"Salah satu dari pendahulu di TAPOPS." Aku memejamkan mata, dan membalikkan badan. Aku tidak kenal Boboiboy. Pada kenyataannya, aku datang setelah kematian Boboiboy dan regu kerjanya dikumandangkan. Aku tidak tahu seperti apa wajahnya, tapi kurasa karena dia pewaris Retak'ka, rupanya tidak jauh berbeda dengan Retak'ka. Aku mengimajinasikannya sebagai nenek moyang berambut ubanan, dengan segala wejangan-wejangan orang tua.

"Kenapa aku mesti menggantikannya?" Tanya Duri. Jadi dia tidak tertarik ditawarkan menjadi superstar?

Aku mengernyit.

Dan, oh ...

"Awan menyimpan garam dari laut, mengandungnya, bermigrasi sesuai arah mata angin, dan menurunkan air hujan di daratan." Kataku. "Zat dalam kandungan awan selalu dikeluarkannya setelah kapasistasnya penuh. Sains berkata demikian. Kamu hanya perlu membantuku mengalahkannya, maka mari lihat, apakah Nebula memuntahkan apa yang dikandungnya, seperti contohnya, unsur hara planet Rimbara, aliran listrik dari ekstravator kelistrikan TAPOPS, azoth planet di sekitar kawasan H-II, dan termasuk ... pengelihatanmu."

"Aku bisa kembali melihat?" Duri bengong sebentar. "Laksamana?"

Tangan Duri terangkat, dia sungguh tidak sabaran dalam mencariku. Duri meraba udara hingga ia terpleset jatuh karena akar yang tadi. Naas, aku tak menolongnya. Oleh karena itu, Duri jatuh.

Aku berjongkok, merasa bersalah karena tak berinisiatif membantunya. Duri menepuk-nepuk kedua tangannya yang belepotan tanah merah. Kalau boleh jujur, aku memang tidak suka akan eksistensi nenek moyang overrated itu—Boboiboy, dan cukup tolol bagiku untuk menciptakan Boboiboy kedua. Tapi setidaknya Boboiboy kedua ini, pipinya tembam dan menggemaskan.

"Aku tidak tahu." Aku mengendikkan bahu. "Aku tidak mau menjanjikan apapun."

Aku mengulurkan tangan. Lalu aku mengerutkan dahi. Aku lupa dia tak bisa melihat itikad baikku. Aku jadi menarik tangan Duri tanpa aba-aba, dan membawanya berdiri.

"Apakah kamu selalu wangi seperti ini?" Tanyanya.

"Always do, Duri." Kataku. "Parfumku juga mahal. Long lasting seharian."

-

Tumbuhan epifit pemancing kupu-kupu zona yang terletak di pegunungan tinggi—kalau di bumi sih begitu—tumbuh bergerombol di ngarai Rimbara. Serbuk-serbuk bunga ringan dari sekawanan luas edelweis di sekitarku terbawa angin dan kadang bikin hidungku memerah karena reaksi alergi kecil. Jujur saja, batang edelweis memiliki bulu bulu halus berwarna putih, mirip tenunan wol, dan kalau bersentuhan dengan kaki, kulitku bakal gatal-gatal. Tapi aku tetap rela berdiri di antara edelweis-edelweis ini demi mereview kombatannya Duri.

"Aku bilang juga apa!" Aku berteriak frustasi. "Dengarkan suara kerincingannya! Kamu memang bagus, Duri. Kamu menumbuhkan tanaman-tanaman berduri itu dari tanah, dan menjuruskannya ke atas. Tapi tak tepat sasaran. Aku sudah mengenakan dua gelang kaki. Suaranya berisik! Masa ia kamu tak bisa mendengarkan?"

Aku menyuruhnya berkelahi denganku. Duri tidak bisa melihat, jadi pertarungan ini terdengar tidak adil baginya. Tapi justru disanalah poinnya; aku melatih pendengarannya dengan melingkarkan dua gelang kaki, dan menyuruhnya membaca gerakanku dari suaranya.

Aku tiba-tiba tahu seperti apa rasanya jadi Master Shifu, ketika master dari istana Jade itu disuruh melatih panda gembrot yang dicalonkan Oogway sebagai Dragon Warrior selanjutnya di Valley of Peace. Nah. Setidaknya Po tidak buta.

Aku menatap Duri yang membungkukkan badan dan memegang kedua lututnya. Napasnya memburu. Punggungnya naik turun.

"Apakah tidak sebaikny—" LoopBot yang kusuruh menjadi wasit, sekaligus analis, berminat membela Duri dan menyetop menu latihanku.

Boboiboy x Reader | Alternate Route of SupeheroWhere stories live. Discover now