22. The most beautiful thing

21 4 0
                                    

❦ ── · ✦

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❦ ── · ✦

Seperti yang dijanjikan, kini Lau sudah duduk manis di After Friday Coffee, sedang Rae duduk tak jauh dari gadisnya. Tujuan Rae memang ingin tahu hal apa yang akan Diaz bicarakan. Namun, pemuda tinggi itu tak kunjung datang. Bahkan jam sudah menunjukkan pukul 2:45 PM.

Baru saja Lau merutuki Diaz, suara langkah kaki terdengar dan semakin jelas. Lau menatap Diaz yang kini sudah duduk berhadapan dengannya.

Wajah dingin dan tenang itu, Lau tidak menyukainya.

Lantas suara tawa kecil terdengar dari Diaz. "Dateng juga, berarti lo percaya sama ucapan gue."

Lau membuang napas kasar. Kesal karena lawan bicaranya terlalu berbasa-basi. "To the point please," Dalam ucapannya penuh penekanan. Lau berjanji tidak ingin berurusan dengan orang didepannya.

"Oke, oke. Tujuan gue bukan kayak apa yang lo pikirin."

"Memang apa yang–"

"Gue gak berniat hancurin kehidupan lo," Diaz memutus ucapan Lau begitu saja. Detik berikutnya, perkataan Diaz mampu membuat Lau mematung. "Gak mau pulang? Ke rumah Papa."

Diaz tidak tahu apakah dia salah bicara atau tidak. Setelah melihat respon Lau hanya terdiam, mata tajamnya tak henti menelisik wajah gadis didepannya, seraya menunggu jawaban.

Masih dengan posisinya yang tak jauh dari dua orang yang berbincang, Rae dengan saksama mendengarkan. Sejujurnya dia pun sama terkejutnya.

Lau berdeham, dia tidak berkenan menjawab ucapan Diaz. Dia langsung mengalihkan topik obrolan, enggan membahas soal kepulangannya. "Bukti kalau lo anak Garciano mana?"

Alis Diaz tertaut mendengar panggilan Garciano tanpa embel-embel 'Papa'. Namun, dia abai. Hanya senyum meremehkan yang muncul menghiasi wajah tampan yang mampu membuat kaum hawa terpesona.

"Jaman canggih, gak berniat cari di internet?"

Jawaban yang terkesan meremehkan itu membuat Lau berdecih tak suka. "I won't go back to that house again," ucapan itu keluar dengan tatapan kosong yang terus menatap lurus kedepan. Dan Diaz ikut terdiam. Sama halnya Lau, dia diam tapi dalam pikirannya banyak jawaban yang sangat ingin ia utarakan.

Tapi ini Laurence. Dia tidak akan mengatakan alasan yang lebih panjang. Siapapun pasti tahu jika ia kembali ke rumah lamanya hanya akan kembali membuka luka yang sedang berusaha ia kubur dalam-dalam, dan menimbunnya dengan kenangan-kenangan indah bersama Rae.

Diaz hendak menjawab tapi disergah cepat oleh Lau.

"Don't ask why, dan gue rasa cukup disini aja." Lau bangkit dari duduknya, mata dinginnya menatap Diaz. "Gue harap kita gak ketemu lagi."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The LouvreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang