Bab 2

35 3 0
                                    

Seolah mengucap mantra, permohonan Drupadi menjadi kenyataan.

Krishna tiba-tiba saja muncul, memegang sari Drupadi yang berusaha ditarik Dursasana. Dia menarik sari itu sehingga Dursasana terjatuh. Drupadi yang tidak percaya dengan keajaiban di hadapannya bersimpuh di kaki Krishna. "Kamu datang Govinda!" rasa bersyukur itu dipenuhi dengan air mata. Krishna memegang bahu Drupadi untuk menenangkannya. "Tenang, sakhi. Aku disini untukmu dan Partha"

Belum reda keterkejutan karena kemunculan Krishna yang ajaib, Ibu ratu Kunti dan Subadra yang mendengar Drupadi diseret oleh Dursasana dari para pelayan ikut memasuki ruang sidang. Kedua wanita itu sangat terkejut melihat pemandangan mengerikan di depan mereka. Ratu Indraprasta, seorang wanita yang murni dan sangat cantik, menantu dinasti kuru yang seharusnya mendapat banyak cinta dan kehormatan kini menangis tersedu-sedu. Pakaiannya kotor dan riasannya rusak. Ditambah yang mengotori pakaian itu sebagian besar adalah darah seseorang.

Putra yang Kunti dan Pandu dapatkan setelah satu tahun meditasi yang berat untuk menyenangkan raja para dewa, ramalan kejayaan yang kunti dengar dari langit saat kelahirannya, putranya yang membanggakan keluarga dan menyayangi mereka, kini tergeletak tidak berdaya.

Subadra juga, yang melihat jiji-nya menangis dan suaminya terluka, serta kakaknya yang tiba-tiba ada di istana hanya bisa ikut meratap.

"Bibi, Subadra, bawa Pancali menjauh dari Hastinapura. Kusirku Daruka ada di luar, aku akan melindungi kalian dari sini" Suara Krishna menyadarkan mereka. Kedua wanita itu mengangguk. Sedikit menyeret Drupadi dalam prosesnya. Mereka tahu lebih baik mendengarkan dan mempercayai Krishna saat ini.

Pemimpin Dwaraka kini memperhatikan tubuh yang tergeletak, dan genangan darah di sekitarnya. Sebuah ingatan dalam kehidupan abadinya terbangun. Bayangan seseorang di masa lalu yang tumpang tindih dengan keadaan Arjun membangkitkan kenangan itu. Dia lalu menyebut sebuah nama, yang sudah banyak dilupakan di zaman ini.

"..Nara?" Krishna memanggil. Dan jelas dia tidak mendapat jawaban.

Saat dalam misi mengalahkan iblis Dambodhava dengan seribu baju besinya, Narayan sudah melihat kematian Nara berkali-kali. Dan di kehidupan kali ini, iblis itu, yang terlahir kembali sebagai manusia, dia punya pilihan antara menjadi manusia yang baik atau mati di tangan Nara lagi. Begitulah seharusnya tugas itu diselesaikan.

Krisna mendekat, perlahan. Orang-orang di ruangan itu terlalu terkejut dengan kehadirannya yang mendadak, jadi tidak ada yang mencoba menghentikannya.

Setiap langkah Vasudev terasa berat. Takdir yang dia tanggung memang membuatnya merasakan begitu banyak rasa sakit dan kehilangan. Tapi yang satu ini, satu orang ini saja yang mempengaruhinya dengan sangat buruk. Sahabatnya, Partha-nya, Nara-nya. Bersama langkah itu dia mendapat penglihatan tentang apa yang terjadi sebelumnya.

Kecurangan permainan dadu.

Kekalahan Yudhistir.

Tawa Durudhana dan senyum licik Sangkuni.

Penyiksaan pada Partha-nya.

Penghinaan pada Sakhi-nya.

Dan sekarang, Arjunnya yang sekarat.

Madhava dengan lembut menarik Partha dalam pelukannya, yang mengakibatkan pakaiannya ikut bersimbah darah. Dia lalu mengamati wajah sahabatnya yang diwarnai dengan noda darah karena sayatan diagonal pada mata kiri dan tusukan di mata kanannya. Kulitnya yang gelap tidak mampu menyembunyikan kehabisan darah dan racun yang sudah menyebar ke seluruh tubuh.

Enam anak panah di kaki, tiga di bahu kanan, dua di lengan kiri, dua lagi di perut, dan sebuah luka tusuk di paha kanan. Govinda menelusuri luka-luka itu dengan jarinya yang gemetar.

Mahabharata What If: Arjun Gets Attacked in Dyut SabhaWhere stories live. Discover now