Arka menyentuh jemari Elena, menggenggam lembut sedang matanya menatap lirih. "Elena, di hatiku saat ini cuma ada kamu. If you can look into your heart and only see me, kamu pasti tahu kalau kita harus menghabiskan sisa waktu kita bersama."

Elena terdiam kaku dengan mata sedikit terbelalak. Apa yang baru saja Arka katakan... seolah-olah... sedang ingin...

"Will you marry me?" suara Arka terdengar sangat lembut dan tulus. "Aku benar-benar nggak tahu apa yang harus aku lakukan kalau kamu menolak." wajah Arka berubah muram. "So, could you save us both the trouble and say yes?"

Mata Elena yang kemerahan kini berkaca-kaca. Hatinya membuncah bahagia. Sangat bahagia. Dia tahu Arka pasti bisa mencintainya. Lelaki ini telah bersungguh-sungguh dengan janji yang dia ucapkan.

Tapi Elena tidak pernah menyangka akan secepat ini.

"Kamu yakin?"

"Hm."

"Nggak mau pikir-pikir dulu?"

Arka berdecak pelan. "Kalau dipikir-pikir lagi, nanti aku keburu jatuh cinta sama cewek lain. Memangnya kamu mau?"

"Nggak..." Elena tertawa serak. Lalu dia memandang genggaman Arka di jemarinya, tersenyum haru. "Cincinnya mana?" dia sedang berusaha bercanda.

Cincin? Astaga. Arka tidak mempersiapkan cincin karena ide untuk melamar Elena terbesit begitu saja di kepalanya.

"Hm... nanti menyusul." Arka tersenyum kaku. Elena menatap Arka tidak percaya lalu menggelengkan kepalanya gemas.

"Tapi aku butuh jawaban kamu sekarang," Arka menyentuh pipi Elena, mengusap lembut, memandangnya hangat. "Say yes, please..."

Elena tersenyum, membalas genggaman Arka, mengangguk malu-malu dan tersenyum semakin lebar ketika Arka mengecup bibirnya pelan.

Dadanya seperti hendak meledak saat ini karena dipenuhi ribuan kebahagiaan. "Terima kasih..." bisik Arka di bibirnya, sebelum mengubah kecupan menjadi lumatan.

Elena berpegangan di bahu Arka, memejamkan mata, menikmati lumatan lembut yang menghadirkan sengatan syahdu di sekujur tubuhnya.

Mata Arka juga terpejam, bibirnya melumat semakin dalam. Perlahan dia mendorong tubuh Elena hingga berbaring di atas sofa, menindih gadis itu sementara mulut mereka tak ada yang mau beranjak menjauh.

Arka membutuhkan ini.

Tersesat dalam buai kemesraan bersama Elena, agar bisa melupakan Alma dari ingatannya.

***

Alma menyadari perubahan dalam dirinya. Begitu pula orang-orang disekitarnya. Sejak pagi itu, Alma seperti bukan sosok yang mereka kenal. Alma menjadi lebih pendiam, menyendiri, dan mudah sekali marah.

Dia bahkan masih belum berbicara dengan Gisa. Alma tahu, Gisa tidak akan mau bicara pada Alma sebelum dia minta maaf dan mengakui kesalahannya.

Sayangnya, Alma memilih untuk membiarkan hubungan mereka merenggang. Begitu pula dengan Abi. Berkali-kali Abi mengajak Alma bicara, tapi Alma selalu menghindar.

Alma sedang tidak mau bicara dengan siapa pun. Dia hanya ingin menyendiri, meredam kemarahan dan kekecewaan yang belum benar-benar sirna.

Pikirannya berkecamuk. Kacau sekali. Tapi Alma tidak tahu harus melakukan apa. Hingga akhirnya dia menarik diri dari siapa pun.

Satu-satunya tempat pelarian yang bisa Alma singgahi hanyalah tumpukan pekerjaan yang membuatnya kelelahan. Alma jadi sering kali lembur, lalu melanjutkan pekerjaan di rumah.

MenungguWhere stories live. Discover now