3. TIGA PAKU

98 11 2
                                    

Yoyo terkesima menatap mading besar sekolah, terdapat foto dirinya juga saudara-saudaranya yang menjabat sebagai anak baru. Di sana terlihat wajah berseri mereka, Youo tahu yang paling tampan itu dirinya.

Jam istirahat sudah berbunyi semenit lalu, jadi suasana benar-benar ramai kala itu. Ada banyak para siswa-siswi yang bersileweran baik di lorong, lapangan, maupun kantin.

"Ini kamu?" seseorang tiba-tiba hadir di sampingnya, menunjuk foto Yoyo.

"Iya, Kakak siapa?"

Shera tersenyum. "Aku Shera, kelas dua belas IPA 1."

"Yoyo, sepuluh IPA 1."

"Kamu lucu ya, tapi di foto keliatan dewasa sekali."

Yoyo tersenyum mendengarnya. "Bang Shaquille suruh Yoyo pose itu, Yoyo seneng kalo Yoyo dianggap dewasa dan bukan anak kecil lagi."

"Memang siapa yang anggap kamu anak kecil?"

"Abang-abang Yoyo, karena cuma Yoyo yang kelas sepuluh jadi Yoyo dianggap kecil. Padahal Yoyo tinggi kan?"

"Iya, tinggi sekali malah." Shera tertawa.

"Kak Shera ngapain di sini?"

"Bosen di kelas, pengen keluar cari angin."

"Oh. Kakak cantik ya." Yoyo tidak berbohong, Shera memang sangat cantik, jauh lebih cantik dibandingkan siswi-siswi lain. Gadis itu memiliki kulit yang bersih serta rambut panjang yang indah. Seragamnya rapi juga wangi. Yoyo suka parfum yang Shera kenakan. Seperti bunga ... apa ya namanya, Yoyo lupa.

"Ah, makasih! Kamu juga ganteng."

"Yoyo tau, kan Yoyo selalu ganteng."

"Iya, aku tau kok. Oh iya, Yoyo dekat ya sama Zeen?"

Yoyo mangguk-mangguk. "Bang Zeen Abang kesayangan Yoyo, paling Yoyo sayang dari yang lain."

"Berarti Yoyo nggak mau dong Bang Zeen sakit?"

"Nggak, Yoyo juga nggak mau Bang Zeen kenapa-napa."

"Tapi Yoyo tau sesuatu nggak?" Shera mengambil satu tangan Yoyo, menggenggamnya erat.

Yoyo terbelalak manakala merasakan hawa panas di sekujur tubuhnya. Hawa besar dan kuat yang menguras energi itu membuat Yoyo merasa pusing dan sesak. Tak butuh waktu lama untuk ia jatuh ke tanah dalam keadaan pingsan.

"Terima kasih, Yoyo." Shera tersenyum, sebelum berlalu begitu saja.

Tentu siswa-siswi di sana menyaksikan itu, namun mereka hanya diam seolah-olah Yoyo tidak mengalami hal buruk.

"Yoyo! Yo, bangun!"

Yoyo tersadar, ia buka matanya lebar-lebar. Menengok ke samping-rupayanya Jo memanggil seraya memegang bahunya yang berdiri di depan mading sambil menutup mata. Apa? Jadi tadi Yoyo tertidur? Dalam keadaan berdiri?

Anak itu celingak-celinguk seolah mencari keberadaan seseorang.

"Kenapa kamu di sini sendirian?"

Diam, Yoyo bingung harus menjawab apa. Yang bisa dilakukannya hanya menggaruk tengkuk sembari mencoba mengingat-ingat, apa yang terjadi barusan.

"Yoyo kenapa, Bang Jo?"

"Justru Abang yang harusnya nanya, kamu ngapain? Tidur sambil berdiri?"

"Yoyo nggak tidur, tadi Yoyo ngapain ya?"

"Ada yang ganggu kamu?"

"Yoya nggak inget Bang."

Jo menghela. "Abang mau nanya sesuatu."

24/7 Terror |XODIAC| On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang