirahat di sebuah toko soto yang cukup sepi di pinggiran gang sempit.

Rasa makannya tidak terlalu enak,tapi kata Ijah jika duduk di sana mungkin mereka akan mendapatkan mangsa yang empuk.


"Bu..."suara lirih seorang perempuan dengan rambut Kumal dan gaun yang kotor.pemilik warungakan yang juga punya toko itu beberapa kali mengusir gadis malang itu dengan wajah marah. Bahkan melemparnya dengan sebuah kayu hingga kakinya terluka.

"Bu, ada apa kenapa kok di lempar?" Tanya Ijah dengan wajah iba, kemudian memangil gadis aneh itu.dengan langkah tertatih ia menghampiri Ijah.

"Mbak, kok di panggil lagi?"kesal ibu pemilik rumah makan itu, "dia kesini cuma mau makan gratis mbak!"

"Ya sudah saya yang akan bayarkan makanan nya, kamu makan ya?"

Gadis itu mengangguk, ibu penjual soto hanya melengos pergi kemudian menyediakan satu mangkuk soto lengkap untuknya.

"Nama saya Lala mbak, makasih ya sudah traktir.saya lapar banget!"timpalnya.

"Setelah ini kamu ikut mbak, Ratih ya dia yang akan urus kamu sekarang.umur mu berapa?"

"Umur saya 18 mbak, saya sebatang kara memangnya mbak Ratih ini siapa?"

"Saya punya yayasan anak terlantar di desa, saya mau kamu sekolah lagi.tadi katanya kamu berhenti sekolah kan?"

Lala menunduk kemudian air matanya mengalir,"saya memang mau sekolah lagi mbak,tapi saya punya kakek yang sedang sakit jadi saya gak bisa ikut mbak!"

Ijah mengelus pundak Lala kemudian menyuruhnya untuk menulis alamat rumahnya di secarik kertas.

"Untuk apa mbak?"

"Kamu bisa ikut kita pergi ke desa sekarang,kru kami bakalan ajak kakek kamu kesana tapi kita harus pergi duluan buat ngisi data kamu,bagaimana?"

"Berarti kakek saya di bawa Mbak?"

Ijah mengangguk,tanpa waktu lama ketiganya naik kedalam mobil. Lala tersenyum ceriah untuk pertama kali menaiki mobil sebelum ajal menjemputnya.

Ratna menganggap dirinya seperti malaikat maut,ia bisa merenggut nyawa orang lain setiap bulanya demi kepentingan dirinya sendiri.

Ia meraih tangan mungil Lala mengelusnya. Kulitnya lembut dan kenyal meskipun dia anak jalanan pasti rasanya akan jauh lebih nikmat jika ia gunakan untuk memasak gulai.

Ijah sudah sangat pintar dalam mencari mangsa, anak yang ia bunuh bahkan sudah banyak.dan semua jejaknya tidak terdeteksi ia pergi ke kota sebulan sekali suaminya sama sekali tidak curiga karna yang ia tau istrinya pergi berbelanja untuk toko mereka.




Sampai di rumah mereka menyuruh Lala untuk mandi dan makan lagi. Tentu saja di makanan itu di masukan obat bius agar mudah membawanya ke hutan.ijah membantu Ratih hanya sampai di situ kemudian ia pulang kerumahnya.

Ratih menggeret karung goni yang berisi tubuh Lala. Ia juga memakai baju bertudung itu agar tidakada siapapun yang mengenalnya. Meski kebanyakan semua orang sudah tertidur.






****

Fajar menyingsing, suara ayam jantan bersautan. Perempuan cantik itu baru keluar dari hutan. Ia sudah mengenakan pakaian biasah dan plastik hitam besar ia peluk. Netranya memperhatikan sekeliling lantas berjalan seperti biasah.

"Dari mana kamu?"

Ratih menghentikan langkah, menoleh pada suara seseorang yang ada di belakangnya.ia sudah menduga itu adalah Tiara perempuan berwajah kecil itu mendekat mencoba meraih plastik yang ia bawa. Namun, secepatnya Ratih menghindar.

"Mau apa kamu?"

"Coba aku liat apa yang kamu bawa?" Timpal Tiara curiga.

"Bukan urusan kamu!"

Tiara menoleh pembatas hutan yang di beri pembatas garis polisi. Tepat tangan Dina di temukan kemarin. Seluruh warga bahkan tidak berani mendekati hutan karna bahaya bisa saja mengintai.


Hai teman-teman, maaf sebelumnya author membuat kesalahan di bagian ke5. Di sana ada tambahan BAP yang lupa di upload. Author sudah menambahkan pada hari Minggu 28 April jam 20.56.

Harap membaca lagi agar lebih bisa mengerti cerita....

Terimakasih sudah membaca cerita ku ,jangan lupa untuk vote agar cerita ini mudah di temukan pecinta horror lainya...

Dan jangan lupa meninggalkan komentar

MANDI DARAH Where stories live. Discover now